Suatu apel kesiapsiagaan berlangsung di lapangan JIC II, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Rabu (4/5).

Ratusan personel dari berbagai unsur hadir dalam apel kesiapsiagaan mengantisipasi banjir di musim hujan ini. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memimpin apel tersebut.

Apel itu untuk menyatukan gerak dalam mengantisipasi banjir. Juga untuk mengingatkan senya pihak tetap siaga selama musim hujan.

Selain itu, mengirimkan pesan ke seluruh masyarakat bahwa seluruh komponen pemerintah, TNI, Polri dan unsur masyarakat bersatu padu dalam mengantisipasi musim hujan.



Jakarta sebagai kota metropolitan memang harus diakui masih bergelut dengan persoalan banjir. Sejak zaman baheula hingga kini masih menghadapinya dan entah sampai kapan.

Posisi geografis Jakarta berada lebih rendah dari wilayah sekitarnya menyebabkan kota ini rawan banjir. Asumsi itu diperkuat adanya 13 sungai yang melintasi Jakarta sebelum  sampai ke Teluk Jakarta.

Letaknya yang berada di pinggir laut, menambah potensi kerawanan banjir di kota ini. Banjir rob acap terjadi di beberapa kawasan di Jakarta Utara.

Kalau banjir "kiriman" dari Bogor bisa terdeteksi dari Bendung Katulampa, banjir akibat rob datang setiap saat sesuai cuaca di lautan. Kalau bukan akibat "kiriman" dari Bogor (di selatan) dan bukan akibat rob (dari utara) tetapi terjadi banjir, maka persoalan ada pada drainase.

Drainase
Karena itulah, Anies Baswedan meminta jajarannya memperhatikan betul kondisi drainase. Sejumlah kawasan di Jakarta yang telah dilanda banjir dalam kurun September-Oktober lalu diidentifikasi akibat luapan sungai dan drainase, di samping adanya tanggul jebol.



Sistem drainase di Jakarta mampu menampung air untuk curah hujan maksimal 100 milimeter (mm) per hari ketika musim hujan. Karena itu bila curah hujan lokal di bawah 100 milimeter, ditargetkan tidak boleh terjadi banjir.

Namun bila curah hujan di atas 100 mm seperti awal 2020, maka Pemprov DKI harus bersiap menghadapi segala kemungkinan. Waktu itu curah hujan diperkirakan mencapai 377 cm.

"Jika ada curah hujan yang amat lebat, kita bisa surut dalam waktu kurang dari enam jam," kata Anies.

Kini semua pihak di Jakarta sedang bersiaga agar Jakarta bebas dari banjir. Kalaupun tetap masih ada banjir maka diupayakan tidak terlalu parah.

Indikatornya, dari keberhasilan menanganinya tertumpu pada dua hal. Pertama, genangan air sesegera mungkin surut. Kedua, tak ada korban jiwa.

Implementasi dari indikator itu ada pada sedikitnya ada tiga kata kunci untuk pengendalian banjir saat menghadapi musim hujan kali ini. Yaitu siaga, tanggap dan galang.

Siaga, diartikan dengan menyiapkan seluruh potensi yang dimiliki untuk menghadapi semua kemungkinan terjadi saat musim hujan. Kemudian, tanggap dimaknai selalu memantau secara dekat perkembangan cuaca khususnya hujan sehingga dapat merespon dengan cepat apapun kondisinya.

Tanggap menjadi bagian dari keseharian seluruh peserta apel di beberapa waktu yang akan datang. Karena itu, prosedur standar operasional (SOP), yakni sinergi antarseluruh unsur dipersiapkan agar dapat bekerja di lapangan dengan sebaik-baiknya.

Selanjutnya, galang merupakan manifestasi dari kegotongroyongan bangsa dalam menghadapi bencana dengan menghimpun seluruh kekuatan dan saling memanggul bersama amanat yang diembankan.

Keringkan Waduk
Kini ada tiga tantangan Jakarta selama musim hujan. Pertama, curah hujan lokal ekstrem ditambah dengan fenomena "La Nina". Kedua, hujan yang sangat intensif di kawasan pegunungan (hulu) dan membawa air ke kawasan pesisir (hilir).

Ketiga, permukaan air laut yang meningkat di kawasan yang permukaan tanahnya mengalami penurunan sehingga terjadi banjir rob.
 
Warga bermain bersama anaknya saat banjir rob di Pelabuhan Kali Adem, Muara Angke, Jakarta, Rabu (21/10/2020). Banjir yang terjadi sejak Senin (19/10) itu dikarenakan pasang surut air laut. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/pras.


