Jakarta (ANTARA) - Kebakaran yang menghanguskan berbagai bangunan, seperti gedung, pabrik sampai kediaman ratusan warga, tidak hanya menelan korban materi, namun juga jiwa. Perisitwa itu terus berulang di Jakarta.
Dinas Penaggulangan Kebakaran dan Keselamatan (Gulkarmat) DKI Jakarta menyebutkan bahwa sebagian besar pemicu kebakaran adalah karena hubungan pendek arus listrik atau korsleting.
Sementara proses pemadaman juga kerap terkendala oleh keterbatasan sumber air, hingga akses jalanan yang sempit, terutama di pemukiman padat penduduk.
Contoh terbaru yang dapat terlihat adalah kejadian kebakaran di RT 013, RW 002, Kampung Pulo Kambing, Kelurahan Jatinegara, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur, pada Senin (29/8) dini hari, yang mengakibatkan 40 rumah milik 35 keluarga atau 105 jiwa ludes.
Warga mengaku ketika itu melihat api berawal dari bagian tengah permukiman dan api kian membesar. Sebanyak 80 petugas dengan 16 mobil pemadam yang datang sekitar pukul 03.30 WIB berjibaku memadamkan api hingga pukul 04.53 WIB.
Api cepat membesar di area kebakaran yang diperkirakan seluas 800 meter persegi itu, karena banyak bangunan semi permanen atau menggunakan material tripleks, kemudian gang yang sempit, hanya selebar satu meter di muka dan belakang permukiman, turut menghambat proses pemadaman, di mana mobil pemadam harus parkir di mulut gang dan menarik selang untuk memadamkan api.
Hal-hal tersebut kerap ditemui dalam berbagai kejadian kebakaran di Jakarta, termasuk dalam kebakaran besar di Simprug, Jakarta Selatan, pada Senin (22/8) yang menghanguskan 100 rumah hingga mengharuskan 133 keluarga atau 398 warga mengungsi.
Amukan Jago Merah
Gulkarmat DKI Jakarta menyebutkan dalam lima tahun terakhir sejak 2018 sampai Agustus 2022, dari 8.004 kejadian kebakaran, yang terbanyak terjadi pada 2019 dengan 2.161 kejadian, Tahun 2018 sebanyak 1.751 kejadian, Tahun 2021 sebanyak 1.532, Tahun 2020 sebanyak 1.501 dan 2022 sebanyak 1.059 kejadian.
Berdasarkan data dari dinas, penyebab kebakaran selama lima tahun terakhir, dari 8.004 kebakaran yang disebabkan "korsleting" sebanyak 4.829 kejadian (60 persen), karena penyebab lainnya 1.180 kejadian (14 persen), akibat membakar sampah 859 kejadian (10,7 persen), karena gas 804 kejadian (10,4 persen), akibat rokok 295 kejadian (3 persen), serta akibat lilin 37 kejadian (0,4 persen).
Kepala Dinas Gulkarmat DKI Satriadi mengatakan bahwa arus pendek bisa terjadi lantaran banyak warga yang masih menggunakan listrik dengan instalasi yang tidak sesuai dengan peruntukannya, kemudian kualitas peralatan yang tidak sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI), bahkan kerap ditemukan pencurian listrik.
"Berbagai hal tersebut makin menambah bahaya kebakaran, karena padatnya Jakarta oleh hunian dan bangunan yang berdempetan, sehingga akhirnya api akan cepat merembet ke bangunan yang sebagian besar berbahan bangunan yang mudah terbakar," katanya.
Di sisi lain, Satriadi juga menjelaskan bahwa pemadaman kebakaran juga dipersulit minimnya sumber air yang tersedia, meski ada infrastruktur hidran sebagai pendukung usaha pemadaman Jakarta.
Dinas Gulkarmat DKI Jakarta mengemukakan terdapat 1.213 hidran di seluruh kota Jakarta, namun hanya sekitar sepertiga atau 421 hidran yang berfungsi sempurna yang disebutnya memiliki tekanan cukup untuk pemadaman.
Hal tersebut, karena selama ini air hidran juga disuplai dari air perpipaan yang dikelola oleh Aetra dan Palyja. Namun saluran air untuk hidran perkotaan tersebut dan konsumsi perumahan bersatu yang menyebabkan tekanan air menjadi kecil.
"Terlebih air perpipaan juga belum sampai ke semua tempat. Akhirnya kami mengandalkan sumber air alam seperti got, kali atau saluran," katanya.
Belum lagi, kata Satriadi, banyak hunian yang berkurang unsur keamanan terhadap efek kebakaran karena alasan keamanan dengan memasang teralis besi di jendela bangunan, seperti kejadian enam penghuni indekos meregang nyawa dan tiga lainnya terluka bakar dalam kebakaran di Jalan Duri Selatan, Kelurahan Duri Selatan, Kecamatan Tambora, Jakarta Barat, Rabu (17/8) pagi.
