Kepala Kejaksaan Negeri Aceh Barat, Siswanto menyebutkan putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Meulaboh, yang sebelumnya memvonis empat terpidana pembawa puluhan etnis Rohingya ke Aceh telah sesuai dengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) setempat, terkait pelanggaran Undang-Undang Keimigrasian.
“Putusan majelis hakim terhadap keeempat terpidana masing-masing Erpan, Harfadi, Muchtar, Herman Saputra, terbukti sesuai dengan dakwaan alternatif kedua terpidana terbukti melanggar Pasal 114 ayat (2) Undang - Undang Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian dan atau Pasal 55 Ayat (1) ke 1e KUHPidana dengan ancaman pidana maksimal dua tahun penjara,” kata Siswanto kepada ANTARA di Meulaboh, Kamis.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Aceh Barat menuntut keempat terdakwa dengan tuntutan bervariasi yaitu Herman Saputra dituntut 1 tahun 8 bulan kurungan penjara, dan ketiga rekannya Erpan, Harfadi dan Muchtar, dituntut masing-masing selama 1 tahun 6 bulan pidana penjara dan pidana denda.
Dalam putusan pada tanggal 3 September 2024 lalu, majelis hakim Pengadilan Negeri Meulaboh, Aceh Barat, menjatuhkan pidana kepada keempat terdakwa dalam kasus penyelundupan imigran ilegal Erpan, Harfadi, Muchtar dan Herman Saputra dengan hukuman pidana penjara secara bervariasi.
Terpidana Erpan, Harfadi dan Muchtar dijatuhi hukuman satu tahun penjara dan pidana denda masing-masing sebesar Rp15 juta per orang.
Hakim juga memvonis Herman Saputra dengan pidana kurungan penjara selama 14 bulan atau satu tahun dua bulan, dengan pidana denda sebesar Rp35 juta.
Keempat terpidana dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penanggung jawab alat angkut, yang sengaja turut serta menaikkan penumpang yang tidak melalui petugas pemeriksa pendaratan di Tempat Pemeriksaan Imigrasi, sebagai mana dakwaan alternatif kedua.
Ada pun dakwaan alternatif kedua tersebut keempat terpidana terbukti melanggar Pasal 114 ayat (2) Undang - Undang Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian dan atau Pasal 55 Ayat (1) ke 1e KUHPidana.
Keempat terpidana sebelumnya bersama-sama melakukan penyelundupan puluhan etnis Rohingya ke daratan Aceh.
Aksi kejahatan yang diduga dilakukan oleh keempat terpidana yaitu melakukan tindak pidana atau turut serta untuk mencari keuntungan untuk diri sendiri atau orang lain atau memerintahkan orang lain, untuk mendatangkan warga asing yang tidak sah memasuki wilayah Indonesia.
Keempat terpidana masing-masing Herman Saputra, Mukhtar, Erfan dan Harfadi diduga dengan sengaja menjemput puluhan etnis Rohingya ke wilayah perairan Sabang, Aceh, pada Maret 2024 yang sebelumnya diberangkatkan menggunakan kapal dari wilayah perairan Myanmar dengan tujuan ke Malaysia dan transit di Indonesia yaitu di Aceh.
Namun setibanya di perairan Aceh Barat pada 20 Maret 2024, kapal yang ditumpangi oleh 70-an imigran gelap Rohingya terbalik akibat dihantam badai, hingga kemudian polisi menangkap keempat terpidana di lokasi terpisah.
Saksi etnis Rohingya melarikan diri
Siswanto mengatakan, keempat terpidana tersebut sebelumnya di dakwa melanggar Undang - Undang Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian karena diduga menyelundupkan 72 etnis Rohingya ke perairan Aceh pada 21 Maret 2024.
Keempat terdakwa melanggar Pasal 120 ayat (1) dan (2) dan/atau pasal 114 ayat (2) Undang - Undang Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian dan atau Pasal 55 Ayat (1) ke 1e KUHPidana,
Namun dalam fakta di persidangan, saksi yang sangat penting untuk dihadirkan yaitu tiga orang dari etnis Rohingya, diketahui telah berhasil melarikan diri dari tempat penampungan sementara di Kompleks Kantor Bupati Aceh Barat.
Sekitar 72 etnis Rohingya tersebut diketahui melarikan diri secara bertahap, sehingga jaksa yang membutuhkan keterangan para saksi, tidak bisa menghadirkan para etnis Rohingya ke muka persidangan karena tidak diketahui lagi keberadaan nya.
“Makanya yang bisa kita hadirkan ke muka persidangan seperti Kepala Kesbangpol Aceh Barat karena yang bertanggungjawab dengan para pengungsi, termasuk petugas kepolisian yang melakukan penangkapan, dan saksi ahli. Sedangkan saksi dari etnis Rohingya tidak bisa kami hadirkan karena telah melarikan diri seluruhnya,” kata Siswanto.
