Banda Aceh (ANTARA Aceh) - Kalangan petani di Kabupaten Aceh Selatan menyatakan harga pala belum menggembirakan, karena belum seimbang antara pendapatan dengan biaya produksi.

"Harga pala di tingkat petani saat ini masih belum menggembirakan. Artinya, harga jual pala belum membuat petani lega," kata Sarbunis, petani pala asal Tapaktuan yang dihubungi dari Banda Aceh, Jumat.

Menurut Sarbunis harga pala basah di tingkat petani saat ini Rp22 ribu per bambu atau Rp17 ribu per kilogram. Harga tersebut masih bertahan sejak dua minggu terakhir.

Sebelumnya, harga pala basah sempat turun di harga Rp19 ribu per bambu atau Rp14.500 per kilogram. Harga tersebut sempat bertahan setahun terakhir.

Kendati harga naik, namun belum menggembirakan bagi petani. Sebab, biaya produksi yang dikeluarkan petani tidak seimbang dengan pendapatan yang diterima.

"Dengan harga tersebut, masih membuat petani belum merasa nyaman. Kami berharap harga pala basah naik hingga di titik ideal, sehingga petani tidak dirugikan," kata Sarbunis.

Sarbunis yang juga anggota Forum Pala Aceh (FPA) mengatakan, idealnya harga pala basah di tingkat petani Rp30 ribu per bambu atau Rp25 ribu per kilogram.

"Dengan harga ideal seperti itu, petani pala bisa nyaman. Mereka bisa memenuhi kebutuhan keluarga, tanpa harus memikirkan sumber pendapatan ekonomi keluarga lainnya," kata Sarbunis.

Sarbunis mengalkulasikan bahwa harga sebambu pala atau ukuran dua liter Rp30 ribu bisa membeli sebambu beras dan ditambahkan berbagai kebutuhan pokok keluarga.

"Satu bambu beras standar Rp18 ribu. Selebih Rp12 ribu untuk membeli ikan dan bumbu serta membiayai kebutuhan anak sekolah," kata Sarbunis mengungkapkan.

Sarbunis berharap ada kebijakan dari pemerintah daerah menetapkan harga standar pala basah, sehingga tidak ada permainan harga yang diduga dilakukan oleh toke atau pedagang pengumpul.

"Penetapan harga standar ini merupakan jaminan dari pemerintah, sehingga petani pala tidak merasa dipermainkan. Dengan demikian, petani pala bisa sejahtera dan mampu menyekolahkan anak-anaknya," kata Sarbunis.

Selama ini, kata dia, dengan harga pala yang belum menggembirakan, membuat semangat kalangan petani pala semakin berkurang. Kondisi ini diperparah dengan maraknya penyakit tanaman pala yang hingga kini belum ada obatnya.

Sarbunis mengatakan, akibat semakin rendahnya semangat tersebut, tidak sedikit petani yang menelantarkan tanaman pala. Mereka beralih mencari mata pencaharian lain.

"Tidak sedikit petani yang tidak lagi serius mengurusi tanaman palanya. Dan ada yang beralih menanam tanaman komoditi lainnya, seperti jengkol, kemiri dan lainnya," kata dia.

Jika kondisi ini dibiarkan berlarut-larut, sebut Sarbunis, maka tanaman identitas masyarakat Aceh Selatan akan beralih ke tanaman lain. Aceh Selatan yang dikenal dengan sentra produksi pala, bukan tidak mungkin beberapa tahun ke depan hanya tinggal kenangan.

"Masyarakat tentu tidak menginginkan kondisi ini terjadi. Pala sudah menjadi identitas petani di Aceh Selatan. Karena itu, pemerintah daerah harus berani menetapkan standarisasi harga yang ideal," kata Sarbunis.

Pewarta: Pewarta : M Haris SA

Uploader : Salahuddin Wahid


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2016