Banda Aceh (ANTARA) - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Banda Aceh memvonis seorang kepala desa di Kabupaten Aceh Tamiang dengan hukuman empat tahun karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi dengan kerugian negara Rp354 juta.
Vonis tersebut dibacakan majelis hakim diketuai Apriyanti serta didampingi Saptika Handini dan Anda Ariansyah masing-masing sebagai hakim anggota dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Banda Aceh di Banda Aceh, Senin.
Terdakwa atas nama Maimunah selaku Datok Penghulu (kepala desa) Kampung Sekumur, Kecamatan Sekerak, Kabupaten Aceh Tamiang periode 2016 hingga 2022. Terdakwa hadir ke persidangan tanpa didampingi penasihat hukum.
Baca juga: JPU dakwa pejabat Pemkab Aceh Tamiang korupsi pembangunan jalan
Persidangan juga dihadiri Jaksa Penuntut Umum (JPU) T Hendra Gunawan dari Kejaksaan Negeri Aceh Tamiang.
Selain pidana empat tahun penjara, majelis hakim juga memvonis terdakwa membayar denda Rp200 juta subsidair tiga bulan kurungan. Serta membayar uang pengganti kerugian negara Rp354 juta. Apabila terdakwa tidak membayar, maka dipidana satu tahun penjara.
Majelis hakim menyatakan terdakwa Maimunah terbukti secara sah meyakinkan bersalah melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Ayat (1) huruf a, b, d Ayat (2) dan Ayat (3) UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Vonis majelis hakim tersebut lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum. Pada persidangan sebelumnya, JPU menuntut terdakwa dengan hukuman enam tahun penjara.
Selain pidana penjara, JPU juga menuntut terdakwa Maimunah membayar denda Rp300 juta subsidair enam bulan kurungan. Serta membayar uang pengganti kerugian negara Rp354 juta. Jika tidak membayar, maka dipidana 10 bulan penjara.
Baca juga: MA kabulkan kasasi JPU perkara korupsi mantan Bupati Aceh Tamiang
Berdasarkan fakta di persidangan dan keterangan saksi-saksi, majelis hakim menyatakan terdakwa selaku kepala kampung pada 2021 mencairkan dana desa sebesar Rp1,4 miliar lebih. Sebagian dari dana tersebut digunakan untuk kegiatan desa dan sebagian lainnya untuk kepentingan pribadi terdakwa.
Dana desa tersebut seharusnya untuk membangun sekolah pendidikan anak usia dini, membayar honor perangkat desa, dan lainnya. Namun, terdakwa tidak menggunakan sebagaimana mestinya, tetapi digunakan untuk kepentingan pribadi.
Atas putusan tersebut, terdakwa menyatakan menerimanya. Sedangkan jaksa penuntut umum, menyatakan pikir-pikir. Majelis hakim memberikan waktu kepada jaksa penuntut umum untuk menyatakan sikap atas putusan tersebut.
Baca juga: Kronologi kasus korupsi pengaspalan jalan Aceh Tamiang