Kepala Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Aceh DR Taqwaddin Husin mengatakan kebijakan wajib tes PCR (Polymerase Chain Reaction) kepada calon penumpang pesawat udara dinilai memberatkan masyarakat.

“Kebijakan ini memberatkan rakyat, apalagi bagi orang daerah yang perlu ke ibukota provinsi lain  atau ke ibukota negara Jakarta,” kata Taqwaddin Husin dalam keterangan tertulis yang diterima  di Meulaboh, Sabtu.

Ia mengatakan kewajiban tes PCR 2x24 jam sebelum berangkat dinilai semakin memberatkan konsumen selaku pengguna jasa pesawat udara, karena biaya yang harus dikeluarkan oleh calon penumpang mencapai ratusan ribu rupiah. 

Apabila tidak melakukan tes, maka masyarakat tidak boleh naik pesawat. Sedangkan biaya PCR, kata Taqwaddin Husin, masyarakat harus membayar dengan biaya mahal.

Bahkan, kata dia, ada rute pesawat yang biaya PCR sama dengan harga tiket pesawat. 

“Belum lagi tidak semua daerah kabupaten ada tempat PCR. Pokoknya ribet lah,” tegasnya.

Ia juga mengaku mendengar keluhan  beberapa orang pekerja konstruksi yang kebetulan satu pesawat dengan dirinya saat melakukan penerbangan pada Jumat lalu, sehingga hal ini dirasakan sangat membebani rakyat.

Selain itu, tegas Taqwaddin Husin, kebijakan wajib tes PCR ini juga kontra produktif dengan upaya menggerakkan iklim parawisata yang sedang "sakit" ditikam COVID-19. 

“Dalam rangka membangun herd immunity, saya pikir mewajibkan vaksin bagi setiap orang adalah sudah benar. Tetapi menambah kebijakan PCR bagi penumpang pesawat terbang, menurut saya, sudah tidak lagi betul. Ini lebay,” kata dia.

Ia juga menyarankan agar kebijakan tes PCR sebelum terbang menggunakan pesawat udara perlu ditinjau kembali dan dibatalkan.

“Kalau pun perlu, cukup tes antigen saja,” demikian Taqwaddin Husin.
 

Pewarta: Teuku Dedi Iskandar

Editor : Azhari


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2021