Meulaboh (ANTARA Aceh) - Nelayan tradisional pesisir Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh, melakukan pengerukan secara manual "Babah Kuala" (muara sungai) Kreung Cangkoi karena dangkalnya sudah begitu memprihatinkan.
Panglima Lhok (pemangku adat laot kecamatan) Padang Seurahet, Anwar di Meulaboh, Kamis, mengatakan, upaya gotong royong nelayan melakukan pengerukan dengan cangkul tersebut tetap saja tidak begitu maksimal.
"Sebentar setelah kami keruk kondisi dangkalnya kembali lagi, jadi kami nelayan sangat berharap pemerintah melakukan upaya serius agar muara Kreung Cangkoi ini tidak mengganggu rutinitas nelayan," katanya.
Gotong royong tersebut merupakan upaya uji coba para nelayan untuk mengatasi dangkalnya muara sungai jalur keluar masuknya boat (perahu motor penangkap ikan) nelayan Aceh Barat, bahkan boat nelayan tetangga yang membongkar hasil tangkapan di Tempat Pendaratan Ikan (TPI) Ujong Baroh, Meulaboh.
Panglima Lhok Anwar mengatakan, saat ini kondisi kedalaman air pada muara Kreung Cangkoi itu diperkirakan di bawah 50 centimeter sehingga boat kecilpun sering kandas atau tertahan sehingga tidak jarang ada boat nelayan yang tersungkur bahkan hancur dihantam gelombang pantai.
Nelayan setempat sudah jera dengan konsisi muara itu, apabila kondisi air sungai sedang surut maka boat nelayan harus membongkar hasil tangkapan di luar muara dan melakukan transit mengunakan spead boat bantuan untuk menuju TPI.
"Kedalamannya itu terkadang di bawah setengah meter, jadi apabila pemerintah punya niat baik untuk nelayan, itu muara harus diperlebar lagi sekitar 20 meter baru bisa mengatasi kedangkalan. Kalaupun dikeruk dengan alat berat kondisinya akan kembali lagi dangkal," ujarnya.
Lebih lanjut dikatakan, pemerintah juga didesak untuk segera menyelesaikan proyek pembangunan pelabuhan samudera di kawasan pesisir Muara Kreung Cangkoi itu, dimana pengerjaan selama ini dipantau nelayan sudah terhenti.
Menurut dia, untuk mensejahterakan para nelayan pemerintah hanya harus mempermudah akses serta membantu menyediakan lokasi pasar bukannya menerapkan kebijakan pelarangan sehingga kehidupan nelayan tradisional semakin terjepit.
Anwar menyebutkan, nelayan setempat mengimpikan tuntasnya TPI dilengkapi dengan prasarana memadai dan pasar lelang ikan dipingir laut. Apabila nelayan dapat bekerja leluasa tentunya akan ada perubahan perekonomiannya.
"Kalau kami bisa kerja mudah pastilah ekonomi keluarga semakin sejahtera, kita tidak mengimpikan kaya namun kita berharap pemerintah peduli dengan kebutuhan kerja, bukannya malah menekan nelayan dengan aturan-aturan baru," ujarnya.
Nelayan setempat menilai berbagai kebijakan baru saat ini terus bermunculan dari pemerintah pusat dan banyak berimbas kepada nelayan tradisional, sementara dampak lain bagi pengusaha dan nelayan bermodal besar dapat keuntungan lebih dari sebelumnya.
Persaingan nelayan saat ini cenderung membuat nelayan kecil semakin terbatas ruang gerak karena modal kerja pas-pasan, sementara nelayan bekerja pada pengusaha boat bisa hidupn lebih baik karena ada dukungan finansial dari pemberi modal.
Panglima Lhok (pemangku adat laot kecamatan) Padang Seurahet, Anwar di Meulaboh, Kamis, mengatakan, upaya gotong royong nelayan melakukan pengerukan dengan cangkul tersebut tetap saja tidak begitu maksimal.
"Sebentar setelah kami keruk kondisi dangkalnya kembali lagi, jadi kami nelayan sangat berharap pemerintah melakukan upaya serius agar muara Kreung Cangkoi ini tidak mengganggu rutinitas nelayan," katanya.
Gotong royong tersebut merupakan upaya uji coba para nelayan untuk mengatasi dangkalnya muara sungai jalur keluar masuknya boat (perahu motor penangkap ikan) nelayan Aceh Barat, bahkan boat nelayan tetangga yang membongkar hasil tangkapan di Tempat Pendaratan Ikan (TPI) Ujong Baroh, Meulaboh.
Panglima Lhok Anwar mengatakan, saat ini kondisi kedalaman air pada muara Kreung Cangkoi itu diperkirakan di bawah 50 centimeter sehingga boat kecilpun sering kandas atau tertahan sehingga tidak jarang ada boat nelayan yang tersungkur bahkan hancur dihantam gelombang pantai.
Nelayan setempat sudah jera dengan konsisi muara itu, apabila kondisi air sungai sedang surut maka boat nelayan harus membongkar hasil tangkapan di luar muara dan melakukan transit mengunakan spead boat bantuan untuk menuju TPI.
"Kedalamannya itu terkadang di bawah setengah meter, jadi apabila pemerintah punya niat baik untuk nelayan, itu muara harus diperlebar lagi sekitar 20 meter baru bisa mengatasi kedangkalan. Kalaupun dikeruk dengan alat berat kondisinya akan kembali lagi dangkal," ujarnya.
Lebih lanjut dikatakan, pemerintah juga didesak untuk segera menyelesaikan proyek pembangunan pelabuhan samudera di kawasan pesisir Muara Kreung Cangkoi itu, dimana pengerjaan selama ini dipantau nelayan sudah terhenti.
Menurut dia, untuk mensejahterakan para nelayan pemerintah hanya harus mempermudah akses serta membantu menyediakan lokasi pasar bukannya menerapkan kebijakan pelarangan sehingga kehidupan nelayan tradisional semakin terjepit.
Anwar menyebutkan, nelayan setempat mengimpikan tuntasnya TPI dilengkapi dengan prasarana memadai dan pasar lelang ikan dipingir laut. Apabila nelayan dapat bekerja leluasa tentunya akan ada perubahan perekonomiannya.
"Kalau kami bisa kerja mudah pastilah ekonomi keluarga semakin sejahtera, kita tidak mengimpikan kaya namun kita berharap pemerintah peduli dengan kebutuhan kerja, bukannya malah menekan nelayan dengan aturan-aturan baru," ujarnya.
Nelayan setempat menilai berbagai kebijakan baru saat ini terus bermunculan dari pemerintah pusat dan banyak berimbas kepada nelayan tradisional, sementara dampak lain bagi pengusaha dan nelayan bermodal besar dapat keuntungan lebih dari sebelumnya.
Persaingan nelayan saat ini cenderung membuat nelayan kecil semakin terbatas ruang gerak karena modal kerja pas-pasan, sementara nelayan bekerja pada pengusaha boat bisa hidupn lebih baik karena ada dukungan finansial dari pemberi modal.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2015