Tapaktuan (ANTARA Aceh) - Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Wilayah VI Subulussalam, Provinsi Aceh secara tiba-tiba menghentikan pembangunan jalan dari Gampong (desa) Padang - Alue Keujrun, Kemukiman Menggamat, Kecamatan Kluet Tengah, Kabupaten Aceh Selatan.

Kepala KPH Wilayah VI Subulussalam, Irwandi M Pante saat dikonfirmasi wartawan di Tapaktuan, Rabu menyatakan, penghentian proyek yang dikerjakan CV Wahana Cipta Graha sumber  dana Otonomi Khusus (Otsus) tahun 2017 sebesar Rp1,8 miliar tersebut karena masuk ke Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) yang kelestariannya harus dilindungi.

"Benar, kami telah menghentikan proses pekerjaan proyek tersebut karena berdasarkan pencarian titik koordinat menggunakan GPS, lokasi yang dilakukan pembukaan jalan baru tersebut jelas-jelas masuk dalam kawasan hutan lindung sesuai peta wilayah yang dikeluarkan oleh Kementerian Kehutanan," kata Irwandi.

Terkait tindaklanjut dari keputusan itu, Irwandi mempersilahkan wartawan untuk mengonfirmasi secara langsung kepada pihak Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Aceh Selatan, karena pekerjaan proyek dimaksud berada dibawah pengelolaan dinas tersebut.

"Untuk perkembangan selanjutnya silahkan tanyakan langsung kepada pihak Dinas PUPR Aceh Selatan, sebab proyek itu dibawah pengelolaan mereka," kata Irwandi.

Sementara itu, Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) proyek tersebut di Dinas PUPR Aceh Selatan, Irfan mengatakan bahwa proses pekerjaan proyek yang sempat dihentikan oleh pihak KPH Wilayah VI Subulussalam tersebut tetap dilanjutkan.           
    
Hanya saja, kata dia, khusus terhadap lokasi pekerjaan proyek yang dinyatakan masuk dalam kawasan hutan lindung sepanjang lebih kurang 400 meter saja yang tidak dilanjutkan lagi.

"Dari panjang keseluruhan pembangunan jalan mulai dari Gampong Padang-Alue Keujrun tersebut, hanya sekitar 400 meter yang masuk dalam kawasan hutan lindung. Karena sudah dilarang oleh pihak KPH Wilayah VI, maka khusus lokasi tersebut saja yang tidak dilanjutkan lagi pekerjaannya," kata Irfan.

Menyangkut lokasi pekerjaan proyek tersebut dinyatakan masuk dalam kawasan hutan lindung, Irfan mengaku bahwa pihaknya tidak tahu. Karena jauh-jauh hari sebelumnya, paket pekerjaan proyek tersebut memang telah diprogramkan oleh pihak terkait menindaklanjuti aspirasi masyarakat setempat.

"Kami hanya sebagai pelaksana kegiatan bukan sebagai pengusul program. Tapi setahu saya, program pembangunan jalan tersebut memang permintaan masyarakat setempat. Karena selama ini belum ada akses transportasi jalan untuk menuju ke Gampong Alue Keujruen," ujar dia.

Karena belum ada akses jalan, masyarakat setempat terpaksa harus melalui sungai untuk menuju ke pusat kecamatan ataupun sebaliknya menggunakan perahu bermesin robin ukuran kecil dengan masa tempuh perjalanan sekitar 2-3 jam, ujar dia.

Karena itu, solusi satu-satunya untuk menembus keterisoliran Gampng Alue Keujrun adalah harus dilakukan pembukaan jalan," papar dia.

Karena itu, sambung Irfan, terkait penghentian pekerjaan proyek sepanjang lebih kurang 400 meter lagi yang diklaim masuk kawasan hutan lindung tersebut, saat ini sedang dicari solusi penyelesaian secara konkrit oleh pejabat terkait.

"Mengenai persoalan itu sedang dicari solusi oleh Kepala Dinas PUPR, Pak Bahrum. Saya tidak tahu secara persis terkait tindaklanjutnya karena saya hanya sebagai pelaksana di lapangan," ujar Irfan.

Ia menyebutkan realisasi progress pekerjaan proyek di lapangan sejauh ini sudah mencapai 30 persen lebih.

Keterangan yang dihimpun di Tapaktuan, Senin (16/10) menyangkut penghentian pekerjaan proyek secara tiba-tiba oleh pihak KPH wilayah VI tersebut  telah menjadi topik pembicaraan luas di kalangan masyarakat dan pegiat LSM di daerah itu.

Soalnya, penghentian pekerjaan proyek justru dilakukan oleh pihak KPH Wilayah VI disaat proses pekerjaan proyek sedang berlangsung. Dimana kontraktor pemenang tender sudah menandatangani kontrak kerja dengan pihak dinas terkait.

Ada dua point yang ditangkap wartawan yang menjadi pertanyaan kalangan masyarakat dan pegiat LSM di daerah itu, pertama teknis penyelesaian bagaimana yang akan dilakukan oleh Pemkab Aceh Selatan dengan pihak kontraktor yang telah menandatangani kontrak.

Kemudian terjadinya persoalan tersebut apakah memang kelalaian pihak dinas terkait yang tidak mengindahkan batas kawasan hutan lindung sehingga tetap memaksakan pekerjaan proyek di lokasi tersebut atau memang disengaja penetapan lokasi proyek di dalam kawasan hutan lindung.

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Aceh Selatan, Mufti A Bakar yang dimintai tanggapannya terkait persoalan ini tidak bersedia memberikan penjelasan secara implisit karena beralasan sedang dalam perjalanan.

Namun sebelumnya, Mufti A Bakar mengaku bahwa jauh-jauh hari pihaknya sudah pernah mengusulkan revisi batas kawasan hutan lindung di hampir seluruh wilayah kecamatan dalam kabupaten setempat ke Kementerian Kehutanan.

"Bahkan usulan tersebut juga sudah dimasukkan dalam rancangan tata ruang wilayah (RTRW) Aceh Selatan yang telah mendapat pengesahan bersama DPRK beberapa waktu lalu. Hal ini juga sudah beberapa kali dibicarakan oleh Bupati Aceh Selatan HT Sama Indra dengan Dirjen Planologi Kementerian Kehutanan. Namun sayangnya, usulan yang sangat dinanti-nantikan dan diharapkan oleh masyarakat tersebut belum ada tindaklanjut yang konkrit di lapangan," sesal Mufti.

 

Pewarta: Hendrik

Uploader : Salahuddin Wahid


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2017