Anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus menilai implementasi UU No 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) harus dikawal bersama sehingga dapat mempercepat arus investasi ke dalam negeri.
Menurut Guspardi, melalui kemudahan perizinan dan revisi pada beberapa aturan dalam UU akan membuat semakin menariknya investasi dilakukan di Indonesia.
"Saat ini, modal untuk berinvestasi di Indonesia masih mahal, namun hasilnya sedikit. Birokrasi yang tidak efisien, biaya logistik yang tinggi, pengadaan lahan yang rumit, serta regulasi yang tumpang tindih menjadi halangan bagi investor untuk berinvestasi di Indonesia," kata Guspardi dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.
Hal itu dikatakan Guspardi dalam webinar bertajuk "Polemik Penerapan UU Cipta Kerja" yang di selenggarakan Pasca Sarjana Uhamka, Kamis (24/12). Guspardi pun tidak menampik jika UU "sapu jagat" Ciptaker memiliki kelemahan namun nilai positif dari Ciptaker juga tidak sedikit.
Dia menilai ada banyak kemudahan-kemudahan untuk dunia bisnis, termasuk untuk UMKM di dalamnya, seperti legalitas usaha yang dulu sulit didapat sekarang akan dipermudah dan disederhanakan serta pemberian sertifikat halal gratis dari pemerintah kepada UMKM dan berbagai kemudahan lainnya.
Anggota Komisi II DPR RI itu juga menjelaskan terkait persoalan yang menjadi polemik dalam penerapan UU Ciptaker, seperti pemangkasan kewenangan daerah yaitu pemerintah provinsi/kabupaten/kota.
"Tentang apa yang diinterpretasi sebagai pemangkasan kewenangan daerah, saya pikir itu sebenarnya adalah upaya penyelarasan pusat dan daerah. Jadi, nanti pemerintah melalui PP akan mendelegasikan kewenangan kepada provinsi/kabupaten/kota," ujarnya.
Politisi PAN itu juga menjelaskan berdasarkan data dari International Finance Corporation (IFC) pada tahun 2019 Indonesia masih menempati peringkat 73 dari 180 negara Ease of Doing Business (EODB) atau kemudahan berusaha.
Dia menilai, melalui penerapan UU Ciptaker, ditargetkan Indonesia dapat meningkatkan menjadi 40 dunia setelah diterapkan UU Cipta kerja ini.
"Strategi perbaikan EODB akan dilakukan melalui komitmen pemerintah dalam perbaikan peringkat seluruh indikator, pengawalan implementasi perbaikan kemudahan berusaha, serta sosialisasi dan diseminasi kebijakan," katanya.
Guspardi menilai, pandemi COVID-19 telah meluluhlantakkan perekonomian dunia, pertumbuhan ekonomi global mengalami penurunan pada TW II 2020.
Dampak negatif pada perekonomian indonesia, pertumbuhan ekonomi indonesia pada Q3 turun sebesar 3,49 persen, selanjutnya, FDI Global turun 49 persen sepanjang Semester I 2020, dan realisasi PMA di Indonesia pada Januari-September turun 5,1 persen.
"Untuk itu diperlukan berbagai masukan dari berbagai elemen bangsa untuk menyikapi secara kritis terkait polemik penerapan UU model Omnibuslaw yang telah disahkan pemerintah dan DPR itu," ujarnya.
Dia mendorong agar sikap kritis tersebut diwujudkan dalam kajian yang matang untuk dijadikan sebagai rekomendasi terhadap pemerintah agar Ciptaker bisa diterapkan dengan baik sehingga kehadiran UU tersebut benar-benar dirasakan dan bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2020