Pakar Ilmu Tanah dari Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh Yadi Jufri menyatakan bahwa pemotongan saluran drainase lebih praktis untuk mencegah meluasnya kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di lahan gambut yang terus terjadi di Nagan Raya, Aceh.
"Bagusnya standby dengan beko, lalu dipotong arah jalannya api, sehingga tidak menjalar lagi, itu yang paling praktis," kata Yadi Jufri, di Banda Aceh, Minggu.
Yadi mengatakan, jika dengan air saja tidak akan bisa menghentikan Karhutla di Nagan Raya, sebab apinya tidak berada di permukaan, melainkan bawah tanah. Maka dari itu pemotongan saluran drainase cukup praktis.
Baca juga: Karhutla belum ganggu penerbangan ke Nagan Raya Aceh
Malah, upaya pemadaman yang saat ini dilakukan oleh BPBD dengan penyiraman air justru akan menyebabkan polusi udara.
"Lahan gambut ini terbakarnya dari bawah. Nah, kalau disiram di atas bisa menyebabkan polusi udara. Kalau disiram pun sebenarnya tidak mungkin karena tidak cukup air," ujarnya.
Yadi menjelaskan, saat terjadi Karhutla di lahan gambut, langkah pemadaman pertama yang paling tepat dilakukan adalah menimbun api dengan tanah, bukan menyiram dengan air.
"Kalau misalnya sedikit-sedikit kita bisa timbun tanahnya untuk memperkecil kemungkinan menjalarnya api," katanya.
Lahan gambut sendiri, kata Yadi, merupakan lahan basah yang terbentuk dari pelapukan tumpukan bahan-bahan organik pada daerah rawa jenuh air, maka sebenarnya tidak mudah terbakar.
Melainkan, Karhutla akan mudah terjadi di lahan gambut yang sudah kering dan terbuka seperti ditanami sawit karena sudah terjadinya penurunan permukaan air.
"Kalau dia basah tidak terbakar pasti, tapi karena ini sudah terbuka dan permukaan air turun dan di bawahnya kering, maka terbakarlah dari bawah tanah," ujarnya.
Sementara itu, Koordinator Simpul Pantau Gambut Aceh Monalisa mengatakan potensi Karhutla di lahan gambut dapat menjadi semakin besar jika terjadi pengeringan.
"Bahkan, api kecil hingga puntung rokok yang masih memiliki bara api dapat memicu kebakaran yang bisa menyebar hingga kedalaman empat meter," kata Monalisa.
Baca juga: Karhutla belum ganggu penerbangan ke Nagan Raya Aceh
Walaupun nantinya api di permukaan sudah padam, bukan berarti api di lapisan dalam lahan gambut sudah padam. Api bisa bertahan berbulan-bulan bahkan menjalar ke tempat lain.
Berdasarkan data dari BPBD Nagan Raya, luas karhutla di lahan gambut Nagan Raya yang terjadi sejak 12 Juni lalu mencapai sekitar 23,5 hektare yang tersebar di beberapa gampong. Saat ini, BPBD Nagan Raya masih memastikan kemungkinan api yang masih menyala.
"Di Alubili sudah padam total, cuma ada sisa asap karena gambut sedangkan di Suak Puntong, masih dilakukan pengecekan karena kondisi sekarang masih hujan rintik-rintik," kata Kepala Pelaksana BPBD Nagan Raya, Irfanda Rinadi.
Baca juga: Pemadaman karhutla di Nagan Raya Aceh terkendala sumber air
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2023
"Bagusnya standby dengan beko, lalu dipotong arah jalannya api, sehingga tidak menjalar lagi, itu yang paling praktis," kata Yadi Jufri, di Banda Aceh, Minggu.
Yadi mengatakan, jika dengan air saja tidak akan bisa menghentikan Karhutla di Nagan Raya, sebab apinya tidak berada di permukaan, melainkan bawah tanah. Maka dari itu pemotongan saluran drainase cukup praktis.
Baca juga: Karhutla belum ganggu penerbangan ke Nagan Raya Aceh
Malah, upaya pemadaman yang saat ini dilakukan oleh BPBD dengan penyiraman air justru akan menyebabkan polusi udara.
"Lahan gambut ini terbakarnya dari bawah. Nah, kalau disiram di atas bisa menyebabkan polusi udara. Kalau disiram pun sebenarnya tidak mungkin karena tidak cukup air," ujarnya.
Yadi menjelaskan, saat terjadi Karhutla di lahan gambut, langkah pemadaman pertama yang paling tepat dilakukan adalah menimbun api dengan tanah, bukan menyiram dengan air.
"Kalau misalnya sedikit-sedikit kita bisa timbun tanahnya untuk memperkecil kemungkinan menjalarnya api," katanya.
Lahan gambut sendiri, kata Yadi, merupakan lahan basah yang terbentuk dari pelapukan tumpukan bahan-bahan organik pada daerah rawa jenuh air, maka sebenarnya tidak mudah terbakar.
Melainkan, Karhutla akan mudah terjadi di lahan gambut yang sudah kering dan terbuka seperti ditanami sawit karena sudah terjadinya penurunan permukaan air.
"Kalau dia basah tidak terbakar pasti, tapi karena ini sudah terbuka dan permukaan air turun dan di bawahnya kering, maka terbakarlah dari bawah tanah," ujarnya.
Sementara itu, Koordinator Simpul Pantau Gambut Aceh Monalisa mengatakan potensi Karhutla di lahan gambut dapat menjadi semakin besar jika terjadi pengeringan.
"Bahkan, api kecil hingga puntung rokok yang masih memiliki bara api dapat memicu kebakaran yang bisa menyebar hingga kedalaman empat meter," kata Monalisa.
Baca juga: Karhutla belum ganggu penerbangan ke Nagan Raya Aceh
Walaupun nantinya api di permukaan sudah padam, bukan berarti api di lapisan dalam lahan gambut sudah padam. Api bisa bertahan berbulan-bulan bahkan menjalar ke tempat lain.
Berdasarkan data dari BPBD Nagan Raya, luas karhutla di lahan gambut Nagan Raya yang terjadi sejak 12 Juni lalu mencapai sekitar 23,5 hektare yang tersebar di beberapa gampong. Saat ini, BPBD Nagan Raya masih memastikan kemungkinan api yang masih menyala.
"Di Alubili sudah padam total, cuma ada sisa asap karena gambut sedangkan di Suak Puntong, masih dilakukan pengecekan karena kondisi sekarang masih hujan rintik-rintik," kata Kepala Pelaksana BPBD Nagan Raya, Irfanda Rinadi.
Baca juga: Pemadaman karhutla di Nagan Raya Aceh terkendala sumber air
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2023