Siswanto menyebutkan, karena tidak adanya saksi etnis Rohingya yang bisa dihadirkan ke pengadilan, sehingga kemudian para terdakwa tidak terbukti dakwaan primer, melainkan terbukti sesuai dakwaan Pasal 114 ayat (2) Undang - Undang Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian dan atau Pasal 55 Ayat (1) ke 1e KUHPidana.
Majelis hakim kemudian memutuskan pidana penjara 2/3 dari tuntutan jaksa penuntut umum, sehingga dengan putusan tersebut para terdakwa menerima sehingga telah dieksekusi ke Lapas Kelas II B Meulaboh untuk menjalani hukuman penjara sesuai putusan hakim.
Terpidana Erpan, Harfadi dan Muchtar dijatuhi hukuman satu tahun penjara dan pidana denda masing-masing sebesar Rp15 juta per orang.
Hakim juga memvonis Herman Saputra dengan pidana kurungan penjara selama 14 bulan atau satu tahun dua bulan, dengan pidana denda sebesar Rp35 juta.
“Saya kecewa sebenarnya saksi dari Rohingya tidak bisa dihadirkan karena sudah melarikan diri, sehingga dalam persidangan kami hanya bisa menghadirkan saksi yang berasal dari Aceh Barat dan saksi penting lainnya,” demikian Siswanto.
Sebelumnya, Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat empat orang terpidana dalam kasus dugaan pelanggaran Undang-Undang Keimigrasian terkait penyelundupan puluhan etnis Rohingya, saat ini sudah dinyatakan bebas bersyarat setelah menjalani pidana kurungan penjara selama 2/3 dari total masa kurungan.
“Keempat terpidana masing-masing Erpan, Harfadi, Muchtar, Herman Saputra sudah bebas sesuai syarat,” kata Kepala Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan (KPLP) Kelas II B Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat, Ganda Fernandi kepada ANTARA di Meulaboh, Rabu.
Ganda Fernandi mengatakan keempat terpidana dinyatakan bebas bersyarat pada tanggal 17 Oktober 2024 lalu, setelah menjalani kurungan penjara 2/3 dari total masa kurungan.
Ia menyebutkan, hitungan 2/3 dari masa tahanan tersebut dihitung sejak para terpidana pertama sekali dilakukan penahanan oleh Polres Aceh Barat sejak akhir bulan Maret 2024 lalu.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2024
“Putusan majelis hakim terhadap keeempat terpidana masing-masing Erpan, Harfadi, Muchtar, Herman Saputra, terbukti sesuai dengan dakwaan alternatif kedua terpidana terbukti melanggar Pasal 114 ayat (2) Undang - Undang Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian dan atau Pasal 55 Ayat (1) ke 1e KUHPidana dengan ancaman pidana maksimal dua tahun penjara,” kata Siswanto kepada ANTARA di Meulaboh, Kamis.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Aceh Barat menuntut keempat terdakwa dengan tuntutan bervariasi yaitu Herman Saputra dituntut 1 tahun 8 bulan kurungan penjara, dan ketiga rekannya Erpan, Harfadi dan Muchtar, dituntut masing-masing selama 1 tahun 6 bulan pidana penjara dan pidana denda.
Dalam putusan pada tanggal 3 September 2024 lalu, majelis hakim Pengadilan Negeri Meulaboh, Aceh Barat, menjatuhkan pidana kepada keempat terdakwa dalam kasus penyelundupan imigran ilegal Erpan, Harfadi, Muchtar dan Herman Saputra dengan hukuman pidana penjara secara bervariasi.
Terpidana Erpan, Harfadi dan Muchtar dijatuhi hukuman satu tahun penjara dan pidana denda masing-masing sebesar Rp15 juta per orang.
Hakim juga memvonis Herman Saputra dengan pidana kurungan penjara selama 14 bulan atau satu tahun dua bulan, dengan pidana denda sebesar Rp35 juta.
Keempat terpidana dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penanggung jawab alat angkut, yang sengaja turut serta menaikkan penumpang yang tidak melalui petugas pemeriksa pendaratan di Tempat Pemeriksaan Imigrasi, sebagai mana dakwaan alternatif kedua.
Ada pun dakwaan alternatif kedua tersebut keempat terpidana terbukti melanggar Pasal 114 ayat (2) Undang - Undang Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian dan atau Pasal 55 Ayat (1) ke 1e KUHPidana.
Keempat terpidana sebelumnya bersama-sama melakukan penyelundupan puluhan etnis Rohingya ke daratan Aceh.
