Singkil (Antaranews Aceh) - Pelayaran kapal fery dari Pelabuhan Penyeberangan Pulosarok, Kabupaten Singkil menuju sejumlah kepulauan mulai normal, setelah sebelumnya terhenti akibat badai dan adanya lonjakan penumpang pascalebaran Idul Fitri 1939 Hijriah.

Manajer Usaha dan Teknik PT ASDP Indonesia (Persero) Feri Pelabuhan Penyeberangan Singkil, Syahrul di Singkil, Selasa mengatakan, pelayaran KMP Teluk Singkil, KMP Labuhan Haji, dan KMP Teluk Sinabang mulai berjalan normal kendati ada sedikit riak-riak gelombang akibat badai.

"Pascalebaran untuk wilayah Singkil, KMP Labuhan Haji mulai berlayar perdana dari Singkil menuju Sinabang (Kabupaten Simuelue) pekan lalu, Selasa (19/6). Sampai di Sinabang, Rabu (20/6), terhenti karena cuaca badai dan Kamis(21/6) kapal kembali layak berlayar walaupun ada sedikit goncangan-goncangan," jelasnya.

Mulai jadwal mudik lebaran Idul Fitri hingga hari ini, kata Syahrul, menurut laporan situs www.bmkgmaritim.go.id kecepatan angin dan tinggi gelombang di Samudra Hindia tidak begitu tinggi, sehingga dipastikan masih layak dilayari.

"Walaupun secara visual di lapangan ada mendung, hujan dan angin kencang, tapi yang jelas kapal masih layak untuk dioperasikan," ujarnya.

Terkait keselamatan dan manifes penumpang, Syahrul mengatakan, pihak ASDP selalu melakukan pengecekan, baik dari sisi fisik maupun dari alam.

Kalau dari alam sudah pasti dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) atau situs www.bmkgmaritim.go.id.

Kalau BMKG mengultimatum tidak layak berlayar, maka Nakhoda Kapal ASDP mengambil kesimpulan pelayaran wajib tunda, sehingga jadwal pelayaran akan kembali setelah cuaca kembali normal.

"Artinya pihak kita selalu berorientasi kepada perakiraan cuaca secara harian, mingguan maupun bulanan," ujarnya.

Berkaca dari tragedi karamnya KM Sinar Bangun di Danau Toba, Sumatera Utara, baru baru ini, sebetulnya ASDP jauh hari sudah mempersiapkan sebab akibat seperti prosedur, yakni sebelum kapal fery berangkat petugas diwajibkan melakukan pengecekan fisik seperti mesin kapal, alat keselamatan, sertifikat kapal maupun daftar manifest penumpang agar terhindar dari hal-hal yang tak dinginkan.

Syahrul menyatakan tragedi yang terjadi di Danau Toba sebenarnya pukulan telak bagi Kementerian Perhubungan, dimana sejumlah perusahaan perkapalan mengangkut penumpang dan barang manifest tidak ada.

Bahkan alat keselamatan kurang, kemudian kapal kayu minimal 6 GT, nakhodanya wajib mempunyai sertifikat kecakapan pelayaran demi manajemen yang baik.

Pewarta: Anwar

Editor : Heru Dwi Suryatmojo


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2018