Mungkin banyak orang tidak percaya jika Aceh Barat Daya (Abdya) akan menjadi salah satu kabupaten penghasil jengkol  di pulau Sumatera, sebab komoditas perkebunan itu tidak populer di masyarakat Aceh pada umumnya. 

Jengkol atau bernama latin, Archidendron pauciflorum itu adalah tumbuhan khas di wilayah Asia Tenggara. Bijinya digemari di Malaysia, Myanmar, Thailand dan Indonesia. 

Di Tanah Air, jengkol adalah salah satu bahan pangan yang cukup favorit, sehingga menjadi kuliner digemari banyak masyarakat, sebut saja misalnya ada rendang jengkol yang merupakan kuliner khas Minangkabau (Sumatera Barat).

Bagi masyarakat Aceh, buah jengkol yang bentuknya gepeng dan spiral itu memang kurang digemari, namun tanaman umur tua tersebut justru tumbuh sumbur di ranah "Bunoe Brueh Sigupai" Kabupaten Aceh Barat Daya.   

Bahkan, tanaman jengkol yang tumbuh subur di kebun-kebun warga Abdya tersebut memiliki tekstur lebih lembut dengan aroma yang tidak terlalu menyengat.

Data Dinas Pertanian dan Perkebunan Abdya, luas areal tanam  jengkol dari kebun-kebun masyarakat bumi “Tengku Peukan” itu sudah mencapai 400 hektare yang tersebar di sembilan kecamatan.

Meski sistim budidayanya dilakukan secara parsial oleh petani, namun, produksi buah jengkol Abdya diperkirakan rata-rata  mencapai 2.800 ton untuk dua kali panen per tahun dengan harga jual ditingkat petani berkisar Rp7.000-Rp 10.000 per kilogram. 

Masyarakat petani Kabupaten Abdya mulai membudidaya tanaman khas wilayah tropis Asia Tenggara tersebut pada tahun 2008 lalu, tepatnya pada periode pertama kepemimpinan pasangan Bupati/Wakil Bupati Akmal Ibrahim/Syamsul Rizal.

Berbagai program kesejahteraan masyarakat dicetuskan oleh Bupati Akmal kala itu, mulai dari program tanam kelapa sawit, pembangunan Pabrik kelapa Sawit (PKS) hingga program kebun bibit rakyat (KBR) di desa-desa.

Program KBR yang dicetuskan Pemerintah daerah melalui Dinas Perkebunan dan Kehutanan Abdya itu untuk menyukseskan rehalitasi hutan dan lahan.

Bagi petani yang memiliki lahan kosong di kawasan pegunungan diseluruh kecamatan diberikan bibit unggul gratis oleh Pemkab Abdya, seperti bibit karet, petai, jabon, dan bahkan bibit Jengkol yang kini harganya lumayan mahal.  

Namun, saat itu program berlian yang dicetuskan bupati untuk mendongkrak ekonomi masyarakat melalui tanamam jengkol tidak begitu direspon dan hanya sebagaian masyarakat syang mengikutinya.

Maklum saja, pada periode tersebut masyarakat belum begitu mengenal dengan buah polong-polongan wilayah tropis Asia Tenggara tersebut.

Berbagai upaya untuk menyakinkan petani agar menanam jengkol terus dilakukan bupati Akmal Ibrahim. Setiap pertemuan ia menyampaikan dua hektare kebun jengkol kedepan bisa berpenghasilan ratusan juta rupiah untuk sekali panen.
 
Elit politik kala itu bukanya mendorong, malah program itu dijadikan bahan ejekan dan pernyataan kepala daerah terhadap pendapatan tanam jengkol kedepan bisa berpenghasilan ratusan juta rupiah dianggap “cet langet”

Ada juga yang mengatakan “Akmal Bermimpi”, sehingga sebagian masyarakat petani di desa-desa pada periode tersebut terpengaruh hingga memutuskan tidak mengambil bibit gratis program KBR kala itu.  

“Benar, 10 tahun lalu, bupati Akmal sering menyampaikan tentang penghasilan tanam jengkol untuk dua hektare bisa mencapai ratusan juta rupiah. Pemilik kebun tinggal “ cungkee-cungkee gigoe diyub bak Jengkol,” kata salah seorang petani warga Desa Cot Mane, Kecamatan Jeumpa, Abdya, Tarmizi Daud.   

“Alhamdulillah, apa yang disampaikan oleh Bupati Akmal Ibrahim 12 tahun silam ternyata sekarang sudah terbukti dan betul-betul menyejahterkan petani, bukan program “cet langet” ataupun mimpi,” tambahnya lagi.

Safri, petani lainnya di Kecamatan Tangan-Tangan mengaku kini ia memiliki 12 batang pohon jengkol yang telah berumur 12 tahun dikawasan Alue Aki Desa Ie Lhob.

Semua tanaman jengkol yang berproduksi rata-rata dua kali satu tahun tersebut merupakan bibit bantuan Dinas Perkebunan dan Kehutanan Abdya melalui program KBR di desanya sekitar 12 tahun silam.

“Produksi buah jengkol memang tidak seperti panen kelapa sawit dua kali sebulan. Kalau tanaman jengkol ini dua kali panen setahun,” jelasnya

Meskipun dua kali panen dalam satu tahun, namun, penghasilan yang didapatkan sudah bersih , karena tidak harus lagi mengeluarkan biaya untuk perawatan atau pemupukan seperti sawit.


“Tidak saya beri pupuk, tapi alhamdulillah, panen kemarin mendapatkan hasil mencapai 1,5 ton buah jengkol dari 12 batang itu. Harganya ditampung Rp 8.000 per klogram,” jelasnya

 
Bupati Abdya, Akmal Ibrahim mengatakan Dinas Pertanian dan Perkebunan di daerahnya pada tahun 2021 akan kembali menyediakan bibit jengkol gratis untuk ditanam petani dilahan-lahan kosong dipegunungan.


“Insya Allah tahun depan ratusan ribu bibit jengkol kita sediakan untuk petani secara gratis. Jadi, program tanam jengkol ini saya galakkan kembali mengingat tingginya permintaan masyarakat akan bibit,’’ katanya.

Harapan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat lewat sektor pertanian dan perkebunan seperti dicita-citakan Bupati Akmal Ibrahim itu diyakini banyak pihak bisa terwujud dengan dukungan kuat dari berbagai kalangan, apalagi Abdya adalah wilayah yang cukup strategis di sebelah barat Provinsi Aceh, masih tersedia lahan luas nan subur.

Pewarta: Suprian

Uploader : Salahuddin Wahid


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2020