Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Lhokseumawe meminta pemerintah untuk melakukan pemulihan trauma bagi pengungsi Rohingya yang terdampar di Aceh, terutama bagi pengungsi perempuan dan anak-anak.

"Pemulihan trauma yang dirasakan oleh pengungsi Rohingya untuk saat ini sangatlah penting, karena secara umum mereka telah mengalami peristiwa yang membuat trauma," kata Ketua PMI Kota Lhokseumawe Junaidi Yahya di Lhokseumawe, Jum'at (26/6).

Namun kata Junaidi, hingga sampai saat ini belum ada bantuan tersebut, dan berharap agar bantuan untuk pemulihan rasa trauma itu segera diberikan oleh pemerintah.

“Secara umum mereka ini mengalami trauma mulai dari Myanmar hingga melakukan perjalanan saat di kapal. Apalagi mereka telah berbulan-bulan berada di kapal dan dengan logistik yang terbatas,” katanya.

Dikatakannya, berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) terhadap perempuan Rohingya yang terdampar di penampungan India, Malaysia dan Indonesia. Maka menunjukkan bahwa ada sekitar 60 persen perempuan tersebut terpaksa menikah dalam usia dini sebelum usia 16 dan 17 tahun. Sehingga pengantin anak-anak itu disinyalir sebagai korban perdagangan manusia.

“Makanya program untuk pemulihan trauma itu penting untuk segera dilakukan, mengingat berbagai peristiwa yang telah dialami. Apalagi selama berada di kapal, mereka tidak mengalami suasana yang nyaman,” kata Junaidi.

Dikatakannya lagi, terhitung sejak bulan Agustus tahun 2017, terhitung lebih dari 740.000 warga Rohingya telah meninggalkan rumah mereka di negara bagian Rakhine Myanmar, dikarenakan mengalami kekerasan secara brutal.

“Pengungsi Rohingya  memiliki hak asasi yang tidak dapat diganggu gugat, namun pemerintah tidak diperbolehkan melakukan pemulangan kecuali hal tersebut berlangsung aman, sukarela, berkelanjutan dan bermartabat bagi para pengungsi Rohingya,” kata Junaidi Yahya.

Pewarta: Dedi Syahputra

Uploader : Salahuddin Wahid


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2020