Untuk mengurangi potensi banjir di tengah tantangan tersebut, waduk-waduk di Jakarta dikeringkan. Waduk-waduk itu juga diperdalam dengan menerjunkan alat berat, yakni ekskavator dari berbagai unsur baik pemerintah maupun swasta.

Waduk-waduk di Jakarta Timur dan Jakarta Selatan sudah dalam proses pengerukan terus-menerus. Harapannya air dari pegunungan yang masuk ke kota bisa ditahan dulu di waduk-waduk ini.

Dengan melakukan pengeringan dan pengerukan tersebut, diharapkan bisa membuat air kiriman dari pegunungan ditampung dulu di waduk. Kemudian secara bertahap dialirkan ke sungai-sungai sehingga bisa mencegah terjadinya banjir akibat air kiriman dari hulu.



Ada juga yang semula lahan kosong karena kontur tanahnya cekung dan selama ini terjadi banjir di tempat itu, maka buat waduk. Misalnya, di Jakarta Barat dibuat lokasi penampungan luapan sungai maupun air hujan.

Sejumlah waduk di Jakarta Selatan juga dikeringkan sehingga bisa menampung air lebih banyak guna mencegah terjadinya banjir saat musim hujan.

Kepala Suku Dinas Sumber Daya (SDA) Air Jakarta Selatan, Mustajab, Selasa (3/11) menyatakan pihaknya memaksimalkan penggunaan pompa-pompa air untuk mengalirkan air yang ada di waduk. Untuk waduk yang tidak memiliki pompa akan didatangkan agar bisa digunakan untuk mengeringkan air di waduk tersebut.

Wabah
Antisipasi penanganan banjir kali ini tampaknya tidak sekedar langkah rutin seperti yang telah dilakukan setiap musim hujan. Namun menghadapi tantangan yang tidak ringan, yakni adanya wabah virus corona (COVID-19).

Berdasarkan analisis para ahli kedokteran sesuai masa inkubasi 14 hari, penyebaran wabah global ini di Indonesia diperkirakan sejak Februari 2020. Pemerintah mengumumkan pertama kali ada pasien COVID-19 pada 2 Maret lalu.

Waktu itu baru dua pasien yang dirawat di Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulanti Sarosi Jakarra Utara. jumlah pasien terus bertambah hingga November 2020.

Hingga Jumat (6/11), virus yang bermula dari Wuhan (China) itu telah menginfeksi 110.083
warga DKI Jakarta. Namun atas upaya keras jajaran instansi kesehatan, tingkat kesembuhan terus meningkat.

Berdasarkan data dari Pemprov DKI Jakarta di laman corona.jakarta.go.id yang dipantau di Jakarta, Jumat, tingkat kesembuhan mencapai 90,7 persen atau 98.806 orang.

Dalam situasi wabah yang masih merebak itulah, antisipasi penanganan banjir di ibu kota menghadapi tantangan semakin tidak ringan. Musibah banjir saja sudah membutuhkan pengerahan segala sumber daya tidak ringan, apalagi ditambah ada wabah.
 

Potensi musibah banjir di Jakarta kali ini berbalut wabah. Semua harus dihadapi dan tak ada pilihan untuk memilih satu satunya.

Dalam konteks inilah, penyiapan prosedur penanganan pasien COVID-19 saat terjadi banjir dinilai tepat. Dengan demikian, penanganan pasien tetap bisa dilakukan sesuai prosedur dan protokol kesehatan meskipun ada "tamu tak diundang" bernama banjir.

Yang tidak kalah penting untuk dilakukan antisipasi adalah menyangkut jalur-jalur transportasi terkait penanganan pasien COVID-19. Harapannya pengiriman pasien rujukan, akses menuju fasilitas kesehatan, mobilitas dan mobilisasi tenaga kesehatan serta suplai dan distribusi barang-barang kebutuhan penanganan COVID-19 tetap bisa dilakukan dengan lancar.

Dengan demikian, penanganan pasien dan upaya mengatasi wabah ini tidak terpengaruh banjir. Tingkat kesembuhan pasien yang terus meningkat dan sudah mencapai lebih 90 persen diyakini makin memacu semangat dan kinerja seluruh jajaran pemerintah.

Karena itu, tak berlebihan kiranya disandarkan harapan yang begitu besar agar peningkatan kinerja berbuah segera terkendalinya wabah ini.

Pewarta: Sri Muryono

Uploader : Salahuddin Wahid


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2020