Ketua Umum Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Provinsi Aceh, Aminullah Usman menyebarkan  virus memerangi praktek-praktek rentenir bagi masyarakat kecil dari jeratan tengkulak yang "menghisap darah", terutama para pelaku usaha kecil di Aceh Barat dan sekitarnya. 

"Kita berikan beberapa tips, dan strategi-strategi memberangus praktek-praktek rentenir agar mampu melepas diri dari jeratan para tengkulak yang 'menghisap darah' pelaku usaha mikro dan kecil," ucap Aminullah di Banda Aceh, Selasa. 

Mantan direktur utama (dirut) Bank Aceh dua periode ini kemudian berbagi pengalaman dari Pemerintah Kota (Pemko) Banda Aceh yang memerangi rentenir di ibu kota Provinsi Aceh. 

Bahkan, lanjutnya, ide brilian dan kiprahnya tersebut telah di tulis dalam sebuah buku "Ala Aminullah Perangi Rentenir", yakni mendirikan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) Mahirah Muamalah Syariah (MMS) 

Melalui LKMS Mahirah Muamalah Syariah yang dibentuk pihaknya setahun setelah beliau menjabat wali kota Banda Aceh menjadi kunci penting dalam memerdekakan masyarakat Banda Aceh dari ketergantungan kepada rentenir.

"Sejak MMS dibentuk, kita sudah berhasil melepas masyarakat pelaku usaha kecil dari praktek riba," ujar Aminullah.

Seperti diketahui, Ketua Umum MES Provinsi Aceh, Aminullah Usman tampil sebagai pembicara pada suatu acara di gelar MES Kabupaten Aceh Barat di Kota Meulaboh, Ahad (2/8) malam. Kegiatan dalam bentuk diskusi tersebut diikuti oleh pengurus MES Aceh Barat, dan kalangan akademisi kampus di kabupaten setempat. 

"Data per Juli 2020, sudah Rp16 miliar dana dikucurkan bagi masyarakat yang membutuhkan modal usaha dibantu MMS. Sudah sekitar 2000-an pelaku usaha kecil yang dibantu modal usahanya," terangnya.

Aminullah melanjutkan, indikator keberhasilan LKMS MMS juga bisa dilihat dari persentase ketergantungan pengusaha kecil kepada rentenir di Kota Banda Aceh jauh berkurang, dari semula 80 persen menjadi 14 persen.

Dengan kontribusi MMS pula, ungkap dia, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) mengalami angka yang tumbuh subur di Banda Aceh. Data per Mei 2020, jumlahnya mencapai 12.970 unit yang meningkat signifikan, jika dibandingkan dengan data tahun 2018 jumlah UMKM tercatat 10.994 unit.

Di bawah cengkeraman tengkulak, katanya, sangat sulit bagi pelaku usaha mikro, dan kecil untuk berkembang, karena harus membayar bunga yang sangat besar. Sementara jika harus meminjam ke bank, sulit terakomodir akibat mereka, seperti penjual ikan keliling, "nyak-nyak" penjual sayur cuma membutuhkan modal Rp500 ribu. 

Mungkin ada beberapa pedangang yang butuh sedikit lebih besar, yakni Rp2 juta sampai Rp5 juta. "Namun dengan adanya MMS, mendapatkan modal usaha mulai dari Rp500 ribu hingga Rp5 juta yang tak 'ter-cover' oleh perbankan bisa dibantu di Mahirah. Karena MMS membuka akses sebesar-besarnya bagi pelaku usaha kecil, yakni UMKM," tegas Aminullah.

Ketum MES Provinsi Aceh sangat optimistis bahwa upaya-upaya, seperti yang pihaknya lakukan di Banda Aceh juga bisa terapkan di barat-selatan Aceh. Meski di "Bumi Teuku Umar", julukan Kabupaten Aceh Barat hingga kini belum memiliki lembaga keuangan, seperti MMS.

Namun peran pengurus MES bisa ditingkatkan lagi dengan gencar melakukan sosialisasi-sosialisasi kepada masyarakat.

"Karena rentenir, selain membuat masyarakat kecil sulit lepas dari utang dan riba, juga bertentangan dengan syariat Islam yang berlaku di Aceh," kata Aminullah yang merupakan putra kelahiran Seuradeuk, Kecamatan Woyla, Aceh Barat.

Aminullah optimis, dengan tekad yang kuat, MES Aceh Barat dapat mengadopsi dan menerapkan keberhasilan-keberhasilan yang telah dilakukan di Banda Aceh sehingga bisa melepas ketergantungan masyarakat ‘Bumi Teuku Umar’ dari cengkeraman rentenir

Pewarta: Muhammad Said

Uploader : Salahuddin Wahid


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2020