Aksi kejahatan yang diduga dilakukan oleh keempat terpidana yaitu melakukan tindak pidana atau turut serta untuk mencari keuntungan untuk diri sendiri atau orang lain atau memerintahkan orang lain, untuk mendatangkan warga asing yang tidak sah memasuki wilayah Indonesia.
Keempat terpidana masing-masing Herman Saputra, Mukhtar, Erfan dan Harfadi diduga dengan sengaja menjemput puluhan etnis Rohingya ke wilayah perairan Sabang, Aceh, pada Maret 2024 yang sebelumnya diberangkatkan menggunakan kapal dari wilayah perairan Myanmar dengan tujuan ke Malaysia dan transit di Indonesia yaitu di Aceh.
Namun setibanya di perairan Aceh Barat pada 20 Maret 2024, kapal yang ditumpangi oleh 70-an imigran gelap Rohingya terbalik akibat dihantam badai, hingga kemudian polisi menangkap keempat terpidana di lokasi terpisah.
Saksi etnis Rohingya melarikan diri
Siswanto mengatakan, keempat terpidana tersebut sebelumnya di dakwa melanggar Undang - Undang Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian karena diduga menyelundupkan 72 etnis Rohingya ke perairan Aceh pada 21 Maret 2024.
Keempat terdakwa melanggar Pasal 120 ayat (1) dan (2) dan/atau pasal 114 ayat (2) Undang - Undang Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian dan atau Pasal 55 Ayat (1) ke 1e KUHPidana,
Namun dalam fakta di persidangan, saksi yang sangat penting untuk dihadirkan yaitu tiga orang dari etnis Rohingya, diketahui telah berhasil melarikan diri dari tempat penampungan sementara di Kompleks Kantor Bupati Aceh Barat.
Sekitar 72 etnis Rohingya tersebut diketahui melarikan diri secara bertahap, sehingga jaksa yang membutuhkan keterangan para saksi, tidak bisa menghadirkan para etnis Rohingya ke muka persidangan karena tidak diketahui lagi keberadaan nya.
“Makanya yang bisa kita hadirkan ke muka persidangan seperti Kepala Kesbangpol Aceh Barat karena yang bertanggungjawab dengan para pengungsi, termasuk petugas kepolisian yang melakukan penangkapan, dan saksi ahli. Sedangkan saksi dari etnis Rohingya tidak bisa kami hadirkan karena telah melarikan diri seluruhnya,” kata Siswanto.
Siswanto menyebutkan, karena tidak adanya saksi etnis Rohingya yang bisa dihadirkan ke pengadilan, sehingga kemudian para terdakwa tidak terbukti dakwaan primer, melainkan terbukti sesuai dakwaan Pasal 114 ayat (2) Undang - Undang Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian dan atau Pasal 55 Ayat (1) ke 1e KUHPidana.
Majelis hakim kemudian memutuskan pidana penjara 2/3 dari tuntutan jaksa penuntut umum, sehingga dengan putusan tersebut para terdakwa menerima sehingga telah dieksekusi ke Lapas Kelas II B Meulaboh untuk menjalani hukuman penjara sesuai putusan hakim.
Terpidana Erpan, Harfadi dan Muchtar dijatuhi hukuman satu tahun penjara dan pidana denda masing-masing sebesar Rp15 juta per orang.
Hakim juga memvonis Herman Saputra dengan pidana kurungan penjara selama 14 bulan atau satu tahun dua bulan, dengan pidana denda sebesar Rp35 juta.
“Saya kecewa sebenarnya saksi dari Rohingya tidak bisa dihadirkan karena sudah melarikan diri, sehingga dalam persidangan kami hanya bisa menghadirkan saksi yang berasal dari Aceh Barat dan saksi penting lainnya,” demikian Siswanto.
Sebelumnya, Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat empat orang terpidana dalam kasus dugaan pelanggaran Undang-Undang Keimigrasian terkait penyelundupan puluhan etnis Rohingya, saat ini sudah dinyatakan bebas bersyarat setelah menjalani pidana kurungan penjara selama 2/3 dari total masa kurungan.
“Keempat terpidana masing-masing Erpan, Harfadi, Muchtar, Herman Saputra sudah bebas sesuai syarat,” kata Kepala Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan (KPLP) Kelas II B Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat, Ganda Fernandi kepada ANTARA di Meulaboh, Rabu.
Ganda Fernandi mengatakan keempat terpidana dinyatakan bebas bersyarat pada tanggal 17 Oktober 2024 lalu, setelah menjalani kurungan penjara 2/3 dari total masa kurungan.
Ia menyebutkan, hitungan 2/3 dari masa tahanan tersebut dihitung sejak para terpidana pertama sekali dilakukan penahanan oleh Polres Aceh Barat sejak akhir bulan Maret 2024 lalu.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2024