Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang berencana mengubah kawasan kumuh menjadi ruang publik yang sekaligus bisa menjadi ikon daerah setempat pada masa mendatang.
"Pemkab telah memiliki rencana membangun ruang terbuka publik dari sebelumnya kumuh diganti dengan ikon khas Aceh Tamiang," kata Wakil Bupati Aceh Tamiang Tengku Insyafuddin di Kualasimpang, Selasa, saat lokakarya dan bazar Program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku) Kabupaten Aceh Tamiang 2019.
Rencana itu, katanya, sejalan dengan upaya yang sedang dilakukan pemkab setempat, yakni penataan atau revitalisasi kabupaten di perbatasan Aceh-Sumatera Utara itu.
Berbagai penataan itu, di antaranya rekayasa lalu lintas di kawasan kota, pasar induk, dan tempat parkir kendaraan dengan membangun gedung yang memadai.
"Kawasan pajak buah di sebelah jembatan Kota Kualasimpang selama ini tidak tertata dengan baik dan menambah kekumuhan Kota Kualasimpang. Oleh karena itu, saya juga memulai untuk menata kawasan itu," katanya.
Pada kesempatan itu, ia juga menyatakan bahwa ikon Kualasimpang sebagai ibu kota kabupaten setempat hingga saat ini belum terlihat. Ikon daerah itu sebagai kebutuhan penting terkait dengan penyambutan para tamu yang berkunjung ke daerah berjuluk "Negeri Raja Muda Sedia" itu.
"Ikon Aceh Tamiang belum nampak di pusat kegiatan masyarakat Kota Kualasimpang," kata Insyafuddin.
Ia mengatakan pemkab setempat sedang menyelesaikan masalah kawasan kumuh di Kota Kualasimpang yang tercatat dalam Surat Keputusan Bupati Aceh Tamiang Nomor 889 Tahun 2019 seluas 80,46 hektare, melalui berbagai penataan.
Pemkab Aceh Tamiang menargetkan penanganan kawasan kumuh perkotaan tersebut tercapai akhir tahun ini melalui kerja keras berbagai pihak.
"Saya meyakini keberhasilan pencapaian target penanganan permukiman kumuh ini, sebagian besar ditentukan kontribusi peran pemerintah daerah, partisipasi masyarakat, dan bersinergi dengan 'stakeholders' (pemangku kepentingan). Dalam lokakarya ini, kami berharap muncul berbagai strategi penanganan kawasan kumuh di Aceh Tamiang," kata dia.
Ia menerangkan penanganan kawasan kumuh tidak hanya dari sisi infrastruktur, tetapi juga memerlukan berbagai program lainnya, baik program sosial maupun peningkatan perekonomian masyarakat.
Pemberdayaan masyakarat melalui konsep tridaya, yaitu lingkungan atau infrastruktur, pemberdayaan bidang sosial untuk mengubah sikap dan masyarakat termasuk Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), serta upaya peningkatan perekonomian masyarakat.
"Dengan demikian setelah selesai penanganan masalah kumuh di satu lokasi, tidak muncul lagi kawasan kumuh yang baru, khusus di Kecamatan Kota Kualasimpang," kata Wabup Insyafuddin.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Aceh Tamiang Rianto Waris mengatakan penetapan Kecamatan Kota Kualasimpang sebagai kawasan kumuh di daerah itu tertuang dalam surat keputusan bupati setempat.
Ia mengharapkan persoalan kawasan kumuh tersebut menjadi bahan diskusi yang konstruktif terkait dengan proses penanganannya.
"Hendaknya dalam lokakarya dan bazar ini akan didiskusikan lagi proses penanganan sampai sekarang sehingga progres (laporan, red.) yang dicapai setiap tahun dapat diukur tingkat keberhasilannya," kata dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2019
"Pemkab telah memiliki rencana membangun ruang terbuka publik dari sebelumnya kumuh diganti dengan ikon khas Aceh Tamiang," kata Wakil Bupati Aceh Tamiang Tengku Insyafuddin di Kualasimpang, Selasa, saat lokakarya dan bazar Program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku) Kabupaten Aceh Tamiang 2019.
Rencana itu, katanya, sejalan dengan upaya yang sedang dilakukan pemkab setempat, yakni penataan atau revitalisasi kabupaten di perbatasan Aceh-Sumatera Utara itu.
Berbagai penataan itu, di antaranya rekayasa lalu lintas di kawasan kota, pasar induk, dan tempat parkir kendaraan dengan membangun gedung yang memadai.
"Kawasan pajak buah di sebelah jembatan Kota Kualasimpang selama ini tidak tertata dengan baik dan menambah kekumuhan Kota Kualasimpang. Oleh karena itu, saya juga memulai untuk menata kawasan itu," katanya.
Pada kesempatan itu, ia juga menyatakan bahwa ikon Kualasimpang sebagai ibu kota kabupaten setempat hingga saat ini belum terlihat. Ikon daerah itu sebagai kebutuhan penting terkait dengan penyambutan para tamu yang berkunjung ke daerah berjuluk "Negeri Raja Muda Sedia" itu.
"Ikon Aceh Tamiang belum nampak di pusat kegiatan masyarakat Kota Kualasimpang," kata Insyafuddin.
Ia mengatakan pemkab setempat sedang menyelesaikan masalah kawasan kumuh di Kota Kualasimpang yang tercatat dalam Surat Keputusan Bupati Aceh Tamiang Nomor 889 Tahun 2019 seluas 80,46 hektare, melalui berbagai penataan.
Pemkab Aceh Tamiang menargetkan penanganan kawasan kumuh perkotaan tersebut tercapai akhir tahun ini melalui kerja keras berbagai pihak.
"Saya meyakini keberhasilan pencapaian target penanganan permukiman kumuh ini, sebagian besar ditentukan kontribusi peran pemerintah daerah, partisipasi masyarakat, dan bersinergi dengan 'stakeholders' (pemangku kepentingan). Dalam lokakarya ini, kami berharap muncul berbagai strategi penanganan kawasan kumuh di Aceh Tamiang," kata dia.
Ia menerangkan penanganan kawasan kumuh tidak hanya dari sisi infrastruktur, tetapi juga memerlukan berbagai program lainnya, baik program sosial maupun peningkatan perekonomian masyarakat.
Pemberdayaan masyakarat melalui konsep tridaya, yaitu lingkungan atau infrastruktur, pemberdayaan bidang sosial untuk mengubah sikap dan masyarakat termasuk Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), serta upaya peningkatan perekonomian masyarakat.
"Dengan demikian setelah selesai penanganan masalah kumuh di satu lokasi, tidak muncul lagi kawasan kumuh yang baru, khusus di Kecamatan Kota Kualasimpang," kata Wabup Insyafuddin.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Aceh Tamiang Rianto Waris mengatakan penetapan Kecamatan Kota Kualasimpang sebagai kawasan kumuh di daerah itu tertuang dalam surat keputusan bupati setempat.
Ia mengharapkan persoalan kawasan kumuh tersebut menjadi bahan diskusi yang konstruktif terkait dengan proses penanganannya.
"Hendaknya dalam lokakarya dan bazar ini akan didiskusikan lagi proses penanganan sampai sekarang sehingga progres (laporan, red.) yang dicapai setiap tahun dapat diukur tingkat keberhasilannya," kata dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2019