Tiga solusi untuk perempuan yang mendapatkan haid saat berhaji ditawarkan agar perempuan bisa tetap menjalankan ibadahnya dengan baik dan lancar.
Konsultan Ibadah Daerah Kerja Mekkah, KH Ahmad Wazir Ali di Mekkah, Kamis, mengatakan pada dasarnya mayoritas ulama menyaratkan
tawaf harus suci dari hadas, termasuk haid.
“Kecuali Imam Abu Hanifah karena hadisnya jelas, yaitu ketika Aisyah datang bulan, lalu bertanya kepada Rasulullah, beliau mengatakan bahwa ‘Lakukanlah apa yang dilakukan yang sedang haji, selain tawaf di Baitullah,” jelasnya.
Namun, jika perempuan sedang haid maka ia menawarkan tiga prosedur atau solusi yang dapat dilakukan yakni pertama menunda sampai suci.
Kedua, jika tidak memungkinkan maka bisa dengan meminum obat agar bisa ditunda atau diatur dengan rekayasa hormon.
“Ketiga dengan cara mengintai, jika ada sela-sela hari atau waktu yang diperkirakan mampat, waktu itu cukup sekadar untuk tawaf, maka cepat-cepat mandi haid, lalu menutup rapat dengan pembalut yang dimungkinkan tidak keluar, apalagi menetesi masjid, lalu tawaf, meskipun setelah tawaf darahnya keluar lagi seperti biasa,” terangnya.
Kondisi itu, kata dia berarti dibersihkan agar tidak keluar darah. Salah satu pendapat qoulnya Imam Syafi'i yakni kondisi bersih dalam pengertian tidak keluar darah berarti dianggap suci.
Menurut dia, dalam hasil mudzakarah (thuhur) mestinya memang kurang pas karena belum suci seluruhnya atau hanya suci sementara.
“Tapi ini dikenal dengan model aplikasi talfiq, yang dibenarkan oleh Imam Ghazali, almuhamili termasuk Imam Malik Ra,” katanya.
Ia menekankan, jika kondisi darurat misalnya khawatir ketinggalan rombongan atau segera pulang tapi belum tawaf ifadhoh, baru kemudian mengikuti pendapat Ibnu Taimiyah.
“Bahkan tawaf ifadhoh, jika waktu mepet mau pulang, tawaf wada'nya sudah di anggap cukup, sudah tercover menurut sebagian ulaman,” tambahnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2019
Konsultan Ibadah Daerah Kerja Mekkah, KH Ahmad Wazir Ali di Mekkah, Kamis, mengatakan pada dasarnya mayoritas ulama menyaratkan
tawaf harus suci dari hadas, termasuk haid.
“Kecuali Imam Abu Hanifah karena hadisnya jelas, yaitu ketika Aisyah datang bulan, lalu bertanya kepada Rasulullah, beliau mengatakan bahwa ‘Lakukanlah apa yang dilakukan yang sedang haji, selain tawaf di Baitullah,” jelasnya.
Namun, jika perempuan sedang haid maka ia menawarkan tiga prosedur atau solusi yang dapat dilakukan yakni pertama menunda sampai suci.
Kedua, jika tidak memungkinkan maka bisa dengan meminum obat agar bisa ditunda atau diatur dengan rekayasa hormon.
“Ketiga dengan cara mengintai, jika ada sela-sela hari atau waktu yang diperkirakan mampat, waktu itu cukup sekadar untuk tawaf, maka cepat-cepat mandi haid, lalu menutup rapat dengan pembalut yang dimungkinkan tidak keluar, apalagi menetesi masjid, lalu tawaf, meskipun setelah tawaf darahnya keluar lagi seperti biasa,” terangnya.
Kondisi itu, kata dia berarti dibersihkan agar tidak keluar darah. Salah satu pendapat qoulnya Imam Syafi'i yakni kondisi bersih dalam pengertian tidak keluar darah berarti dianggap suci.
Menurut dia, dalam hasil mudzakarah (thuhur) mestinya memang kurang pas karena belum suci seluruhnya atau hanya suci sementara.
“Tapi ini dikenal dengan model aplikasi talfiq, yang dibenarkan oleh Imam Ghazali, almuhamili termasuk Imam Malik Ra,” katanya.
Ia menekankan, jika kondisi darurat misalnya khawatir ketinggalan rombongan atau segera pulang tapi belum tawaf ifadhoh, baru kemudian mengikuti pendapat Ibnu Taimiyah.
“Bahkan tawaf ifadhoh, jika waktu mepet mau pulang, tawaf wada'nya sudah di anggap cukup, sudah tercover menurut sebagian ulaman,” tambahnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2019