Tapaktuan (ANTARA Aceh) - Bandan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Aceh Selatan melakukan normalisasi sejumlah sungai yang sudah dangkal akibat tertimbun sedimen lumpur untuk mencegah semakin parahnya dampak yang ditimbulkan oleh bencana banjir.

Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Aceh Selatan, Rahmad Humaidi di Tapaktuan, Senin menyatakan, pihaknya terus melakukan berbagai langkah untuk mengantisipasi dampak yang ditimbulkan akibat bencana banjir.

Selain normalisasi, BPBD juga melakukan pembangunan tanggul break water di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) termasuk pembersihan drainase atau saluran pembuang air dalam pemukiman penduduk yang dinilai rawan terjadi bencana banjir.

"Aceh Selatan yang merupakan salah satu daerah yang dikategorikan rawan bencana di Provinsi Aceh memang harus mendapat perhatian secara serius dalam hal pencegahan dampak bencana alam. Belajar dari kejadian sebelumnya, maka kita terus melakukan berbagai upaya agar dampaknya tidak menimbulkan kerugian yang besar bagi masyarakat," kata Rahmad.

Dia menyatakan, dari beberapa jenis bencana alam yang terjadi, bencana banjir dan abrasi laut merupakan kejadian yang sangat sering terjadi sehingga sangat meresahkan masyarakat setempat.

Dia menyebutkan, untuk bencana abrasi laut puncaknya yang paling parah telah terjadi sejak bulan Maret hingga Juli 2016, sedangkan bencana banjir baik banjir luapan maupun banjir bandang, meskipun sebelumnya telah terjadi tapi puncak paling parah biasanya akan terjadi di setiap penghujung tahun mulai bulan Oktober hingga Desember.

Menurut Rahmad, terhadap ancaman bencana tersebut sampai saat ini belum mampu dicari solusi konkrit oleh pihaknya karena terkendala ketersediaan anggaran.

Beberapa langkah yang telah mampu dilakukan hanya baru sebatas penanggulangan secara darurat dan sebagian lagi baru mampu direalisasikan secara permanen.

"Sebenarnya, untuk mengatasi persoalan abrasi laut dan banjir luapan di Aceh Selatan adalah dengan cara membangun tanggul break water di sepanjang pantai maupun sungai. Namun yang menjadi kendala selama ini adalah untuk merealisasikan proyek tersebut membutuhkan anggaran mencapai Rp1,7 triliun sehingga hal itu tidak mungkin mampu dipenuhi secara sekaligus," papar Rahmad Humaidi.

Solusinya, kata dia, dengan cara memetakan duduk persoalan untuk mengetahui yang mana menjadi skala prioritas untuk ditangani segera sesuai ketersediaan anggaran.

Menurut dia, sepanjang dua tahun terakhir pihaknya telah berhasil membangun tanggul break water di beberapa DAS di daerah itu yang dinilai membutuhkan penanganan mendesak.

Selain tanggul, lanjut dia, pihaknya juga telah meluruskan sejumlah muara aliran sungai termasuk melakukan pengerukan untuk mengantisipasi parahnya dampak bencana di daerah yang termasuk rawan bencana alam di Provinsi Aceh tersebut.

Pasalnya akibat dangkalnya sungai dimaksud telah memicu seringnya terjadi banjir luapan setiap kali wilayah itu digenangi hujan lebat, sehingga menggenangi pemukiman penduduk serta lahan pertanian warga setempat.

Banjir akibat semakin dangkalnya sungai tersebut juga telah memperparah terjadinya pengikisan tebing (erosi) sungai yang berdampak kepada ambruknya lahan tanah ke dasar sungai, katanya.

Namun terkait ancaman banjir tersebut, tidak semuanya harus ditangani dengan normalisasi sungai atau pembangunan tanggul, tapi ada juga kasus yang membutuhkan kebijakan berani dari pemerintah daerah dan masyarakat setempat untuk bersedia di relokasi, ujar dia.

"Seperti kejadian kasus yang dialami oleh masyarakat Desa Beutong, Kecamatan Kota Bahagia. Sebab jika selama tiga jam saja diguyur hujan lebat langsung banjir. Dan jika sudah banjir maka wilayah perkampungan tersebut langsung terkurung. Solusi tepat untuk mengatasi persoalan itu hanya dengan cara relokasi," ungkapnya.

Demikian juga terkait bencana abrasi laut yang sangat meresahkan masyarakat yang bermukim di sepanjang pantai.

Menurut dia, Pemkab Aceh Selatan menghadapi kendala yang luar biasa untuk mengatasi persoalan tersebut, sebab berdasarkan perhitungan jika ingin dibangun tanggul break water di sepanjang pantai seluruh wilayah Aceh Selatan minimal membutuhkan anggaran mencapai Rp1,7 triliun.

Karena terkendala anggaran, ujarnya, langkah penanggulangan yang baru mampu dilakukan oleh Pemkab Aceh Selatan telah membangun tanggul break water di beberapa titik lokasi yang cukup parah diterjang abrasi.

Selebih itu, kata Rahmad, Pemkab Aceh Selatan hanya mampu menanggulangi secara darurat yakni dengan cara menyusun karung yang telah diisi pasir di sepanjang pantai serta membuka mulut kuala yang telah tertimbun pasir akibat dihempas ombak yang deras.


Pewarta: Hendrik

Uploader : Salahuddin Wahid


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2016