Singkil (Antaranews Aceh) - Ketua Majelis Adat Aceh (MAA) Kabupaten Aceh Singkil, Ustadz Roesman Hasmi menegaskan penertiban waria atau dikenal dengan lesbian gay biseksual transgender (LGBT) agar tidak dibuat dilematis ketika Aceh menertibkan syariat Islam.

"Karena produk LGBT dewasa ini sangat meresahkan masyarakat yang pengaruhnya seperti jamur di musim hujan dan melanggar norma-norma adat Aceh," katanya kepada wartawan di Singkil, Jumat.

Dikatakan, terkait aparat keamanan merazia sejumlah salon di Kecamatan Lhoksukon dan Kecamatan Tanah Jambo Aye, Aceh Utara, dan menertibkan 12 orang waria Sabtu (27/1) malam yang dipimpin Kapolres Aceh Utara AKBP Untung Sangaji tindakan yang sudah pas, karena diyakini LGBT sangat meresahkan.

"Saya menilai positif tindakan Kapolres Aceh Utara AKBP Untung Sangaji itu karena bertindak bersama dengan wilayatul hisbah (WH/polisi syariah) dan sesuai dengan syariat Islam," katanya.

"Berbeda pandangan itu sah-sah saja, namun saya meminta semua pihak hargai keistimewaan Aceh dalam melaksanakan amanah Allah SWT amar makruf nahi mungkar," tegasnya.

Dikatakan pihak luar harus menghargai adat istiadat Aceh, masyarakat Aceh tidak merasa keberatan apa yang dilakukan Untung Sangaji, bahkan mendapatkan penghargaan Rencong Aceh dari lembaga sosial masyarakat, YARA.

"Jangan saling menyalahkan, LGBT adalah penyakit sosial yang perlu pembinaan moral akhlakqul karimah baik itu penyimpangan karakter laki-laki, maupun sebaliknya wanita," ujarnya.

Dikatakan, yang laki-laki sudah jelas dengan marwah dan martabat kelaki-lakiannya, jadi kenapa pula merubah bentuk fitrah diri kita sesuai dengan kodrat yang diciptakan.

"Dalam Alquran Surat Annisa sudah jelas, laki laki itu pemimpin, panutan, kaum perempuan," ujarnya.

"Nah derajat kita sebagai kaum laki - laki kenapalah kita robah kepitrahan kita dan sebaliknya kaum hawa tentu tidak ingin menjadi kaum lelaki pula," ujar dia.

Kalau dari sudut adat istiadat, ungkapnya, ini juga pelanggaran-pelanggaran adat budaya. Apalagi dalam konteks ke Acehan yang sudah diatur baik di dalam keistimewaan dalam bidang agama maupun adat istiadat.

"Saya kira keberadaan pihak-pihak, memahamilah keberadaan Aceh bukan berarti menghilangkan nasionalis atau segala macam," ujarnya.

Tapi, lanjutnya, tetap sebagai dasar di Aceh sebagai qanun, dan tidak ada menyudutkan siapa-siapa. Namun amar makruf nahi mungkar tetap dilaksanakan dengan tegas sesuai pesan Alquran.

"Amar makruf nahimungkar tidak melanggar rambu-rambu kemanusiaan secara nasional namun kita mensinergikan saja sebenarnya, bila syariat berjalan maka tegaklah hukum di dalam pemerintahan dan kemasyarakatan," ujarnya.


Pewarta: Khairuman

Editor : Heru Dwi Suryatmojo


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2018