Banda Aceh (ANTARA) - Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) bersama Pemerintah Aceh telah mengesahkan lima rancangan qanun yang masuk dalam program legislasi daerah (prolegda) prioritas 2022 resmi menjadi produk hukum untuk Tanah Rencong.
"Alhamdulillah pimpinan dan anggota DPRA telah dapat merampungkan satu keputusan terkait persetujuan dan penetapan qanun Aceh," kata Wakil Ketua I DPRA Dalimi saat memimpin sidang paripurna, di Banda Aceh, Kamis malam.
Pengesahan lima qanun tersebut berlangsung dalam sidang paripurna DPRA tentang persetujuan penetapan rancangan qanun Aceh prioritas 2022 menjadi qanun Aceh, di gedung utama DPR Aceh, di Banda Aceh.
Dalimi menyampaikan, terhadap lima qanun Aceh yang telah disahkan tersebut selanjutnya akan segera diundangkan dalam lembaran daerah Aceh.
Sebelumnya, terdapat 12 rancangan qanun yang menjadi prioritas 2022, namun hanya lima qanun yang mendapatkan hasil fasilitasi dan register dari Kementerian Dalam Negeri (Mendagri), selebihnya belum dapat disetujui dan dilakukan pembahasan kembali.
Adapun lima qanun yang telah disahkan bersama tersebut yakni qanun Aceh tentang Majelis Pendidikan Aceh, Penyelenggaraan Perpustakaan.
Kemudian, qanun Aceh tentang Cadangan Pangan, Tata Niaga Komoditas Aceh, dan qanun tentang
Bahasa Aceh.
"Kita patut berterima kasih kepada anggota DPRA dan Pemerintah Aceh dalam menyelesaikan rancangan qanun prioritas 2022 ini," ujar Dalimi.
Sementara itu, berdasarkan surat keputusan DPRA yang dibacakan Sekretaris Dewan (Sekwan) Suhaimi, terhadap enam rancangan qanun yang belum dapat fasilitasi Kemendagri akan ditetapkan kembali nantinya sesuai peraturan perundang-undangan berlaku.
Adapun enam rancangan qanun yang belum dapat fasilitasi Kemendagri tersebut yakni tentang tentang perubahan atas qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat. Tentang perubahan ketiga atas qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2012 tentang Lembaga Wali Nanggroe.
Kemudian, terkait perubahan atas qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2010 tentang Kesehatan, tentang Pertambangan Minyak dan Gas Alam Rakyat Aceh, tentang Pertanahan, dan terakhir tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Selain itu, kata Suhaimi, juga terdapat satu rancangan qanun yang belum dapat disetujui Kemendagri yakni tentang Hak Sipil dan Hak Politik Rakyat Aceh.
"Terkait rancangan qanun ini DPRA bersama Pemerintah Aceh akan melakukan koordinasi kembali dengan Kemendagri dan lembaga terkait lainnya," demikian Suhaimi.