Pemerintah Aceh melalui Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Aceh mengingatkan para masyarakat nelayan di tanah rencong untuk tidak menggunakan pukat trawl (harimau) sebagai alat menangkap ikan di perairan Aceh. 

"Kami berharap kepada nelayan Aceh jangan lagi menggunakan pukat harimau karena bisa merusak habitat ikan kita," kata Kepala DKP Aceh Aliman, di Banda Aceh, Jumat.

Terhadap penggunaan pukat trawl, kata Aliman, pihaknya selalu konsisten melakukan pengawasan di laut sebagai upaya mencegah adanya operasi penangkapan ikan memakai alat yang dilarang di Indonesia itu.

Aliman menyampaikan, selama ini memang masih banyak laporan yang diterima terkait aktivitas pencurian ikan menggunakan pukat trawl di laut Aceh. Terutama saat malam hari ketika kondisi di lautan tidak terpantau.

"Karena kemampuan pengawasan kita masih rendah, belum punya kapal pengawas. Maka selama ini kami intens berkomunikasi dengan PSDKP serta petugas pengawas kita di lapangan," ujarnya.

Mencegah maraknya penggunaan pukat trawl, lanjut Aliman, pihaknya juga terus mengimbau nelayan melalui pelabuhan di seluruh pesisir Aceh serta lembaga Panglima Laot (laut) agar masyarakat tidak menggunakan alat tangkap tersebut.

Dalam kesempatan ini, Aliman juga mengingatkan kepada para nelayan Aceh bahwasanya penggunaan pukat trawl sangat berbahaya, karena bisa menyapu dasar perairan, sehingga dapat merusak habitat ikan di perairan tersebut.

"Kalau habitat rusak tentu akan mengganggu siklus hidup dari ikan. Kalau siklus terganggu, tentu kemampuan dia untuk bisa kembali pulih itu rendah, dan menyebabkan jumlah ikan semakin menurun," kata Aliman.

Aliman menuturkan, langkah yang telah dilakukan selama ini terhadap nelayan yang menggunakan pukat trawl tersebut, yaitu memberikan pembinaan dan sosialisasi jika baru pertama sekali ketahuan. Terutama bagi nelayan kecil. 

"Tetapi kalau sudah pernah tertangkap sekali, kemudian ditangkap lagi, maka dilakukan proses lebih lanjut sesuai peraturan perundang-undangan berlaku. Karena mereka sudah pernah diberikan pembinaan," ujarnya. 

Aliman menyebutkan, adapun sanksi yang diberikan kepada nelayan pengguna pukat harimau tersebut yakni sesuai amanat pasal 85 UU Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan, bisa dihukum dengan pidana penjara maksimal lima tahun dan denda paling banyak Rp2 miliar. 

"Kemudian, terkait masalah penggunaan pukat harimau ini juga sudah dilarang dalam qanun (peraturan daerah) Aceh Nomor 7 Tahun 2010. Dilarang menggunakan alat tangkap trawl dan sejenisnya, dan sanksinya juga sesuai dengan UU Perikanan," demikian Aliman.

 

Pewarta: Rahmat Fajri

Editor : Heru Dwi Suryatmojo


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2022