Pemerintah sedang melakukan pengkajian untuk penguatan kerangka kerja stabilitas sistem keuangan agar langkah penanganan permasalahan pada lembaga jasa keuangan serta pasar keuangan dapat ditangani lebih efektif dan dapat diandalkan (reliable).
“Kajian ini disusun dengan mempertimbangkan perkembangan sektor keuangan saat ini dan asesment forward looking,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers daring di Jakarta, Jumat.
Sri Mulyani menuturkan kajian juga disusun dengan merujuk pada hasil evaluasi simulasi pencegahan dan penanganan krisis yang dilakukan secara berkala oleh KSSK.
Ia merinci usulan penguatan di dalam kajian tersebut terdiri dari pertama adalah penguatan basis data dan informasi terintegrasi antar lembaga termasuk koordinasi antar lembaga dalam pengkinian, rekonsiliasi, serta verifikasi secara lebih intens.
“Strategi ini juga sebagai bentuk mekanisme check and balances antarlembaga,” ujarnya.
Basis data dan informasi tersebut mendukung lembaga dalam melakukan analisis/identifikasi potensi permasalahan di sektor jasa keuangan secara lebih akurat dan lebih dini.
Kedua adalah apabila ditemukan indikasi permasalahan maka akan dilakukan pemeriksaan dan evaluasi bersama sehingga menjadi dasar bagi lembaga untuk menentukan langkah antisipatif penanganan permasalahan berikutnya.
Pemeriksaan dan evaluasi bersama dibarengi dengan penguatan koordinasi antarpengawas sektor keuangan untuk mengawasi dan melakukan penegakan peraturan yang bersifat koordinatif baik antarsektor maupun antarinstrumen.
“Terkait penguatan koordinasi sedang dikaji penguatan sektor keuangan secara terintegrasi termasuk pengintegrasian pengaturan mikro-makro prudensial,” katanya.
Sri Mulyani menuturkan Indonesia pernah menerapkan sistem yaitu otoritas pengawas bank dan otoritas moneter berada dalam satu atap serta sistem yang terpisah seperti saat ini.
Masing-masing sistem memiliki kelebihan dan kekurangan yang perlu dikaji secara lebih hati-hati dalam rangka memperkuat sistem pengawasan perbankan.
Ketiga adalah penguatan instrumen yang dapat digunakan oleh perbankan dalam mengatasi permasalahan seperti penyederhanaan persyaratan instrumen likuiditas dalam rangka meningkatkan aksesibilitas bank yang membutuhkan dukungan likuiditas.
“Misalnya pinjaman likuiditas jangka pendek (PLJP) dan pembiayaan likuiditas jangka pendek syariah (PLJPS) oleh Bank Indonesia sebagai lender of the last resort,” katanya.
Keempat adalah penguatan peran LPS dari yanv sebelumnya sebatas fungsi loss minimizer menjadi risk minimizer sehingga LPS dapat melakukan early intervention termasuk dengan penempatan dana.
Kelima adalah penguatan dari sisi pengambilan keputusan untuk memberikan kepastian hukum dan memperkuat keyakinan bagi anggota KSSK dalam mengambil keputusan.
Sri Mulyani menuturkan melalui berbagai penguatan tersebut diharapkan perangkat kebijakan dan instrumen yang dimiliki dapat dioptimalkan untuk mengantisipasi dan menangani permasalahan dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2020
“Kajian ini disusun dengan mempertimbangkan perkembangan sektor keuangan saat ini dan asesment forward looking,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers daring di Jakarta, Jumat.
Sri Mulyani menuturkan kajian juga disusun dengan merujuk pada hasil evaluasi simulasi pencegahan dan penanganan krisis yang dilakukan secara berkala oleh KSSK.
Ia merinci usulan penguatan di dalam kajian tersebut terdiri dari pertama adalah penguatan basis data dan informasi terintegrasi antar lembaga termasuk koordinasi antar lembaga dalam pengkinian, rekonsiliasi, serta verifikasi secara lebih intens.
“Strategi ini juga sebagai bentuk mekanisme check and balances antarlembaga,” ujarnya.
Basis data dan informasi tersebut mendukung lembaga dalam melakukan analisis/identifikasi potensi permasalahan di sektor jasa keuangan secara lebih akurat dan lebih dini.
Kedua adalah apabila ditemukan indikasi permasalahan maka akan dilakukan pemeriksaan dan evaluasi bersama sehingga menjadi dasar bagi lembaga untuk menentukan langkah antisipatif penanganan permasalahan berikutnya.
Pemeriksaan dan evaluasi bersama dibarengi dengan penguatan koordinasi antarpengawas sektor keuangan untuk mengawasi dan melakukan penegakan peraturan yang bersifat koordinatif baik antarsektor maupun antarinstrumen.
“Terkait penguatan koordinasi sedang dikaji penguatan sektor keuangan secara terintegrasi termasuk pengintegrasian pengaturan mikro-makro prudensial,” katanya.
Sri Mulyani menuturkan Indonesia pernah menerapkan sistem yaitu otoritas pengawas bank dan otoritas moneter berada dalam satu atap serta sistem yang terpisah seperti saat ini.
Masing-masing sistem memiliki kelebihan dan kekurangan yang perlu dikaji secara lebih hati-hati dalam rangka memperkuat sistem pengawasan perbankan.
Ketiga adalah penguatan instrumen yang dapat digunakan oleh perbankan dalam mengatasi permasalahan seperti penyederhanaan persyaratan instrumen likuiditas dalam rangka meningkatkan aksesibilitas bank yang membutuhkan dukungan likuiditas.
“Misalnya pinjaman likuiditas jangka pendek (PLJP) dan pembiayaan likuiditas jangka pendek syariah (PLJPS) oleh Bank Indonesia sebagai lender of the last resort,” katanya.
Keempat adalah penguatan peran LPS dari yanv sebelumnya sebatas fungsi loss minimizer menjadi risk minimizer sehingga LPS dapat melakukan early intervention termasuk dengan penempatan dana.
Kelima adalah penguatan dari sisi pengambilan keputusan untuk memberikan kepastian hukum dan memperkuat keyakinan bagi anggota KSSK dalam mengambil keputusan.
Sri Mulyani menuturkan melalui berbagai penguatan tersebut diharapkan perangkat kebijakan dan instrumen yang dimiliki dapat dioptimalkan untuk mengantisipasi dan menangani permasalahan dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2020