Akses jalan penghubung antar desa di wilayah Kecamatan Karang Baru, Kabupaten Aceh Tamiang berlokasi di tengah perkebunan kelapa sawit kondisinya hancur dan berlumpur sehingga sulit dilalui masyarakat.

"Jalan yang rusak ini merupakan akses utama menghubungkan enam desa mulai dari Tanah Terban, Alur Selalas, Alur Baung,  Selele, Paya Tampah dan Alue Lhok," kata Sayed Zainal selaku Ketua Forum Corporate Social Responsibility (FCSR) Aceh Tamiang, di Karang Baru, Minggu.

"Penerima dampaknya adalah warga yaitu kesulitan menggunakan jalan saat menuju pusat kecamatan dan kabupaten," sambungnya.

Dijelaskan Sayed akses jalan desa yang bersebelahan dengan perusahaan perkebunan sawit HGU PT Socfindo dan PT PPP ini sudah lama hancur, tapi tak pernah di perbaiki.

Padahal akses tersebut juga dinikmati perusahaan untuk mengeluarkan hasil TBS dari kebun. Sayed pun mempertanyakan tanggung jawab perusahaan terkait lingkungan dan sosial.

"Ini saatnya program tanggung jawab sosial perusahaan/CSR perusahaan perkebunan tersebut harus dievaluasi atas ketidakpedulian pihak corporate terhadap lingkungan sekitar yang bersifat umum (jalan)," bebernya.

Direktur Eksekutif LSM LembAHtari ini menilai anggota dewan sebagai wakil rakyat yang memiliki kewenangan memanggil pihak perusahaan justru tidak peka terhadap keluhan-keluhan yang dialami rakyat.

Di sisi lain banyak perusahaan perkebunan tidak patuh menjalankan program CSR di lingkungan operasional mereka tapi justru diabaikan oleh dewan.

"Padahal DPRK Aceh Tamiang juga sebagai penasehat di dalam Forum CSR tetapi terkesan tidak pernah menyoroti program CSR setiap perusahaan untuk kesejahteraan masyarakat," ungkap Sayed.

Menurut laporan masyarakat setempat, kata Sayed Zainal selama ini pihak perusahaan PT Socfindo diakui ada mengerahkan alat berat ke lokasi jalan rusak tapi dinilai tidak efektif. Sebab faktor jalan rusak bukan hanya dimusim penghujan.

"Mereka (perusahaan) hanya menyekrap jalan membuang permukaan lumpur. Harusnya dilakukan peningkatan jalan, timbun menggunakan material yang dibawa dari luar," saran Sayed.

Sayed Zainal juga menyinggung peringatan Hari Sawit Indonesia ke-111 tahun yang digelar di Aceh Tamiang pada 14 Desember 2022. Peringatan HUT sawit itu dinilai belum mampu menggugah partisipasi perusahaan kebun sawit untuk bersama membangun lingkungan sekitar HGU.

"Dibalik peringatan Hari Sawit Indonesia kita prihatin dengan respon perusahaan terhadap penderitaan warga yang bertempat tinggal di sekitar wilayah HGU. Mana yang dibilang sektor perkebunan sawit salah satu penyanggah ekonomi bangsa. Faktanya siapa yang melihat kondisi jalan ini rasanya kita kembali teringat di zaman kolonial," pungkas Sayed Zainal.

Niken (43), salah seorang warga Karang Baru menyatakan akses jalan utama ini telah hancur sekitar dua bulan lalu pasca bencana banjir awal bulan November 2022. Kerusakan jalan diperparah dengan musim hujan dan dilalui kendaraan bermuatan berat.

Untuk melintasi jalan tersebut, sebut Niken warga terpaksa membuat jembatan papan di lumpur agar tidak jatuh. Titik jalan rusak paling parah berada di Desa Alur Selalas yang merupakan jalur sentral. Warga tidak tahu harus mengadu kemana lagi.

"Jalan Alur Selalas ini menghubungkan sejumlah kampung di pedalaman. Mirisnya anak sekolah juga lewat dari sini. Belum sampai sini pun pakaian mereka sudah kotor karena setiap kampung di sekitar perkebunan ini jalannya hancur," tutur Niken.
 

Pewarta: Dede Harison

Editor : Heru Dwi Suryatmojo


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2022