Tim Peneliti Pusat Riset Hukum, Islam, dan Adat (PRHIA) dari Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh menyerahkan hasil kajian hutan adat kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sebagai dasar penetapan kawasan nantinya.

"Hasil kajian hutan adat ini merupakan jawaban atas permintaan Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL) saat simposium nasional beberapa waktu lalu," kata Koordinator Tim Peneliti Adli Abdullah, di Banda Aceh, Rabu.

Hasil kajian tersebut diterima oleh Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan KLHK Bambang Supriyanto diwakili Direktur Penanganan Konflik, Tenurial, dan Hutan Adat (PKTHA) Muhammad Said, di Jakarta.

Adli menyampaikan, hasil penelitian mereka itu menjawab terkait perbedaan wilayah gampong, mukim dan pawang hutan dalam pengelolaan kawasan adat, serta apakah terdapat potensi konflik jika usulan penetapan hutan adat mukim ditetapkan nantinya.

Sementara itu, Ketua Tim Peneliti Teuku Muttaqin Mansur menjelaskan, keraguan Pemerintah RI dalam proses penetapan hutan adat Aceh yakni di Mukim Paloh, Mukim Kunyet Kecamatan Padang Tiji, dan Mukim Beungga Kecamatan Tangse, Kabupaten Pidie sebelumnya karena khawatir akan menimbulkan konflik.

Muttaqin menjelaskan, struktur pemerintahan gampong dan mukim di Aceh bukan lembaga baru. Sistem tersebut sudah ada sejak masa kerajaan Aceh. Namun, tahun 1974 dan 1979 masa orde baru lembaga mukim dihapuskan, dan yang terendah dalam pemerintahan hanya tingkat desa. 

"Meski pernah dihapuskan, tetapi mukim sebagai masyarakat hukum adat itu masih ada dengan lahirnya Perda Aceh Nomor 5 Tahun 1996," katanya.

Dalam penguasaan wilayah hutan adat, tegas Muttaqin, mukim memiliki wilayahnya sendiri berada di atas lintasan gampong-gampong, pemanfaatan dan pengelolaannya dapat diberikan kepada masyarakat gampong dalam kawasan mukim. 

Pada pengelolaan hutan adat yang menjadi keraguan Pemerintah RI, Muttaqin berpendapat bahwa sekalipun ada gampong tidak beririsan dengan hutan, asal dalam satu mukim tetap bisa memanfaatkan dan mengelola hutan adat, apalagi praktiknya sudah dilakukan secara turun temurun.

"Sehingga kecil kemungkinan terjadi konflik antara gampong dan mukim di Aceh nantinya," kata Muttaqin.

Dalam pertemuan itu, Muhammad Said mengatakan hasil kajian dari tim peneliti ini lebih meyakinkan dan menghilangkan keraguan Pemerintah RI dalam proses penetapan hutan adat mukim di Aceh.

"Selama ini ada keraguan kami terhadap potensi konflik wilayah antara gampong dan mukim terkait usulan hutan adat mukim di Aceh, kajian ini kita berharap proses usulan hutan adat segera dilanjutkan kembali," demikian Muhammad Said. 

 

Pewarta: Nurul Hasanah

Editor : M Ifdhal


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2023