Dua orang keluarga terdakwa kasus narkoba menangis saat menjumpai kuasa hukum setelah sebelumnya Dede Irfan (26) dan Hasanuddin (30) dituntut hukuman mati oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Aceh Tamiang.
"Kami minta tolong adik kami dihukum seringan-ringannya. Karena kami yakin dia bukan bagian dari penyelundup narkoba tersebut," kata Dani (34) saat bertemu pengacara di kawasan Karang Baru, Aceh Tamiang, Minggu.
"Dia (Dede Irfan) hanya disuruh jemput barang di tengah laut, baru sekali itu dilakukan sudah ketangkap," sambungnya.
Dani merupakan abang kandung dari terdakwa Dede Irfan, warga Desa Lubuk Damar, Kecamatan Seruway, Aceh Tamiang. Dia datang bersama Syafrizal (35) abang ipar terdakwa Hasanuddin untuk bertemu kuasa hukum kedua terdakwa Dewi Kartika.
Menurut Dani, adiknya Dede Irfan adalah tulang punggung keluarga. Kesehariannya bekerja sebagai nelayan tradisional.
Dia juga tak pernah menyangka adiknya itu bisa kenal dengan sindikat jaringan narkoba hingga berurusan dengan aparat penegak hukum.
"Kami dari keluarga ekonomi tidak mampu. Tinggal saja di rumah bantuan nelayan. Seandainya Dede Irfan sindikat penyelundupan narkoba pasti dia sudah kaya," tuturnya.
Sejak Dede Irfan dan Hasanuddin ditangkap polisi November 2021, ibu mereka di rumah sering sakit-sakitan. Bahkan setelah mendengar putranya dituntut hukuman mati kondisi sakitnya bertambah parah.
"Meskipun kabar itu (tuntutan mati) kami rahasiakan tapi mamak sudah tau. Saat ini mamak kami sakit terkena serangan jantung. Usianya 55 tahun, sudah satu bulan tidak bisa bangun," ucap Dani lirih.
Diakui Dani meski usia lebih 25 tahun tapi adik keduanya itu sangat polos. Bergaulnya hanya dengan sesama nelayan dan warga setempat. Bahkan pergi keluar kampung dia hampir tidak pernah. Kalau tidak melaut dia selalu jadi marbot masjid.
"Sudah sedewasa itu pergi ke Kota Medan dia belum pernah. Ke Kuala Simpang saja setahun sekali," ujarnya.
Terakhir kali Dani berkomunikasi dengan adiknya Dede Irfan akhir bulan Mei 2021 atau sebelum para terdakwa dituntut mati.
"Pesan dia kami disuruh bersabar. Jaga mamak," kata Dani mengeluarkan air mata.
Hal serupa diutarakan Syafrizal, abang ipar terdakwa Hasanuddin. Dia menyatakan Dede Irfan dan Hasanuddin sebagai korban. Mereka tidak kenal dengan orang yang menyuruh jemput barang di tengah laut.
"Setelah barang sudah sampai rumah mereka tidak tahu apa isinya. Bentuknya seperti batu bata di dalam karung. Ternyata sabu-sabu, tapi mereka belum terima bayaran sepeser pun," kata Syafrizal.
Dari pihak keluarga terdakwa dia meminta kepada majelis hakim melalui kuasa hukum untuk mempertimbangkan rasa kemanusiaan saat sidang vonis nanti.
"Karena adik kami tidak lebih dari korban. Pertimbangan lain kami ini orang susah, dia (Hasanuddin) andalan ibu kami mencari nafkah. Silahkan dihukum tapi jangan sampai lah hakim mengabulkan tuntutan jaksa," pintanya.
Kuasa hukum kedua terdakwa Dewi Sartika mengatakan keluarga Dede dan Hasanuddin datang untuk berkonsultasi berkaitan dengan tuntutan mati terhadap kedua terdakwa. Pihaknya akan berupaya melakukan pembelaan dalam sidang pledoi yang dijadwalkan, Selasa (14/6) nanti.
"Saya akan semaksimalnya membela klien dari tuntutan mati ini, minimal bisa jadi 15-20 tahun. Bila diperlukan kita akan pakai jasa pengacara Medan untuk membantu saya dari sidang pledoi hingga vonis nanti," ujar Dewi Sartika.
Diketahui Dede Irfan dan Hasanuddin terlibat kasus penyelundupan sabu-sabu sebanyak lima karung atau 95 kilogram. Mereka ditangkap tim Ditresnarkoba Polda Aceh di rumahnya, Sabtu (27/11/2021) pukul 03.00 WIB. Kedua terdakwa dituntut mati oleh JPU dalam sidang tuntutan di PN Kuala Simpang yang diketuai majelis hakim Galih Erlangga pada Selasa (31/5/2022). Materi tuntutan dibacakan oleh Kasi Pidum Mariono.
Namun pengacara negara ini menilai tuntutan JPU lebih menitik beratkan kepada barang bukti 95 kg sabu, tapi mengabaikan sejumlah fakta persidangan, sehingga kedua terdakwa dianggap bagian dari sindikat narkoba. Dalam surat tuntutan jaksa terhadap dua terdakwa Dede Irfan dan Hasanuddin, kuasa hukum juga belum menemukan korelasi kliennya terlibat jaringan narkoba internasional.
