Ketua DPRK Aceh Tamiang Suprianto meminta kepada Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) daerah itu mendukung penyelesaian kasus agraria antara perusahaan perkebunan dan masyarakat di Desa Perkebunan Sungai Iyu, Kecamatan Bendahara.

Mekanisme penyelesaian akan ditempuh melalui rapat dengar pendapat (RDP) pada pekan ini.

"Iya kami sudah jadwalkan RDP pada tanggal 30 Agustus 2022 terkait penyelesaian sengketa HGU PT Rapala," kata Suprianto dalam pertemuan dengan wartawan, Senin.

Suprianto menjelaskan ada dua agenda penting yang akan dibahas dalam RDP yakni masalah wilayah administrasi desa. Kemudian penetapan status tersangka kepada puluhan warga desa atas tuduhan perusakan yang dilaporkan ke polisi oleh pihak perusahaan PT Rapala pada 2018.

"Jadi dua agenda besarnya itu. Pertama pembebasan lahan HGU perusahaan untuk perumahan penduduk sekitar 10 hektare dan membebaskan warga dari status tersangka yang sudah lama mereka sandang bahkan sudah ada yang meninggal dunia masih berstatus tersangka," ungkap politisi Gerindra ini.

Menurut Suprianto sudah dua kali pimpinan PT Rapala di Aceh Tamiang mangkir dari panggilan RDP dengan dewan. Ia menegaskan jika panggilan ketiga ini mereka (utusan PT Rapala) juga tidak hadir maka DPRK Atam tetap mengeluarkan rekomendasi untuk dua agenda tersebut. RDP kali ini juga akan menghadirkan pihak eksekutif agar segera ada solusi jalan keluar.

"Sebenarnya permasalahan ini bisa diselesaikan kalau saja perusahaan ada kemauan. Kuncinya kemauan mereka. Eksekutif dalam hal ini Bupati juga bisa mendesak perusahaan untuk kepentingan masyarakat agar kasus HGU PT Rapala yang sudah berlarut-larut ini dapat terselesaikan," imbuh Suprianto.

Ketua PWI Aceh Tamiang Syawaluddin mendukung langkah RDP yang ditempuh DPRK Aceh Tamiang agar benang kusut kasus HGU PT Rapala dengan Desa Perkebunan Sungai Iyu dapat dituntaskan. Syawaluddin menyarankan agar lebih efektif rapat dengar pendapat juga harus melibatkan Komisi-Komisi  yang membidangi masalah perkebunan/HGU dan administrasi pemerintahan desa.

"Seyogianya RDP besok (hari ini) melibatkan Komisi 1 yang fokus membahas masalah teritorial pemerintah desa dan Komisi 2 lebih kepada masalah perkebunan yang membuat warga dan perangkatnya terseret menjadi tersangka. Status itu yang harus dilepaskan," tegasnya.

Saat ini, lanjut Syawal sekitar 20-an orang warga yang sudah dijadikan tersangka harap-harap cemas karena sewaktu-waktu mereka bisa saja dipidanakan.

"DPR harus berani keluarkan rekomendasi kepada pemerintah daerah dan perusahaan terkait nasib warga yang menyandang status tersangka selama lima tahun. Perusahaan harus cabut laporan ke polisi supaya tidak ada lagi warga pribumi yang jadi tersangka sampai mati," sarannya.

 

Pewarta: Dede Harison

Editor : Heru Dwi Suryatmojo


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2022