Pengamat telekomunikasi melihat Rancangan Undang-Undang Data Pribadi jika disahkan akan memberi manfaat bagi masyarakat, termasuk soal perlindungan baik dari segi keamanan maupun hukum.
"Seharusnya, ini menjadi sangat penting," kata pengamat telekomunikasi dari Insitut Teknologi Bandung, Ian Joseph, menjawab pertanyaan ANTARA soal urgensi memiliki regulasi perlindungan data pribadi, Kamis.
Ian, yang juga Ketua Pusat Studi Kebijakan Industri dan Regulasi Telekomunikasi ITB, melihat urgensi regulasi perlindungan data semakin tinggi di era digital ini, ditambah dengan kemajuan di sektor teknologi finansial.
Semakin banyak layanan teknologi finansial yang ditawarkan berbanding lurus dengan semakin banyak data yang disimpan oleh pihak selain pemiliknya. Sebagai contoh, ketika mendaftar layanan teknologi finansial, pengguna akan dimintai sejumlah data seperti nama lengkap, nomor induk kependudukan (NIK) hingga nomor ponsel.
RUU PDP ketika sudah berlaku akan memberikan hak dan kewajiban bagi pemilik maupun pengelola data, termasuk sanksi pidana jika terdapat pelanggaran.
"Ketika ada undang-undang, bisa dipidana, mereka (pengelola data) akan lebih hati-hati," kata Ian.
Melihat konsekuensi hukum ini, Ian melihat perlunya perlindungan data pribadi dalam tingkat undang-undang, bukan hanya Peraturan Menteri.
"Yang ada sekarang levelnya Peraturan Menteri, tidak ada sanksi pidana, adanya perdata," kata Ian.
RUU PDP juga akan memberikan jaminan keamanan dan kenyamanan bagi masyarakat, misalnya, menurut Ian, tidak lagi mendapat panggilan telepon atau email berisi promosi dari layanan yang tidak digunakan.
Ketika ada undang-undang, masyarakat memiliki posisi yang lebih kuat untuk mempertanyakan dari mana data didapat.
Kementerian Komunikasi dan Informatika saat ini masih membahas RUU PDP bersama Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat.
RUU PDP ditargetkan selesai awal tahun ini, setelah mundur dari target November tahun lalu akibat pandemi virus corona.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2021
"Seharusnya, ini menjadi sangat penting," kata pengamat telekomunikasi dari Insitut Teknologi Bandung, Ian Joseph, menjawab pertanyaan ANTARA soal urgensi memiliki regulasi perlindungan data pribadi, Kamis.
Ian, yang juga Ketua Pusat Studi Kebijakan Industri dan Regulasi Telekomunikasi ITB, melihat urgensi regulasi perlindungan data semakin tinggi di era digital ini, ditambah dengan kemajuan di sektor teknologi finansial.
Semakin banyak layanan teknologi finansial yang ditawarkan berbanding lurus dengan semakin banyak data yang disimpan oleh pihak selain pemiliknya. Sebagai contoh, ketika mendaftar layanan teknologi finansial, pengguna akan dimintai sejumlah data seperti nama lengkap, nomor induk kependudukan (NIK) hingga nomor ponsel.
RUU PDP ketika sudah berlaku akan memberikan hak dan kewajiban bagi pemilik maupun pengelola data, termasuk sanksi pidana jika terdapat pelanggaran.
"Ketika ada undang-undang, bisa dipidana, mereka (pengelola data) akan lebih hati-hati," kata Ian.
Melihat konsekuensi hukum ini, Ian melihat perlunya perlindungan data pribadi dalam tingkat undang-undang, bukan hanya Peraturan Menteri.
"Yang ada sekarang levelnya Peraturan Menteri, tidak ada sanksi pidana, adanya perdata," kata Ian.
RUU PDP juga akan memberikan jaminan keamanan dan kenyamanan bagi masyarakat, misalnya, menurut Ian, tidak lagi mendapat panggilan telepon atau email berisi promosi dari layanan yang tidak digunakan.
Ketika ada undang-undang, masyarakat memiliki posisi yang lebih kuat untuk mempertanyakan dari mana data didapat.
Kementerian Komunikasi dan Informatika saat ini masih membahas RUU PDP bersama Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat.
RUU PDP ditargetkan selesai awal tahun ini, setelah mundur dari target November tahun lalu akibat pandemi virus corona.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2021