Wakil Ketua Komisi II DPR RI Fraksi Partai NasDem Saan Mustopa mengatakan keserentakan Pemilu yang akan diatur dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pemilu, akan mengacu pada Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 55/PUU-XVII/2019 yang di dalamnya memuat enam varian model pemilu serentak.
"Keserentakan Pemilu ini tentu akan mengacu pada Putusan MK nomor 55 tahun 2019 hasi uji materi Perludem dan teman-teman lainnya," kata Saan dalam diskusi virtual bertajuk "Kemana Arah RUU Pemilu", di Jakarta, Minggu.
Dia mengatakan dari enam alternatif varian Pemilu serentak yang ada dalam Putusan MK itu, mayoritas anggota Komisi II DPR setuju dengan alternatif pertama yaitu pemilu serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, dan presiden.
Menurut dia, nantinya pelaksanaan Pemilu akan ada lima kotak suara seperti yang digunakan pada Pemilu 2019 dan aturan tersebut akan diterapkan pada Pemilu 2024 bukan Pemilu 2029.
"Variasi yang pertama (dari Putusan MK no 55/2019) tetap menjadi pilihan yang hampir disepakati oleh seluruh fraksi di DPR, yaitu seperti di Pemilu 2019, Presiden DPR RI, DPD RI, DPRD provinsi dan kabupaten/kota. Berikutnya Pilkada untuk keserentakan di daerah," ujarnya.
Menurut dia, meskipun mayoritas anggota Komisi II DPR masih ingin kembali menggunakan sistem di Pemilu 2014 yaitu Pemilu legislatif dan Pemilu Presiden dipisah pelaksanaannya, namun karena sudah Putusan MK nomor 55/2019 maka membuat pihaknya tidak bisa berkreasi membuat desain di luar keputusan MK.
Saan mengatakan keserentakan Pemilu tersebut akan menjadi isu yang akan dibahas dalam pembahasan draf RUU Pemilu dan Komisi II DPR akan membuka ruang partisipasi publik untuk memberikan masukan terkait RUU itu.
"Komisi II DPR terbuka untuk bisa menyusun RUU Pemilu yang akomodatif atas semua masukan para penggiat pemilu," katanya.
Mahkamah Konstitusi dalam putusan bernomor 55/PUU-XVII/2019 menyebutkan enam varian model Pemilu serentak untuk digagas oleh pengubah UU sesuai dengan ketentuan UUD 1945, keenam varian tersebut yaitu:
Pertama, pemilu serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, dan presiden.
Kedua, pemilu serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, presiden, gubernur, bupati, dan wali kota.
Ketiga, pemilu serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD provinsi dan kabupaten/kota, presiden, gubernur, bupati, dan wali kota.
Keempat, pemilu serentak nasional untuk memilih anggota DPR, DPD, dan presiden, dan beberapa waktu setelahnya pemilu serentak lokal untuk memilih anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kota, gubernur, bupati, dan wali kota.
Kelima, pemilu serentak nasional untuk memilih anggota DPR, DPD, dan presiden, dan beberapa waktu setelahnya pemilu serentak provinsi untuk memilih DPRD provinsi dan gubernur, dan beberapa waktu setelahnya pemilu serentak kabupaten/kota untuk memilih anggota DPRD kabupaten/kota dan bupati/wali kota.
Keenam, pilihan-pilihan keserentakan lain sepanjang tetap menjaga sifat keserentakan pemilihan umum untuk memilih anggota DPR, DPD, dan Presiden/Wakil Presiden.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2020
"Keserentakan Pemilu ini tentu akan mengacu pada Putusan MK nomor 55 tahun 2019 hasi uji materi Perludem dan teman-teman lainnya," kata Saan dalam diskusi virtual bertajuk "Kemana Arah RUU Pemilu", di Jakarta, Minggu.
Dia mengatakan dari enam alternatif varian Pemilu serentak yang ada dalam Putusan MK itu, mayoritas anggota Komisi II DPR setuju dengan alternatif pertama yaitu pemilu serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, dan presiden.
Menurut dia, nantinya pelaksanaan Pemilu akan ada lima kotak suara seperti yang digunakan pada Pemilu 2019 dan aturan tersebut akan diterapkan pada Pemilu 2024 bukan Pemilu 2029.
"Variasi yang pertama (dari Putusan MK no 55/2019) tetap menjadi pilihan yang hampir disepakati oleh seluruh fraksi di DPR, yaitu seperti di Pemilu 2019, Presiden DPR RI, DPD RI, DPRD provinsi dan kabupaten/kota. Berikutnya Pilkada untuk keserentakan di daerah," ujarnya.
Menurut dia, meskipun mayoritas anggota Komisi II DPR masih ingin kembali menggunakan sistem di Pemilu 2014 yaitu Pemilu legislatif dan Pemilu Presiden dipisah pelaksanaannya, namun karena sudah Putusan MK nomor 55/2019 maka membuat pihaknya tidak bisa berkreasi membuat desain di luar keputusan MK.
Saan mengatakan keserentakan Pemilu tersebut akan menjadi isu yang akan dibahas dalam pembahasan draf RUU Pemilu dan Komisi II DPR akan membuka ruang partisipasi publik untuk memberikan masukan terkait RUU itu.
"Komisi II DPR terbuka untuk bisa menyusun RUU Pemilu yang akomodatif atas semua masukan para penggiat pemilu," katanya.
Mahkamah Konstitusi dalam putusan bernomor 55/PUU-XVII/2019 menyebutkan enam varian model Pemilu serentak untuk digagas oleh pengubah UU sesuai dengan ketentuan UUD 1945, keenam varian tersebut yaitu:
Pertama, pemilu serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, dan presiden.
Kedua, pemilu serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, presiden, gubernur, bupati, dan wali kota.
Ketiga, pemilu serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD provinsi dan kabupaten/kota, presiden, gubernur, bupati, dan wali kota.
Keempat, pemilu serentak nasional untuk memilih anggota DPR, DPD, dan presiden, dan beberapa waktu setelahnya pemilu serentak lokal untuk memilih anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kota, gubernur, bupati, dan wali kota.
Kelima, pemilu serentak nasional untuk memilih anggota DPR, DPD, dan presiden, dan beberapa waktu setelahnya pemilu serentak provinsi untuk memilih DPRD provinsi dan gubernur, dan beberapa waktu setelahnya pemilu serentak kabupaten/kota untuk memilih anggota DPRD kabupaten/kota dan bupati/wali kota.
Keenam, pilihan-pilihan keserentakan lain sepanjang tetap menjaga sifat keserentakan pemilihan umum untuk memilih anggota DPR, DPD, dan Presiden/Wakil Presiden.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2020