Jakarta (Antaranews Aceh) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanggapi soal pengajuan sebagai "justice collaborator" (JC) oleh Budi Mulya, terpidana perkara tindak pidana korupsi Bank Century.

"Kalau JC itu kan harus dilihat dulu. Syaratnya JC itu salah satunya adalah dia bukan pelaku utama. Yang kedua apakah dia ingin membuka kasus-kasus korupsi yang lebih besar, intinya dua itu," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif.
   
Hal tersebut dikatakannya di sela-sela acara Festival Media Digital Pemerintah "Transparansi Untuk Partisipasi" yang merupakan rangkaian acara Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2018 di Jakarta, Rabu.

"Kalau, misalnya, beliau mengajukan permohonan untuk dijadikan JC, Biro Hukum kami di KPK akan melihat, mengecek dulu fakta-fakta itu. Kalau pun nanti akan dibuka, dia buka bagian apanya," ucap Syarif.

Ia pun menegaskan bahwa penanganan kasus korupsi Bank Century tersebut masih berjalan.

"Kita kan sedang berjalan tetapi terus terang kendalanya itu sebagian pelakunya itu ada di luar negeri. Padahal itu yang paling penting," ungkap Syarif.

Sebelumnya, Anne Mulya istri Budi Mulya dan Nadia Mulya yang merupakan putri dari Budi Mulya serta ditemani oleh koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mendatangi gedung KPK, Jakarta, Rabu soal pengajuan JC dari Budi Mulya itu.

Untuk diketahui, Budi Mulya merupakan terpidana tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) kepada Bank Century dan penetapan bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.

Budi Mulya telah dijatuhi putusan kasasi pada 8 April 2015 yaitu penjara selama 15 tahun dan denda Rp1 miliar subsider 8 bulan kurungan.

Dalam pengembangan kasus itu, KPK Selasa (13/11) juga telah meminta keterangan dari mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Miranda Swaray Goeltom dan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso.

Baca juga: KPK minta keterangan Boediono kasus Bank Century

Selanjutnya pada Kamis (15/11), mantan Gubernur Indonesia dan Wakil Presiden RI 2009-2014 Boediono serta mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia Hartadi Agus Sarwono juga telah diminta keterangan dalam penyelidikan kasus korupsi Bank Century itu.

KPK tetap akan meneruskan penanganan kasus tindak pidana korupsi pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) kepada Bank Century dan penetapan bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.

Hal tersebut berdasarkan hasil kajian dan analisis yang telah dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), penyidik, dan tim yang ditunjuk pascaputusan hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Effendy Mochtar yang memerintahkan KPK tetap melanjutkan kasus Bank Century.

Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) mempraperadilankan kembali KPK karena amar putusan Praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 24/Pid.Prap/2018/PN.Jkt.Sel menyatakan memerintahkan termohon (KPK) untuk melakukan proses hukum selanjutnya sesuai dengan ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku atas dugaan tindak pidana korupsi Bank Century.

Dalam perkara tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) kepada Bank Century dan penetapan bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik, mantan Deputi Bidang IV Pengelolaan Devisa BI Budi Mulya telah dijatuhi putusan kasasi pada 8 April 2015 yaitu penjara selama 15 tahun dan denda Rp1 miliar subsider 8 bulan kurungan.

Sebelumnya pengadilan tingkat pertama memutuskan Budi Mulya dipenjara selama 10 tahun ditambah denda Rp500 juta subsider 5 bulan kurungan, kemudian putusan banding di Pengadilan Tinggi meningkatkan vonis menjadi 12 tahun ditambah denda Rp500 juta subsider 5 bulan kurungan.

Dalam putusan Budi Mulya disebutkan bahwa Boediono sebagai Gubernur Bank Indonesia, Miranda Swaray Goeltom selaku Deputi Gubernur Senior BI, Siti Chalimah Fadjriah, S Budi Rochadi, Darmansyah Hadad, Hartadi Agus Sarwono dan Ardhayadi Mitroatmodjo masing-masing selaku Deputi Gubernur BI dan saksi Raden Pardede selaku sekretaris Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK) masuk dalam unsur penyertaan bersama-sama melakukan tindak pidana berdasarkan pasal 55 KUHP.

Pasal 55 KUHP artinya orang-orang yang disebut bersama-sama terhadap yang bersangkutan secara hukum bisa dimintai pertanggungjawaban pidana, tapi mantan Deputi Bidang V Pengawasan Bank Umum dan Bank Syariah Bank Indonesia Siti Chodijah Fadjriah yang dinilai dapat dimintai pertanggungjawaban pidana sudah meninggal dunia pada 16 Juni 2015.

Majelis hakim agung yang terdiri dari Artidjo Alkostar sebagai ketua dan anggota M. Askin dan MS. Lumme menilai pemberian persetujuan penetapan pemberian FPJP kepada PT Bank Century oleh Budi Mulya dilakukan dengan itikad tidak baik yang dilakukan dengan cara melanggar pasal 45 dan penjelasannya UU No. 23 tatahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3 tahun 2004. Konsekuensi yuridisnya, perbuatan Budi merupakan perbuatan melawan hukum.

Perbuatan tersebut juga menyebabkan kerugian negara sejak penyetoran Penyertaan Modal Sementara (PMS) yang pertama kali pada 24 November 2008 hingga Desember 2013 sejumlah Rp8,012 triliun.

Jumlah kerugian keuangan negara tersebut yang sangat besar di tengah banyak rakyat Indonesia yang hidup dalam kemiskinan dan telah mencederai kepercayaan masyarakat terhadap kesungguhan negara dalam membangun demokrasi ekonomi sehingga perlu dijatuhi pidana yang tepat sesuai dengan sifat berbahayanya kejahatan.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah

Editor : Heru Dwi Suryatmojo


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2018