Meulaboh (ANTARA Aceh) - Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh, meminta nelayan untuk waspada terhadap cuaca ekstrem di Peraian Samudera Hindia yang merupakan daerah penangkapan ikan nelayan setempat.

Kepala Bidang Perikanan Tangkap pada DKP Aceh Barat, Mahli, di Meulaboh, Senin, menuturkan, bukan hanya untuk armada di bawah 10 grosstonage (GT), bahkan kapal 30 GT juga terdampak dan terhenti melaut akibat cuaca buruk di penghujung 2017 ini.

"Kalau tidak memungkinkan, kita minta nelayan untuk menahan diri tidak melaut, demi keselamatan, ketika kondisinya tenang dan bersahabat lancar kembali. Tidak mendukungnya cuaca memang salah satu kendala untuk nelayan daerah kita," katanya.

Mahli, menyampaikan, menurut kepercayaan dan ramalan para nelayan bahwa dalam setahun berjalan memang akan ada cuaca buruk, hanya saya waktu tepatnya yang kadang sulit diprediksi, akan tetapi yang paling banyak ditemukan saat pergantian musim.

Ketika dilanda angin barat, maka nelayan akan bertarung dengan gelombang tinggi dan badai di tengah laut, hal demikian kata Mahli, bukan lagi menjadi sesuatu yang mengejutkan bagi nelayan, walaupun mereka banyak tidak melaut.

Secara tidak langsung, sebutnya, kondisi demikian adalah petanda alam bagi masyarakat dan nelayan untuk beristirahat, memberikan waktu jeda bagi ikan-ikan untuk bertelur dan berkembang biak, sehingga saat cuaca mendukung bisa menangkapnya kembali.

"Untuk wilayah kita ini biasanya pada musim barat seperti sekarang ini, ombak besar, angin kencang dan nelayan sudah terbiasa. Mereka sendiri tidak kaget, mereka sudah membayangkan pada waktu-waktu tertentu akan terjadi dan harus istirahat,"imbuhnya.

Lebih lanjut disampaikan, pada prinsipnya kondisi cuaca buruk tidak mempengaruhi keberadaan ikan-ikan di tengah laut, hanya saja nelayan kecil kadang terkendala melaut, tapi ada kebiasaan ikan-ikan berpindah pada musim tertentu.

Seperti saat ini yang terjadi adalah, ikan bermigrasi atau berpindah, biasanya hal itu terjadi ketika habitat ikan terganggu oleh kondisi air yang berubah sifat dari jernih menjadi keruh ataupun menjadi dingin karena faktor cuaca dan mencari makan.

Kata Mahli, pada saat-saat terjadi "Ruaya" atau ikan migrasi untuk mencari daerah yang cocok untuk kelangsungan hidupnya, menjadi petanda alam bagi nelayan untuk menangkap gerombolan ikan pada perairan tertentu.

"Sulit kadang menemukan lokasi daerah penangkapan, namun saat migrasi itu kadang ketemu dengan nelayan, ikan berjalan pada waktu tertentu dari Samudera Hindia ke Selat Malaka atau arah laut China, misalkan,"katanya menambahkan.

Pewarta: Anwar

Uploader : Salahuddin Wahid


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2017