Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) RI bekerja sama dengan Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh melaksanakan program identifikasi dan inventarisasi tanah ulayat di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) .

Tenaga Ahli Menteri ATR/BPN, Muhammad Adli Abdullah, Senin, di Banda Aceh mengatakan program ini merupakan yang kedua dipercayakan kepada LPPM USK yang dilaksanakan Pusat Studi Hukum Adat dan Islam USK. Sebelumnya, USK telah memiliki kesepakatan dengan Kementerian ATR/BPN sejak tahun 2021 terkait inventarisasi dan identifikasi.

“Waktu itu, kegiatan ini berlangsung di Provinsi Sumatera Barat, Kalimantan Tengah, Bali, Nusa Tenggara Timur, Papua, dan Papua Barat,” katanya.

Baca juga: USK finalisasikan program pendampingan pengelolaan gambut Aceh

Penandatanganan kerja sama itu dilakukan Adli mewakili Direktur Tanah Komunal Kerja Sama Kelembagaan dan PPAT Kementerian ATR/BPN Sepyo Achanto, dengan Pj Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) USK Prof Taufik Fuadi Abidin di Banda Aceh.

Adli menambahkan, kegiatan ini terus berlangsung pada 2022, meliputi Provinsi Sumatera Utara dan Sulawesi Tengah, Jambi, Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan.

Begitu juga tahun 2023, menurutnya, kegiatan akan dilaksanakan di sejumlah provinsi, termasuk Provinsi Aceh yang programnya sedang dikerjakan tim USK.

“Terdapat enam perguruan tinggi negeri yang terlibat dalam program identifikasi tanah ulayat di Indonesia, karena sudah memiliki nota kesepahaman dengan ATR/BPN RI, yakni Universitas Gadjah Mada, Universitas Andalas, Universitas Cendrawasih, Universitas Hasanuddin, Universitas Sumatra Utara, dan USK,“ ujarnya.

Baca juga: Mahasiswa Teknik Kimia USK raih medali emas di OSPC 2023, harumkan nama Aceh

Ia menilai kegiatan inventarisasi dan identifikasi sangat penting dalam memberikan keadilan bagi masyarakat hukum adat (MHA) di Indonesia.

“Kementerian ATR/BPN berusaha mengkonkretkan apa yang sudah dijamin dalam konstitusi Pasal 18B ayat (2) yang kiranya dibutuhkan pembuktian lapangan,” ujarnya.

Selama ini, kata dia, para peneliti sering menyebut banyak tanah ulayat yang harus diakui. Namun saat di konfirmasi di lapangan, ternyata tidak semua daerah masih memiliki.

“Makanya kita ajak perguruan tinggi yang bisa melaksanakan kegiatan ini dengan netral. Kita harapkan kegiatan ini akan menghilangkan sengketa tanah pada masa depan,” harapnya.

Menurut dia sengketa tanah telah menghabiskan banyak energi untuk menyelesaikannya. Sengketa-sengketa peninggalan masa lalu, tetap ada jalurnya untuk diselesaikan, dengan tidak melupakan agenda mempersiapkan masa depan yang lebih sejahtera.

Dengan kegiatan ini tanah-tanah hasil identifikasi dan inventarisasi akan dapat ditentukan sekaligus dengan subjeknya, yakni MHA. Kegiatan ini akan menjadi model tata cara pendaftaran tanah ulayat di seluruh Indonesia, demikian Muhammad Adli Abdullah.

Baca juga: Sebanyak 2.153 peserta SNBP lulus di USK

Pewarta: Khalis Surry

Editor : Febrianto Budi Anggoro


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2023