Komnas HAM Perwakilan Aceh menemukan dugaan tiga pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di 23 desa dalam Kabupaten Bener Meriah yang hidup belasan tahun berkonflik dengan gajah.

"Hasil asesmen awal terhadap laporan oleh 23 Reje (kepala desa) dan Kepala Mukim di Bener Meriah pengaduan berhubungan dengan konflik gajah-manusia di DAS Peusangan terdapat tiga dugaan pelanggaran HAM," kata Kepala Komnas HAM Perwakilan Aceh, Sepriady Utama, di Banda Aceh, Rabu.

Dugaan pelanggaran HAM yang ditemukan pertama sekali adalah pelanggaran hak untuk hidup termasuk hak atas lingkungan hidup yang baik. 

Baca juga: Warga Bener Meriah 13 tahun berkonflik dengan gajah liar

Kemudian, pelanggaran hak atas rasa aman berupa perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan hak miliknya.

"Termasuk di dalamnya pelanggaran hak atas rasa aman, tentram, dan perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu dan hak atas kebebasan gangguan terhadap tempat tinggal," ujarnya.

 

Lalu, kata Sepriady, juga adanya dugaan pelanggaran HAM ketiga yang ditemukan, yaitu hak atas kesejahteraan berupa hak keberadaan tanah ulayat masyarakat hukum adat, hak mendapat ganti kerugian, dan tidak dijaminnya lingkungan kerja/lahan kebun/pertanian yang aman.

"Hak kesejahteraan ini yang dilanggar juga termasuk hak bertempat tinggal serta berkehidupan yang layak, yaitu tidak terjaminnya hak setiap orang atas air, pangan dan sandang," katanya. 

Selain itu, lanjut Sepriady, derita masyarakat karena konflik dengan gajah liar selama belasan tahun sebagaimana aduan 23 Reje (Kepala Desa) dan Kepala Mukim di Bener Meriah bersama Walhi Aceh ke Komnas HAM Aceh pada (30/11) lalu juga telah menyebabkan terganggunya pemenuhan hak masyarakat atas pendidikan.

"Konflik gajah telah berpotensi mengganggu akses mata pencaharian, tidak mendapat jaminan keselamatan dalam bekerja dan menyebabkan terganggunya pemenuhan hak atas pendidikan, seperti terhambatnya akses memperoleh pendidikan," ujarnya.

Karena itu, Komnas HAM Perwakilan Aceh akan memberi atensi atas pengaduan/pelaporan masyarakat tersebut dengan menjadwalkan kunjungan lapangan dan meminta penjelasan kepada pemerintah dan pihak terkait lainnya.

"Sebab, tidak menutup kemungkinan konflik antara manusia dan satwa liar/gajah merupakan akibat dari eksploitasi dan eksplorasi sumber daya alam yang berlebihan," demikian Sepriady.

Baca juga: BKSDA catat konflik satwa lindung di Aceh capai 787 kali dalam lima tahun terakhir

Pewarta: Nurul Hasanah

Editor : Febrianto Budi Anggoro


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2023