Meulaboh (ANTARA Aceh) - Puluhan massa di Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh menuntut perlindungan bagi nelayan tradisional dalam pemenuhan hak normatif sebagai buruh di Indonesia.

Massa dari perwakilan nelayan, pekerja perusahaan serta dibantu mahasiswa dan LSM, mengusung spanduk menyampaikan 12 tuntutan ke pemerintah pada memperingati Hari Buruh International (May Day) 2017 di bundaran Simpang Pelor Meulaboh, Senin.

"Pemangku adat laut Aceh, Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh Barat dan semua instansi terkait untuk bertanggung jawab penuh mengenai keberlangsungan hidup nelayan tradisional," kata Deni Setiawan dalam orasinya.

Massa menuntut Pemkab Aceh Barat dan Provinsi Aceh memberikan kepastian perlindungan hukum bagi nelayan tradisional Aceh dan segera mungkin menuntaskan permasalahan enam orang nelayan Aceh Barat yang kini menjadi tahanan Kejaksaan.

Kepastian hukum yang dimaksudkan mereka adalah, Pemerintah Provinsi Aceh dan Pemkab Aceh Barat melahirkan Qanun atau Perda yang lebih spesifik melindungi buruh kalangan nelayan yang selama ini terkesan kurang mendapat perhatian.

Selain itu massa juga meneriakan tuntutan penyelesaian sengketa buruh dengan perusahaan, terutama terhadap kasus tiga pekerja wanita dengan perusahaan distributor di Aceh Barat yang didiskriminasi oleh kebijakan pimpinan perusahaan tersebut.

Sebagian peserta aksi mengenakan topeng, dalam orasinya menyampaikan bahwa topeng itu sebagai simbol tindakan tersembunyi, sindiran kebijakan pemerintah yang dinilai lebih peduli pada pemilik modal besar dan pengusaha yang berinvestasi di Aceh.

"Hari ini kenapa kami perwakilan bertopeng, sebagai rakyat kecil, kami mengingatkan, topeng ini melindungi pemilik modal lebih besar, sementara rakyat kecil yang selalu jadi sasaran kebijakan yang tidak mencerminkan rasa keadilan," tegas orator lainnya.

Adapun 12 tuntutan yang disampaikan yang disampaikan tersebut yakni, Pemerintah Aceh harus sesegera mungkin menuntaskan permasalahan nelayan tradisional, kedua mendesak adanya keseluruhan jaminan kesehatan bagi buruh Aceh Barat.

Ketiga mendesak Pemprov Aceh memberikan keseteraan Upah Minimum Provinsi (UMP), keempat buruh di Aceh Barat harus diberikan hak bersertifikasi, kelima mendesak Dinas Tenagakerja Aceh Barat menyediakan mediator ketenagakerjaan.

Keenam meminta setiap perusahaan harus menerapkan Peraturan Menteri (Permen) Ketenagakerjaan Tentang Jam Kerja, ketujuh mendesak adanya realisasi Undang-Undang K3 nomor 1 Tahun 1970 disetiap perusahaan di Aceh Barat.

Delapan mendesak pemerintah memberi sanksi dan mengawasi perusahaan di Aceh Barat yang memberikan upah di bawah UMR, kesembilan menuntut penghapusan outsorching serta kejelasan status buruh di Indonesia.

Kemudian ke 10 massa mendesak Pemprov Aceh melahirkan Qanun (perda) dan Qanun Aceh Barat yang bersifat melindungi buruh nelayan tradisional, ke-11 mendesak panglima laot, DKP dan semua instansi bertangung jawab melindungi nelayan dan ke-12 massa menyampaikan sikap menolak PP 78 tahun 2015 tentang Pengupahan.

Pewarta: Anwar

Uploader : Salahuddin Wahid


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2017