Banda Aceh (ANTARA Aceh) - Pengamat hukum tata negara Refly Harun mengungkapkan pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia tidak berjalan dengan baik sebagaimana diharapkan.

"Pelaksanaan otonomi daerah tidak berjalan baik. Buktinya, masih banyak intervensi pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah," kata Refly Harun di Banda Aceh, Jumat.

Pernyataan tersebut dikemukakan Refly Harun pada diskusi membahas kontroversi antara Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang pilkada yang terkait dengan pergantian pejabat di Aceh.

Menurut Refly Harun, tidak berjalannya otonomi daerah dengan baik karena banyaknya terjadi tumpang tindih undang-undang. Terutama daerah yang menerapkan otonomi khusus seperti Aceh.

"Seharusnya, otonomi daerah harus benar-benar dilaksanakan. Jangan aturannya disentralistik, tetapi praktiknya sentralistik. Dan kondisi ini yang terjadi sekarang," ungkap dia.

Bukti tidak berjalannya otonomi daerah tersebut bisa dilihat masih kuatnya intervensi pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Misalnya dalam pembuatan peraturan daerah atau qanun di Aceh, harus dikoordinasikan dengan pemerintah pusat.

"Kalau memang ingin menerapkan otonomi daerah, maka pemerintah daerah harus diberikan kewenangan penuh. Pemerintah pusat jangan lagi mengurus yang bukan kewenangannya di daerah," kata dia.

Begitu juga di Aceh, sebut Refly Harun, sempat terjadi polemik pergantian pejabat oleh Gubernur Aceh. Ada pro kontrak menyangkut undang-undang terkait pergantian tersebut.

Pro kontra undang-undang tersebut yakni antara UU Nomor 11 Tahun 2006 dengan UU Nomor 10 Tahun 2016. Di mana, dalam UU pilkada disebutkan Gubernur dilarang melakukan pergantian pejabat enam bulan setelah penetapan pasangan calon.

"Ini kan tumpang tindih. UU Pemerintahan Aceh menyebutkan pergantian pejabat eselon merupakan kewenangan Gubernur. Sedangkan UU pilkada melarang gubernur melakukan pergantian," kata dia.

Refly Harun menyebutkan, seharusnya tidak terjadi tumpang tindih undang-undang seperti yang terjadi di Aceh. Akibat tumpang tindih ini menyebabkan dualisme yang bisa mengganggu jalannya pemerintahan.

"Tidak seharusnya undang-undang pilkada mencampuri pemerintahan. Dan aturan-aturan seperti inilah yang menyebabkan otonomi daerah tidak berjalan dengan baik," kata Refly Harun.

Pewarta: M Haris SA

Uploader : Salahuddin Wahid


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2017