Saat itu, polisi menduga korban sulit menyelamatkan diri karena teralis besi yang terpasang dari lantai dua hingga empat ruko. Terali besi yang seharusnya menjadi sarana pengaman rumah justru menjadi jebakan maut saat kebakaran.
Langkah Pencegahan
Banyaknya kebakaran yang disebabkan korsleting listrik, pihak PLN tidak menampik hal tersebut, namun menjamin akan terus melakukan inspeksi rutin terhadap jaringan listrik yang menjadi aset PLN mulai dari pembangkit sampai ke kWh meter, hingga melakukan penertiban terhadap temuan adanya kelainan pengaliran listrik sesuai daya berlangganan.
Namun demikian, PLN mengingatkan bahwa batas dan wewenang dari perusahaan listrik milik negara itu, hanya dari gardu listrik sampai dengan kWh meter, sementara aliran listrik ke dalam rumah pelanggan menjadi hak dan wewenang pelanggan itu sendiri.
"Karenanya kami mengingatkan agar menggunakan perangkat listrik yang disesuaikan kebutuhan, kemudian tidak mengutak-atik kWh meter PLN yang berada di rumah pelanggan, tidak mengambil listrik langsung dari tiang, karena selain berbahaya juga termasuk dalam pelanggaran," ujar General Manager PLN Unit Induk Distribusi Jakarta Raya Doddy B. Pangaribuan.
Terkait dengan permasalahan hidran air yang belum berfungsi baik, Gulkarmat DKI melakukan pembangunan hidran mandiri sebagai upaya mempercepat penanggulangan kebakaran di wilayah padat penduduk yang selama ini tidak punya atau jauh dari sumber air baik perpipaan maupun alami.
Hidran mandiri tersebut, dibangun di tengah perkampungan yang sumber airnya berasal dari air hujan yang ditampung pada tandon bawah tanah dan dialirkan ke berbagai titik yang sudah ditentukan untuk kemudian digunakan petugas pemadam kebakaran.
Sampai saat ini, telah ada 16 lokasi hidran mandiri di seluruh wilayah Jakarta dengan total panjang pipa penyalur air 11.529 meter, box hidran 153 buah, siamese conection 25 buah, dan sebanyak 12 buah hidran pilar.
"Ke depan kami akan menambah lagi. Kami prioritaskan pada daerah-daerah yang padat hunian, jauh dari sumber air, dan jauh dari pos pemadam kebakaran," tutur Satriadi.
Terkait dengan sumber air yang masih bersatu, Kepala Dinas Gulkarmat DKI tersebut mengaku tidak memiliki jawaban karena pengelolaan air berada di tangan perusahaan air milik daerah dan bermitra dengan operator swasta yakni Aetra dan Palyja.
Namun demikian, PAM Jaya sebagai badan usaha milik Pemprov DKI dalam pengelolaan air perpipaan, belum memberikan jawaban pasti akan hal ini, namun yang pasti seluruh tanggung jawab pengelolaan air perpipaan mulai 2023 mendatang akan berada di bawah PAM Jaya.
Terkait dengan pemukiman padat yang memiliki bahan bangunan terbakar, dengan jalan yang tergolong sempit dan tidak bisa dilewati truk damkar hingga akhirnya sulit melayani dengan baik, Pemprov DKI Jakarta menyebutkan akan melanjutkan relokasi warga ke hunian baru berupa rumah susun.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengatakan pihak pemerintah provinsi semaksimal mungkin berusaha menempatkan warga di rusun karena memang sejak semula penghuni rumah susun dari pemerintah memang diprioritaskan untuk warga kurang mampu, warga perkampungan padat terdampak penggusuran, para korban terdampak banjir dan korban kebakaran di Jakarta.
Pasalnya, dengan menempatkan penduduk pada rumah susun yang merupakan hunian vertikal, memiliki perencanaan yang memadai dalam pencegahan kebakaran dan mengantisipasi efeknya seperti kehilangan nyawa.
"Yang pasti kita terus melakukan pembangunan rusun sewa untuk warga, dan termasuk korban banjir dan kebakaran, itu yang menjadi prioritas," ujar Riza.
Berbagai permasalahan kebakaran di Jakarta, telah teridentifikasi, namun dibutuhkan kesiapan dan keseriusan semua pihak berkepentingan dalam menjalankan usaha mengantisipasi kebakaran yang terjadi berulang di Jakarta, demi kota Jakarta dan penghuninya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Mencari solusi atas masalah kebakaran di Jakarta