Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Gampong (DPMG) Aceh Iskandar mengimbau seluruh desa sangat tertinggal di Aceh untuk menggunakan data Indeks Desa Tahun 2025 sebagai dasar penyusunan perencanaan pembangunan desa tahun 2026. 

“Kami mengharapkan pada tahun 2026 ini, jumlah desa sangat tertinggal di Aceh semakin berkurang, harus mampu membuat perencanaan yang lebih berkualitas, pemerintah desa harus lebih memahami apa yang menjadi permasalahan di desanya dan mampu menyelesaikan sesuai kewenangan desanya masing-masing,” kata Iskandar di Banda Aceh, Selasa.

Hal itu disampaikan dalam sambutan dan arahan kepada seluruh kepala desa dan operator desa yang memiliki status Gampong Sangat Tertinggal Tahun 2025 di Aceh pada sosialisasi dan bimbingan teknis Data Indeks Desa 2025 dengan tema “Optimalisasi Data Indeks Desa sebagai Basis Data Perencanaan Pembangunan Gampong Berkualitas Menuju Aceh Hebat” yang digelar pada 17-19 November 2025 di Banda Aceh. 

Iskandar menjelaskan bahwa pemerintah kini menggunakan Indeks desa sebagai instrumen evaluasi yang mengukur enam dimensi utama, yakni layanan dasar, sosial, ekonomi, lingkungan, aksesibilitas, dan tata kelola. Indeks ini menjadi dasar penyusunan kebijakan pembangunan desa yang lebih tepat sasaran. 

Baca: DPMG: Jumlah desa sangat tertinggal terus berkurang di Aceh

“Setiap dimensi indeks desa memiliki indikator yang disusun berdasarkan prinsip interoperabilitas data merupakan kemampuan data untuk dipertukarkan, dibaca, dipahami, dan digunakan kembali oleh berbagai sistem, aplikasi, atau lembaga secara otomatis serta terintegrasi dalam sistem satu data Indonesia guna melihat perkembangan kemajuan suatu desa,” katanya. 

Karena itu, dia menekankan bahwa Indeks Desa menjadi data pokok pembangunan yang tidak boleh salah diinput. Kesalahan penginputan akan menimbulkan dampak terhadap perencanaan pembangunan desa yang berakibat pada ketidaktepatan sasaran program. 

Dia juga menyampaikan bahwa selama 11 tahun, pemerintah telah mengucurkan Rp49,108 triliun Dana Desa ke 6.497 gampong di Aceh, yang telah menghasilkan pembangunan fisik dan pelayanan masyarakat, termasuk 21,6 juta meter jalan desa, 75 ribu meter jembatan, 600 pasar desa, 445 unit polindes dan 662 unit posyandu, hingga lebih dari 10 ribu saluran irigasi. 

Meski demikian, ia mengakui alokasi penggunaan dana masih belum dapat menyelesaikan berbagai persoalan di Aceh seperti masih tingginya angka kemiskinan, pengangguran, stunting, serta masih terdapat gampong-gampong sangat tertinggal dan tertinggal di Aceh. 


Selain itu, mengacu pada Keputusan Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) Tahun 2025, Aceh telah memiliki 3.413 desa berkembang, 1.950 desa maju, dan 665 desa mandiri. Namun, sayangnya masih terdapat 33 desa sangat tertinggal yang tersebar di 10 Kabupaten/Kota, yaitu di Aceh Selatan 8 desa, masing-masing 6 desa di Bireuen dan Aceh Utara, 5 desa di Aceh Singkil, dua desa di Aceh Barat, serta di Pidie, Aceh Timur, Pidie Jaya, Bener Meriah, dan Subulussalam masing-masing 1 desa. 

“Data Indeks Desa 2025 menunjukkan desa sangat tertinggal masih menghadapi beragam persoalan seperti akses jalan yang buruk, tidak tersedianya listrik PLN, minimnya air bersih, belum adanya Pustu atau Polindes, wilayah rawan banjir maupun longsor, hingga terbatasnya jaringan internet serta berbagai permasalahan lainnya,” katanya. 

Ia menargetkan bahwa pada 2026 atau paling lambat 2027, jumlah desa sangat tertinggal di Aceh harus menurun drastis dan bahkan dapat dihapus. Upaya itu disebutnya dapat tercapai apabila pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota, dan desa bergerak bersama.

“Bila pemerintah Provinsi dan kabupaten/kota hingga desa berkolaborasi untuk menyelesaikan status desa sangat tertinggal sesuai dengan kewenangannya masing-masing, insyaallah akan terwujud dan dalam waktu dekat ini Pemerintah Aceh bersama tim yang telah dibentuk oleh Bappeda Aceh akan melakukan kunjungan lapangan ke kabupaten/kota yang memiliki status desa sangat tertinggal di 10 kabupaten/kota,” katanya. 

Baca: Pemprov bertekad tak ada lagi gampong sangat tertinggal di Aceh pada 2025

Dia menambahkan bahwa pemerintah kembali mengalokasikan Rp4,09 triliun Dana Desa untuk Aceh pada tahun 2026, angkanya turun dari tahun sebelumnya Rp4,7 triliun. Meski demikian, ia menegaskan bahwa desa harus tetap optimal dalam menyusun perencanaan dan menjadikan indeks tahun 2025 sebagai basis data. 

“Indeks desa tahun 2025 dapat dijadikan basis data untuk perencanaan pembangunan bagi pemerintah desa, kabupaten/kota, dan tentunya pemerintah Aceh dengan menganggarkan kegiatan-kegiatan berdasarkan skala prioritas dengan mengacu pada permasalahan-permasalahan desa yang dapat dilihat dalam indeks desa tahun 2025,” katanya. 

Sementara itu, Kepala Bidang Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat dan Keuangan Gampong (PEM&KG) DPMG Aceh, T Zulhusni, menyampaikan bahwa kegiatan ini bertujuan untuk mensosialisasikan pentingnya Indeks Desa sebagai dasar perencanaan pembangunan, memperkuat pemahaman para peserta mengenai indikator-indikator yang digunakan, serta melatih teknis penginputan data.

“Hasil yang diharapkan melalui sosialisasi dan bimbingan teknis penginputan data Indeks Desa Tahun 2025 ini adalah agar peserta memahami indikator-indikator dalam Indeks Desa, mampu menginput dimensi sesuai indikator dan sub-indikator ke dalam sistem, serta meningkatnya kualitas data desa sebagai dasar kebijakan perencanaan,” katanya.

Pewarta: Nurul Hasanah

Editor : M.Haris Setiady Agus


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2025