Sejumlah akademisi dari tiga universitas di Aceh melakukan penajaman perumusan kebijakan rancangan Peraturan Gubernur (Pergub) Aceh tentang tata kelola cadangan pangan di Aceh, dalam upaya membangun ekosistem ketahanan pangan di provinsi paling barat Indonesia itu.

“Kajian cadangan pangan ini merupakan bentuk riset kolaboratif antara Universitas Syiah Kuala, UIN Ar-Raniry, Universitas Serambi Mekkah, dan Dinas Pangan Aceh,” kata Ketua Tim Perumus Pergub sekaligus Tim Peneliti Cadangan Pangan Dr T Saiful Bahri SP MP di Banda Aceh, Selasa.

Ia menjelaskan perumusan rancangan Pergub tata kelola cadangan pangan dan sistem informasi cadangan pangan Aceh sudah berlangsung sejak Mei 2023. Tentu, membutuhkan proses penyamaan persepsi serta masukan dari unsur dinas pangan kabupaten/kota, pelaku usaha, dan lumbung pangan masyarakat di Aceh.

Dia mengatakan pihaknya melakukan focus group discussion (FGD) penajaman substansi rancangan Pergub cadangan pangan itu di Kabupaten Aceh Barat untuk wilayah barat, Aceh Tengah untuk wilayah tengah dan Kota Lhokseumawe untuk wilayah timur.

“Kebijakan tata kelola cadangan pangan Aceh ini mendapatkan dukungan pendanaan riset dari program mathcing fund Kedaireka Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI,” ujar Saiful.

Ia mengatakan dalam proses perumusan Pergub cadangan pangan Aceh menghasilkan tiga inovasi yaitu, pengelolaan secara dinamis (dynamic stock), cadangan pangan untuk komersialisasi dan penyimpanan untuk buffer stock.

Kemudian, rancangan sistem pengelolaan cadangan pangan yang melibatkan Badan Usaha Milik Aceh (BUMA), serta pelibatan pembiayaan lembaga keuangan syariah dan Baitul Mal Aceh sebagai sumber pendanaan kegiatan cadangan pangan. 

“Keberadaan pergub cadangan pangan ini diharapkan dapat menjaga ketahanan pangan sekaligus menghidupkan ekosistem bisnis pangan ke depan di Aceh yang lebih baik dan modern,” kata Ketua Perhimpunan Ekonomi Pertanian (Perhepi) Aceh itu.

Selama diskusi, lanjut Saiful, pelaku usaha kilang padi di Aceh mendukung dan berharap pergub cadangan pangan Aceh bisa terwujud, agar kilang padi di Aceh terus hidup dan gabah-gabah Aceh pasca panen tidak dikirim ke luar Aceh untuk pengolahan, salah satunya Provinsi Sumatera Utara.

Dari tiga lokasi diskusi, umumnya daerah mengusulkan hal sama. Untuk wilayah tengah membutuhkan adanya lumbung beras guna mengatasi kerawanan beras. Apalagi daerah dataran tinggi Gayo itu merupakan wilayah defisit pangan pokok beras, sehingga diharapkan dapat teratasi melalui pergub cadangan pangan Aceh.

Untuk wilayah timur, lanjut dia, menghasilkan rekomendasi agar jumlah cadangan pangan diharapkan dapat mencukupi kebutuhan konsumsi masyarakat, penyaluran cadangan pangan untuk mengatasi kerawanan dan masalah kemiskinan perlu menjadi perhatian dalam rancangan pergub itu.

Para akademisi yang terlibat dalam Tim Perumus Pergub Cadangan Pangan Aceh Dr Ir Rahmat Fadhil MSc, Hafiizh Maulana SP SHI ME, dan Dr Juli Firmansyah M Pd. Menurut Rahmat, risiko kerawanan pangan masih menjadi ancaman global, nasional, dan daerah. 

“Pendekatan cadangan pangan secara dinamis menjadi solusi untuk menjaga Aceh dari ancaman bencana kerawanan pangan dan gejolak harga pangan,” kata Rahmat Fadhil.

Sementara itu, Kepala Seksi Cadangan Pangan Dinas Pangan Aceh Salman mengharapkan agar produk hukum pergub cadangan pangan juga disiapkan oleh kabupaten/kota agar adanya kesinambungan kebijakan yang akan dijalankan. 

Dia mengatakan Qanun Aceh Nomor 11 tahun 2022 tentang penyelenggaraan cadangan pangan harus dimaknai sebagai kerja kolektif antara Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota, pemerintah gampong atau desa dan masyarakat.

“Untuk mengoptimalkan pengelolaan cadangan pangan perlu dirancang juga peraturan bupati atau wali kota,” ujarnya.
 

Pewarta: Khalis Surry

Editor : M.Haris Setiady Agus


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2023