"Jaksa menunutut mati terdakwa sesuai pasal 114 ayat 1 Undangan-Undang Narkotika. Padahal pada ayat 2-nya lebih relevan lagi karena mereka sebagai korban sindikat atau kurir," ungkap Dewi.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2022
"Kami minta tolong adik kami dihukum seringan-ringannya. Karena kami yakin dia bukan bagian dari penyelundup narkoba tersebut," kata Dani (34) saat bertemu pengacara di kawasan Karang Baru, Aceh Tamiang, Minggu.
"Dia (Dede Irfan) hanya disuruh jemput barang di tengah laut, baru sekali itu dilakukan sudah ketangkap," sambungnya.
Dani merupakan abang kandung dari terdakwa Dede Irfan, warga Desa Lubuk Damar, Kecamatan Seruway, Aceh Tamiang. Dia datang bersama Syafrizal (35) abang ipar terdakwa Hasanuddin untuk bertemu kuasa hukum kedua terdakwa Dewi Kartika.
Menurut Dani, adiknya Dede Irfan adalah tulang punggung keluarga. Kesehariannya bekerja sebagai nelayan tradisional.
Dia juga tak pernah menyangka adiknya itu bisa kenal dengan sindikat jaringan narkoba hingga berurusan dengan aparat penegak hukum.
"Kami dari keluarga ekonomi tidak mampu. Tinggal saja di rumah bantuan nelayan. Seandainya Dede Irfan sindikat penyelundupan narkoba pasti dia sudah kaya," tuturnya.
Sejak Dede Irfan dan Hasanuddin ditangkap polisi November 2021, ibu mereka di rumah sering sakit-sakitan. Bahkan setelah mendengar putranya dituntut hukuman mati kondisi sakitnya bertambah parah.
"Meskipun kabar itu (tuntutan mati) kami rahasiakan tapi mamak sudah tau. Saat ini mamak kami sakit terkena serangan jantung. Usianya 55 tahun, sudah satu bulan tidak bisa bangun," ucap Dani lirih.
Diakui Dani meski usia lebih 25 tahun tapi adik keduanya itu sangat polos. Bergaulnya hanya dengan sesama nelayan dan warga setempat. Bahkan pergi keluar kampung dia hampir tidak pernah. Kalau tidak melaut dia selalu jadi marbot masjid.
"Sudah sedewasa itu pergi ke Kota Medan dia belum pernah. Ke Kuala Simpang saja setahun sekali," ujarnya.
Terakhir kali Dani berkomunikasi dengan adiknya Dede Irfan akhir bulan Mei 2021 atau sebelum para terdakwa dituntut mati.
"Pesan dia kami disuruh bersabar. Jaga mamak," kata Dani mengeluarkan air mata.
Hal serupa diutarakan Syafrizal, abang ipar terdakwa Hasanuddin. Dia menyatakan Dede Irfan dan Hasanuddin sebagai korban. Mereka tidak kenal dengan orang yang menyuruh jemput barang di tengah laut.
"Setelah barang sudah sampai rumah mereka tidak tahu apa isinya. Bentuknya seperti batu bata di dalam karung. Ternyata sabu-sabu, tapi mereka belum terima bayaran sepeser pun," kata Syafrizal.
Dari pihak keluarga terdakwa dia meminta kepada majelis hakim melalui kuasa hukum untuk mempertimbangkan rasa kemanusiaan saat sidang vonis nanti.
"Karena adik kami tidak lebih dari korban. Pertimbangan lain kami ini orang susah, dia (Hasanuddin) andalan ibu kami mencari nafkah. Silahkan dihukum tapi jangan sampai lah hakim mengabulkan tuntutan jaksa," pintanya.
Kuasa hukum kedua terdakwa Dewi Sartika mengatakan keluarga Dede dan Hasanuddin datang untuk berkonsultasi berkaitan dengan tuntutan mati terhadap kedua terdakwa. Pihaknya akan berupaya melakukan pembelaan dalam sidang pledoi yang dijadwalkan, Selasa (14/6) nanti.
"Saya akan semaksimalnya membela klien dari tuntutan mati ini, minimal bisa jadi 15-20 tahun. Bila diperlukan kita akan pakai jasa pengacara Medan untuk membantu saya dari sidang pledoi hingga vonis nanti," ujar Dewi Sartika.
Diketahui Dede Irfan dan Hasanuddin terlibat kasus penyelundupan sabu-sabu sebanyak lima karung atau 95 kilogram. Mereka ditangkap tim Ditresnarkoba Polda Aceh di rumahnya, Sabtu (27/11/2021) pukul 03.00 WIB. Kedua terdakwa dituntut mati oleh JPU dalam sidang tuntutan di PN Kuala Simpang yang diketuai majelis hakim Galih Erlangga pada Selasa (31/5/2022). Materi tuntutan dibacakan oleh Kasi Pidum Mariono.
Namun pengacara negara ini menilai tuntutan JPU lebih menitik beratkan kepada barang bukti 95 kg sabu, tapi mengabaikan sejumlah fakta persidangan, sehingga kedua terdakwa dianggap bagian dari sindikat narkoba. Dalam surat tuntutan jaksa terhadap dua terdakwa Dede Irfan dan Hasanuddin, kuasa hukum juga belum menemukan korelasi kliennya terlibat jaringan narkoba internasional.
"Jaksa menunutut mati terdakwa sesuai pasal 114 ayat 1 Undangan-Undang Narkotika. Padahal pada ayat 2-nya lebih relevan lagi karena mereka sebagai korban sindikat atau kurir," ungkap Dewi.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2022