Analis politik Pangi Syarwi Chaniago meminta pasangan calon kepala daerah maupun tim kampanyenya bijak dalam menyampaikan visi-misi dan program kerja melalui media sosial.
"Visi-misi dan program yang disampaikan tim kampanye melalui media sosial sasarannya untuk meningkatkan popularitas dan elektabilitas pasangan calon, sehingga membutuhkan pengelolaan khusus agar pesannya sampai ke publik," kata Pangi melalui telepon selulernya, Sabtu.
Dengan meningkatnya popularitas dan elektabilitas, menurut dia, pemilih menjadi suka dan muncul keinginan untuk memilih pasangan calon kepala daerah tersebut.
"Untuk menyampaikan visi-misi dan program melalui media sosial dalam tone positif, tentu ada ilmunya, ada caranya untuk meyakinkan publik, agar pemilih memutuskan untuk memilih pasangan calon tersebut," katanya.
Salah satu caranya, menurut Pangi, pasangan calon kepala daerah tersebut merekrut buzzer, yakni pemilik akun media sosial untuk terus memviralkan visi-misi dan program yang disampaikan pasangan calon kepala daerah di media sosial.
"Buzzer itu bisa juga disebut sebagai pasukan udara yang tugasnya terus memposting semua pesan-pesan dari pasangan calon di media sosial untuk meningkatkan popularitas dan elektabilitasnya," kata dia.
Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting ini mengakui tidak mudah untuk menyampaikan visi-misi dan program melalui media sosial, karena tidak semua daerah yang menyelenggarakan Pilkada 2020 memiliki jaringan internet yang baik.
Pilkada serentak 2020 diselenggarakan di 270 daerah meliputi sembilan provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota pada 9 Desember 2020. "Pemilih juga tidak semuanya memiliki fasilitas yang dapat mengakses media sosial," katanya.
Di sisi lain, Pangi juga melihat media sosial sering dimanfaatkan untuk menyampaikan pesan negatif untuk menyerang dan menurunkan martabat kontestan kompetitornya.
Menurut dia, media sosial sebaknya tidak dimanfaatkan sebagai ajang kampanye negatif untuk membunuh karakter kompetitornya. "Meskipun ada tim atau buzzer dari pasangan calon kepala daerah tertentu yang menyerang pasangan lainnya, tapi tidak ada jaminan tim yang menyerang tersebut mendapatkan keuntungan elektoral," katanya.
Pangi mengatakan jika serangan yang dilakukan oleh tim atau buzzer melalui media sosial tersebut dinilai tidak simpatik malah membuat publik menjadi resisten dan tidak simpatik terhadap pasangan calon kepada daerah yang didukungnya.
"Bisa jadi pasangan calon yang diserang, karena dinilai didzalimi malah mendapat simpati dari publik," katanya.
Oleh karena itu, Pangi mengingatkan agar pasangan calon kepala daerah, tim kampanye maupun buzzer untuk berhati-hati dan bijak dalam memanfaatkan media sosial.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2020
"Visi-misi dan program yang disampaikan tim kampanye melalui media sosial sasarannya untuk meningkatkan popularitas dan elektabilitas pasangan calon, sehingga membutuhkan pengelolaan khusus agar pesannya sampai ke publik," kata Pangi melalui telepon selulernya, Sabtu.
Dengan meningkatnya popularitas dan elektabilitas, menurut dia, pemilih menjadi suka dan muncul keinginan untuk memilih pasangan calon kepala daerah tersebut.
"Untuk menyampaikan visi-misi dan program melalui media sosial dalam tone positif, tentu ada ilmunya, ada caranya untuk meyakinkan publik, agar pemilih memutuskan untuk memilih pasangan calon tersebut," katanya.
Salah satu caranya, menurut Pangi, pasangan calon kepala daerah tersebut merekrut buzzer, yakni pemilik akun media sosial untuk terus memviralkan visi-misi dan program yang disampaikan pasangan calon kepala daerah di media sosial.
"Buzzer itu bisa juga disebut sebagai pasukan udara yang tugasnya terus memposting semua pesan-pesan dari pasangan calon di media sosial untuk meningkatkan popularitas dan elektabilitasnya," kata dia.
Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting ini mengakui tidak mudah untuk menyampaikan visi-misi dan program melalui media sosial, karena tidak semua daerah yang menyelenggarakan Pilkada 2020 memiliki jaringan internet yang baik.
Pilkada serentak 2020 diselenggarakan di 270 daerah meliputi sembilan provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota pada 9 Desember 2020. "Pemilih juga tidak semuanya memiliki fasilitas yang dapat mengakses media sosial," katanya.
Di sisi lain, Pangi juga melihat media sosial sering dimanfaatkan untuk menyampaikan pesan negatif untuk menyerang dan menurunkan martabat kontestan kompetitornya.
Menurut dia, media sosial sebaknya tidak dimanfaatkan sebagai ajang kampanye negatif untuk membunuh karakter kompetitornya. "Meskipun ada tim atau buzzer dari pasangan calon kepala daerah tertentu yang menyerang pasangan lainnya, tapi tidak ada jaminan tim yang menyerang tersebut mendapatkan keuntungan elektoral," katanya.
Pangi mengatakan jika serangan yang dilakukan oleh tim atau buzzer melalui media sosial tersebut dinilai tidak simpatik malah membuat publik menjadi resisten dan tidak simpatik terhadap pasangan calon kepada daerah yang didukungnya.
"Bisa jadi pasangan calon yang diserang, karena dinilai didzalimi malah mendapat simpati dari publik," katanya.
Oleh karena itu, Pangi mengingatkan agar pasangan calon kepala daerah, tim kampanye maupun buzzer untuk berhati-hati dan bijak dalam memanfaatkan media sosial.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2020