Kejaksaan Tinggi Aceh menyatakan penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Aceh Barat Daya (Abdya) sudah memeriksa lebih dari 100 orang saksi terkait pengusutan dugaan tindak pidana pengelolaan tanah negara untuk perkebunan sawit secara ilegal.
Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejaksaan Tinggi Aceh Ali Rasab Lubis di Banda Aceh, Senin, mengatakan pengelolaan tanah negara secara ilegal tersebut diduga dilakukan perusahaan dengan inisial PT CA di Babahrot, Kabupaten Aceh Barat Daya.
"Saksi yang sudah dimintai lebih dari 100 orang. Penanganan perkara sudah ditingkatkan ke tahap penyidikan. Namun, penyidik belum menetapkan siapa saja tersangkanya," kata Ali Rasab Lubis.
Baca juga: Kejari Abdya sita 7.000 hektare tanah HGU PT Cemerlang Abadi
Ia mengatakan penyidik terus bekerja menemukan alat dan barang bukti. Termasuk menggandeng pihak auditor guna menghitung kerugian negara serta perekonomian negara.
"Untuk kerugian negara, masih dalam perhitungan auditor yang ditunjuk. Sedangkan estimasi kerugian dari perekonomian negara lebih dari Rp1 triliun. Kerugian dari perekonomian negara ini juga masih dalam penghitungan," kata Ali Rasab Lubis.
Menurut dia, berdasarkan hasil penyidikan awal, indikasi kerugian negara berasal dari keuntungan hasil penjualan tandan buah segar (TBS) sawit secara ilegal di atas tanah negara dengan luas 4.847,18 hektare.
Padahal, pengelolaan lahan tersebut hanya didasarkan pada rekomendasi Panitia B dan Pelaksana Tugas Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam pada 1990. Hanya berdasarkan rekomendasi tersebut, PT CA dengan leluasa mengelola tanah negara untuk perkebunan sawit.
Ali Rasab mengatakan PT CA juga merupakan pemilih hak guna usaha (HGU) dengan izin dikeluarkan pada 1990. Luas HGU yang dikelola perusahaan tersebut mencapai 7.516 hektare.
Namun dalam pengelolaannya, kata Ali Rasab Lubis, PT CA tidak melaksanakan kewajiban menjaga kelestarian lingkungan sumber daya alam serta melaksanakan kewajiban membangun kebun plasma.
"Akibatnya, menimbulkan kerugian perekonomian negara. Kerugian perekonomian negara tersebut juga diungkapkan tim penyelidik Kejaksaan Negeri Aceh Barat Daya pada saat tahapan penyelidikan," kata Ali Rasab Lubis.
Pada saat penyelidikan, kata Ali Rasab, tim Kejari Abdya memintai keterangan 32 pihak terkait dari Pemerintah Kabupaten Aceh Barat Daya, Anggota DPRK Aceh Barat Daya, Badan Pertanahan Negara (BPN) Provinsi Aceh.
Kemudian, kepala desa dan mantan kepala desa, masyarakat di sekitar tanah negara yang dikelola PT CA tanpa izin, termasuk ahli kehutanan, ahli lingkungan, dan ahli hukum agraria dari sejumlah perguruan tinggi.
"Berdasarkan hasil ekspos perkara tersebut, maka pengusutan dugaan tindak pidana korupsi kegiatan usaha perkebunan sawit di atas tanah negara oleh PT CA di Babahrot, ditingkatkan ke tahap penyidikan," kata Ali Rasab Lubis.
Baca juga: Penyidik Kejati Aceh sita dokumen PT CA terkait korupsi sawit Rp184 miliar
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2023
Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejaksaan Tinggi Aceh Ali Rasab Lubis di Banda Aceh, Senin, mengatakan pengelolaan tanah negara secara ilegal tersebut diduga dilakukan perusahaan dengan inisial PT CA di Babahrot, Kabupaten Aceh Barat Daya.
"Saksi yang sudah dimintai lebih dari 100 orang. Penanganan perkara sudah ditingkatkan ke tahap penyidikan. Namun, penyidik belum menetapkan siapa saja tersangkanya," kata Ali Rasab Lubis.
Baca juga: Kejari Abdya sita 7.000 hektare tanah HGU PT Cemerlang Abadi
Ia mengatakan penyidik terus bekerja menemukan alat dan barang bukti. Termasuk menggandeng pihak auditor guna menghitung kerugian negara serta perekonomian negara.
"Untuk kerugian negara, masih dalam perhitungan auditor yang ditunjuk. Sedangkan estimasi kerugian dari perekonomian negara lebih dari Rp1 triliun. Kerugian dari perekonomian negara ini juga masih dalam penghitungan," kata Ali Rasab Lubis.
Menurut dia, berdasarkan hasil penyidikan awal, indikasi kerugian negara berasal dari keuntungan hasil penjualan tandan buah segar (TBS) sawit secara ilegal di atas tanah negara dengan luas 4.847,18 hektare.
Padahal, pengelolaan lahan tersebut hanya didasarkan pada rekomendasi Panitia B dan Pelaksana Tugas Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam pada 1990. Hanya berdasarkan rekomendasi tersebut, PT CA dengan leluasa mengelola tanah negara untuk perkebunan sawit.
Ali Rasab mengatakan PT CA juga merupakan pemilih hak guna usaha (HGU) dengan izin dikeluarkan pada 1990. Luas HGU yang dikelola perusahaan tersebut mencapai 7.516 hektare.
Namun dalam pengelolaannya, kata Ali Rasab Lubis, PT CA tidak melaksanakan kewajiban menjaga kelestarian lingkungan sumber daya alam serta melaksanakan kewajiban membangun kebun plasma.
"Akibatnya, menimbulkan kerugian perekonomian negara. Kerugian perekonomian negara tersebut juga diungkapkan tim penyelidik Kejaksaan Negeri Aceh Barat Daya pada saat tahapan penyelidikan," kata Ali Rasab Lubis.
Pada saat penyelidikan, kata Ali Rasab, tim Kejari Abdya memintai keterangan 32 pihak terkait dari Pemerintah Kabupaten Aceh Barat Daya, Anggota DPRK Aceh Barat Daya, Badan Pertanahan Negara (BPN) Provinsi Aceh.
Kemudian, kepala desa dan mantan kepala desa, masyarakat di sekitar tanah negara yang dikelola PT CA tanpa izin, termasuk ahli kehutanan, ahli lingkungan, dan ahli hukum agraria dari sejumlah perguruan tinggi.
"Berdasarkan hasil ekspos perkara tersebut, maka pengusutan dugaan tindak pidana korupsi kegiatan usaha perkebunan sawit di atas tanah negara oleh PT CA di Babahrot, ditingkatkan ke tahap penyidikan," kata Ali Rasab Lubis.
Baca juga: Penyidik Kejati Aceh sita dokumen PT CA terkait korupsi sawit Rp184 miliar
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2023