Sebagian warga di Gang Kelinci, Jakarta Pusat, Jakarta melakukan aksi berjemur diri setiap pagi ketika cuaca cerah untuk meningkatkan kekebalan tubuh dalam menangkal Virus Corona jenis baru (COVID-19) sesuai anjuran pakar kesehatan.
"Bagus dan cerah langitnya dan berwarna biru, tapi enggak setiap hari juga, kadang mendung," kata Harto, salah seorang penghuni di Gang Kelinci di Jakarta, Kamis.
Baca juga: ODP COVID-19 di Aceh sebanyak 893 orang, PDP bertambah satu
Kasubid Analisis Informasi Iklim BMKG Pusat, Adi Ripaldi mengatakan kualitas udara DKI Jakarta selama COVID-19 membaik karena tidak banyak mobilitas kendaraan, mengurangi polusi udara.
"Langit biru bersih karena polusi udara sudah dicuci oleh air hujan, sehingga pada saat cuaca cerah akan terlihat biru," kata Ripaldi saat dikonfirmasi ANTARA di Jakarta.
Baca juga: 74 negara bergabung dalam upaya menemukan obat COVID-19
Ripaldi juga menyebutkan, langit biru Jakarta juga sebagai refleksi dari kondisi laut yang juga biru.
"Mungkin laut kita jadi bersih juga karena aktivitas manusia di laut berkurang," katanya.
Baca juga: Pria Inggris dipenjara karena batuk dan mengancam tularkan corona
Sebelumnya diberitakan, kebijakan jaga jarak sosial (social distancing) dengan kerja dari rumah atau work from home (WFH) selama pandemi COVID-19, serta curah hujan yang intens menjadi faktor yang memperbaiki kualitas udara Jakarta.
Namun, Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta menyebutkan, WFH bukanlah faktor tunggal membaiknya kualitas udara Jakarta.
Berdasarkan pemantauan di lima Stasiun Pemantauan Kualitas Udara (SPKU) yang dikelola Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, hasilnya menunjukkan perbaikan kualitas udara, terutama menurunnya konsentrasi parameter PM 2.5 selama penerapan WFH.
Penurunan ini juga konsisten dengan tingkat curah hujan. Ketika curah hujan tinggi, konsentrasi parameter PM 2.5 menunjukkan penurunan dan ketika hari-hari tidak hujan, konsentrasi parameter PM 2.5 sedikit meningkat.
Selain itu, arah angin juga berpengaruh terhadap polutan jenis PM 2.5 ini atau partikel debu halus berukuran 25 mikrogram/m³.
Hal tersebut juga dibuktikan pada pantauan Air Quality Index (AQI) AirVisual pada 2 April 2020 sekitar pukul 10.12 WIB.
Jakarta pada urutan ke-62 dari urutan kota-kota berpolusi tinggi yang artinya kualitas udara Jakarta lebih baik dari 61 kota lainnya di dunia, dengan Air Quality Index (AQI) di angka 47.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2020
"Bagus dan cerah langitnya dan berwarna biru, tapi enggak setiap hari juga, kadang mendung," kata Harto, salah seorang penghuni di Gang Kelinci di Jakarta, Kamis.
Baca juga: ODP COVID-19 di Aceh sebanyak 893 orang, PDP bertambah satu
Kasubid Analisis Informasi Iklim BMKG Pusat, Adi Ripaldi mengatakan kualitas udara DKI Jakarta selama COVID-19 membaik karena tidak banyak mobilitas kendaraan, mengurangi polusi udara.
"Langit biru bersih karena polusi udara sudah dicuci oleh air hujan, sehingga pada saat cuaca cerah akan terlihat biru," kata Ripaldi saat dikonfirmasi ANTARA di Jakarta.
Baca juga: 74 negara bergabung dalam upaya menemukan obat COVID-19
Ripaldi juga menyebutkan, langit biru Jakarta juga sebagai refleksi dari kondisi laut yang juga biru.
"Mungkin laut kita jadi bersih juga karena aktivitas manusia di laut berkurang," katanya.
Baca juga: Pria Inggris dipenjara karena batuk dan mengancam tularkan corona
Sebelumnya diberitakan, kebijakan jaga jarak sosial (social distancing) dengan kerja dari rumah atau work from home (WFH) selama pandemi COVID-19, serta curah hujan yang intens menjadi faktor yang memperbaiki kualitas udara Jakarta.
Namun, Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta menyebutkan, WFH bukanlah faktor tunggal membaiknya kualitas udara Jakarta.
Berdasarkan pemantauan di lima Stasiun Pemantauan Kualitas Udara (SPKU) yang dikelola Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, hasilnya menunjukkan perbaikan kualitas udara, terutama menurunnya konsentrasi parameter PM 2.5 selama penerapan WFH.
Penurunan ini juga konsisten dengan tingkat curah hujan. Ketika curah hujan tinggi, konsentrasi parameter PM 2.5 menunjukkan penurunan dan ketika hari-hari tidak hujan, konsentrasi parameter PM 2.5 sedikit meningkat.
Selain itu, arah angin juga berpengaruh terhadap polutan jenis PM 2.5 ini atau partikel debu halus berukuran 25 mikrogram/m³.
Hal tersebut juga dibuktikan pada pantauan Air Quality Index (AQI) AirVisual pada 2 April 2020 sekitar pukul 10.12 WIB.
Jakarta pada urutan ke-62 dari urutan kota-kota berpolusi tinggi yang artinya kualitas udara Jakarta lebih baik dari 61 kota lainnya di dunia, dengan Air Quality Index (AQI) di angka 47.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2020