Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRK Aceh Tengah Samsuddin meminta pemerintah daerah setempat untuk mendaftarkan hak atas kekayaan intelektual (HAKI) seluruh produk asli daerah ke Kementerian Hukum dan HAM RI.

Samsuddin di Takengon Selasa mengatakan pihaknya akan mendorong hal itu agar seluruh kekayaaan asli daerah baik dari sisi budaya dan hasil alam untuk kedepannya dapat dipastikan terus terjaga dan diakui sebagai hak milik masyarakat Aceh Tengah.

Baca juga: Pesona Aceh Tengah sebagai negeri surga kopi dunia

"Berdasarkan hasil Rakernas I Tahun 2020 PDI Perjuangan di Jakarta, kami para kader diamanahkan untuk melakukan kepengurusan HAKI terhadap apakah budaya kita, kemudian hasil bumi kita, dan produk hasil daerah kita yang memang hanya ada di daerah kita," kata Samsuddin.

Menurutnya kepengurusan HAKI tersebut diperlukan untuk memastikan kekayaan daerah yang ada di Aceh Tengah akan seterusnya menjadi hak milik seluruh masyarakat Aceh Tengah.

Baca juga: Takengon dideklarasikan sebagai Kota Kopi dan pusat riset Kopi Gayo

Karena itu Samsuddin mengatakan pihaknya melalui Fraksi PDI-P di DPRK setempat nantinya juga akan menindaklanjuti hal ini melalui dinas-dinas terkait.

"Katakanlah produk budaya kita seperti didong, tari sining, tari guel, dan lain-lain. Agar suatu saat tidak diklaim oleh orang lain," ujarnya.

Baca juga: Seniman berbagai daerah ramaikan Desember Kopi Gayo di Aceh Tengah

Samsuddin juga mencontohkan seperti kopi gayo sebagai salah satu kekayaan hasil bumi Aceh Tengah yang harus didaftarkan HAKI-nya agar tidak semua orang bisa menggunakan brand kopi gayo tanpa adanya izin resmi dari Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah.

"Hari ini kan sudah banyak itu menyebar yang membuat cafe kopi gayo, yang menjual branded kita, tapi tidak ada dividen untuk daerah. Mestinya harus ada izin untuk memakai nama kopi gayo," tutur Samsuddin.

"Misalnya ada yang ingin membuat cafe di bandara, stasiun, hotel, mengatasnamakan brand kopi gayo, dia harus mengurus izin ke Aceh Tengah," ujarnya lagi.

Samsuddin menambahkan sama halnya seperti produk kerawang gayo yang kedepannya harus dipastikan hanya boleh diproduksi di daerah Gayo meliputi Aceh Tengah dan Bener Meriah.

"Jangan nanti siapa saja bisa memproduksi itu, ini kan bisa ditiru. Ketika suatu saat nanti ini sudah diinginkan oleh pasar nasional maupun internasional, siapapun bisa membuat akhirnya, jika HAKI belum kita daftarkan," kata Samsuddin.

"Kepengurusan HAKI terhadap kerawang gayo bisa diatur di nomenklatur bahwa itu adalah hak milik orang Gayo yang hanya bisa diproduksi di Gayo. Karena kedepannya nanti seharusnya produk itu diambil dari Aceh Tengah atau Bener Meriah malah produksinya ada di Jakarta misalnya. Maka ketika ada yang akan membuat toko kerawang gayo di daerah lain harus minta izin ke Aceh Tengah," tuturnya lagi.

Hal lainnya kata Samsuddin seperti hak kekayaan atas segala jenis tanaman yang hanya tumbuh di Aceh Tengah.

Dia menyebut diantaranya seperti jenis tanaman kertan bedem yang diyakini hanya tumbuh di Dataran Tinggi Gayo.

"Katakan seperti jahe yang ada di sini, kan beda dengan jahe yang lain, ini hanya kita yang punya. Kemudian seperti kertan bedem, ini kan hal yang luput dari perhatian kita, itu kekayaan alam kita. Jadi harus didaftarkan HAKI-nya," sebut Samsuddin.

"Dan masih banyak jenis tanaman yang keberadaannya hanya ada di Aceh Tengah, di tempat lain tidak ada. Makanya perlu ada pendataan dari dinas terkait untuk itu, dan diajukan, karena biayanya tidak mahal," katanya lagi.

Samsuddin juga mencontohkan bahwa pendaftaran HAKI terhadap seluruh produk daerah yang telah dimulai oleh pemerintah Kota Surabaya.

Menurutnya dengan hal itu segala produk yang menjadi hak kekayaan masyarakat Kota Surabaya saat ini sudah dipastikan hanya ada di Surabaya.

"Semua produk makanannya didaftarkan HAKI-nya. Semuanya, mulai dari keripik, makanan apa saja yang hanya ada di Surabaya. Saat ini sudah ada 700 lebih daftar produk makanan mereka yang didaftarkan HAKI-nya. Jadi itu tidak bisa lagi diproduksi di luar, harus izin dari pemerintah Surabaya," kata Samsuddin.

Pewarta: Kurnia Muhadi

Editor : Heru Dwi Suryatmojo


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2020