Bank Indonesia meminta agar Provinsi Aceh untuk mengurangi impor komoditas pangan atau makanan antardaerah karena berdampak pada lambatnya laju pertumbuhan ekonomi di provinsi paling barat Indonesia itu.

Kepala Bank Indonesia Provinsi Aceh Rony Widijarto di Banda Aceh, Selasa, mengatakan pertumbuhan ekonomi Aceh masih didominasi sektor primer yakni pertanian. Sejauh ini potensi sektor pertanian Aceh masih belum dioptimalkan dalam peningkatan nilai tambah dari hilirisasi.

“Kita lihat konsumsi rumah tangga (di Aceh) cukup tinggi, namun kita lihat dampaknya impor antar daerah tinggi, artinya itu (komoditi) banyak dipenuhi dari provinsi luar Aceh,” kata Rony di sela-sela acara Diseminasi Laporan Perekonomian Aceh Triwulan II 2023.

Rony menjelaskan kondisi perekonomian Aceh pada triwulan II 2023 tumbuh 4,37 persen. Angka tersebut sedikit melambat dibanding triwulan I 2023 yang tumbuh sebesar 4,63 persen.

Dari sisi permintaan, menurut dia, perlambatan pertumbuhan ekonomi Aceh pada triwulan II itu utamanya karena impor antar daerah. Artinya karena impor tersebut menjadi dampak negatif dalam pertumbuhan ekonomi. 

Impor antar daerah ini, lanjut dia, dilakukan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga masyarakat Tanah Rencong itu yang cukup tinggi, mencapai 4,82 persen pada triwulan II 2023.

“Jadi artinya dengan makanan pun bahannya ada di Aceh, namun produksinya diolah di daerah sekitarnya, seperti di Provinsi Sumatera Utara,” ujarnya.

Padahal, menurut Rony, kebutuhan konsumsi rumah tangga yang tinggi itu menjadi peluang bagi Aceh bagaimana meningkatkan industri pengolahan, sehingga menjadi produk yang bisa memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat Aceh.

“Makanya ini menjadi penting bagaimana melakukan mendorong untuk investasi dalam industri di pertanian sendiri, kalau diolah akan benar-benar memberi nilai tambah di Aceh,” ujarnya.
 

Pewarta: Khalis Surry

Editor : M.Haris Setiady Agus


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2023