Banda Aceh 11/9 (Antaraaceh) - Kehidupan masyarakat Aceh yang bersyariat Islam saat ini belum terbebas dari praktek riba dalam kehidupannya, bahkan makin hari kian terjerumus dalam perbuatan yang sangat dilarang oleh SWT tersebut.
Berbagai transaksi masyarakat dalam kaitan hubungan muamalat sesama manusia baik disengaja maupun tidak kerap bersentuhan dengan praktek riba, tidak hanya terbatas transaksi perbankan non syariah, hutang-piutang dan bunga, tetapi termasuk juga dalam perdagangan dengan menaikkan dan menurunkan timbangan, manipulasi (korupsi), permainan harga, kredit berbunga, pemerasan, pajak tidak bertepi, monopoli dan penimbunan semua adalah bagian dari riba yang merusak keseimbangan hidup.
Karenanya, perbuatan riba yang kian membudaya akibat pola hidup yang makin konsumtif dan materislistis di tengah kehidupan umat Islam perlu segera diakhiri.
"Riba yang diharamkan oleh Allah yang merupakan salah satu dosa besar pasti berakibat buruk terhadap pribadi, masyarakat dan ekonomi. Karena itu harus kita jauhi," ujar Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh, Prof. Dr. Tgk. H. Muslim Ibrahim MA.
Pernyataan itu disampaikannya saat menjadi pemateri pada pengajian rutin Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam (KWPSI) di Rumoh Aceh Kupi Luwak, Jeulingke, Banda Aceh, Rabu (10/9) malam. Selain diikuti kalangan wartawan, akademisi, santri, mahasiswa, dan masyarakat umum, pengajian yang mengangkat tema "Fiqih Muamalat" tersebut, juga dihadiri Anggota DPRA, Direktur Syariah Bank Aceh, Haizir Sulaiman dan Anggota DPD-RI terpilih asal Aceh, Ghazali Abbas Adan.
Muslim Ibrahim menambahkan, masyarakat selama ini antara sadar dan tidak terus berhubungan dengan perbankan yang menggunakan sistem riba, kredit rumah, kendaraan, serta pinjam meminjam uang dengan menambahkan bunga saat pengembalian.
Menurut Guru Besar UIN Ar-Raniry ini, sumber sebagian besar masalah sosial dan ekonomi dunia hari ini adalah riba. Setiap muslim wajib turut memeranginya.
Dalam satu haditsnya yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Rasulullah SAW bersabda, "Akan datang suatu masa ketika semua orang memakan riba. Mereka yang tidak mau makan riba pun pasti terkena debunya." Masa itu adalah hari ini, dan itu artinya kita semua tengah terlibat dengan riba. Sebab, di masa ini, seluruh tata kehidupan kita telah bercampur dengan riba.
Untuk memiliki sebuah rumah, kendaraan, bahkan peralatan rumah tangga (TV, perabot elektronik, mebel, dsb), pada umumnya, membayarnya dengan kredit berbunga. Sebab harga-harga kebutuhan hidup ini kalau harus dibeli secara tunai sudah semakin tidak terjangkau.
Disebutkannya, tumbuh suburnya riba sekarang ini disebabkan umat Islam yang lebih mementingkan ibadah semata, tapi kerap melupakan cara muamalah yang benar dalam hidup ini sesuai tuntunan ajaran Islam.
"Jangan berharap ibadah kita benar dan diterima oleh Allah SWT, jika ekonomi dan muamalah kita masih bergelimang dengan riba. Karena itu, sering-seringlah kita mengkaji aturan bermuamalah yang benar, tidak hanya cukup dengan beribadah kepada Allah saja. Sehingga kita terhindar dari riba," katanya.
Ditambahkannya, penerapan muamalah ini juga sangat erat berkaitan dengan aspek ibadahnya, karena kedua hal ini saling mendukung dan merupakan dua sisi dari koin uang yang sama. Muamalah Islam merupakan salah satu bentuk penyembahn kepada Allah SWT dan ritual ibadah yang bebas dan leluasa mendukung dan memerlukan penerapan muamalah Islam.
Belum terwujudnya muamalah Islam dalam realita disebabkan kurangnya keyakinan umat Islam atas ajaran agamanya sendiri, sehingga lebih memilih untuk menjalankan muamalah non-Islam.
Diperlukan pengkajian yang lebih intensif untuk memupuk kesadaran untuk mewujudkan dan keyakinan bahwa bentuk muamalah Islam lah yang tebaik bagi manusia karena sebagai doktrin teologis, tuntunan muamalah Islam datang dari pencipta alam semesta ini sendiri yang sudah barang tentu sebagai satu-satunya entitas yang memiliki solusi atas segala permasalahan umat manusia yaitu Allah SWT.
"Kita paling banyak bermasalah dalam bidang muamalah dan transaksi ekonomi sesama manusia untuk mendapatkan harta benda seperti tanah, uang, mobil, rumah dan barang lainnya yang ingin dimiliki manusia. Yang penting, ketika ingin mendapatkannya, kita jangan menganiaya orang lain dan tidak boleh juga kita dianiaya oleh orang lain," tegas Tgk Muslim Ibrahim.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2014
Berbagai transaksi masyarakat dalam kaitan hubungan muamalat sesama manusia baik disengaja maupun tidak kerap bersentuhan dengan praktek riba, tidak hanya terbatas transaksi perbankan non syariah, hutang-piutang dan bunga, tetapi termasuk juga dalam perdagangan dengan menaikkan dan menurunkan timbangan, manipulasi (korupsi), permainan harga, kredit berbunga, pemerasan, pajak tidak bertepi, monopoli dan penimbunan semua adalah bagian dari riba yang merusak keseimbangan hidup.
Karenanya, perbuatan riba yang kian membudaya akibat pola hidup yang makin konsumtif dan materislistis di tengah kehidupan umat Islam perlu segera diakhiri.
"Riba yang diharamkan oleh Allah yang merupakan salah satu dosa besar pasti berakibat buruk terhadap pribadi, masyarakat dan ekonomi. Karena itu harus kita jauhi," ujar Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh, Prof. Dr. Tgk. H. Muslim Ibrahim MA.
Pernyataan itu disampaikannya saat menjadi pemateri pada pengajian rutin Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam (KWPSI) di Rumoh Aceh Kupi Luwak, Jeulingke, Banda Aceh, Rabu (10/9) malam. Selain diikuti kalangan wartawan, akademisi, santri, mahasiswa, dan masyarakat umum, pengajian yang mengangkat tema "Fiqih Muamalat" tersebut, juga dihadiri Anggota DPRA, Direktur Syariah Bank Aceh, Haizir Sulaiman dan Anggota DPD-RI terpilih asal Aceh, Ghazali Abbas Adan.
Muslim Ibrahim menambahkan, masyarakat selama ini antara sadar dan tidak terus berhubungan dengan perbankan yang menggunakan sistem riba, kredit rumah, kendaraan, serta pinjam meminjam uang dengan menambahkan bunga saat pengembalian.
Menurut Guru Besar UIN Ar-Raniry ini, sumber sebagian besar masalah sosial dan ekonomi dunia hari ini adalah riba. Setiap muslim wajib turut memeranginya.
Dalam satu haditsnya yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Rasulullah SAW bersabda, "Akan datang suatu masa ketika semua orang memakan riba. Mereka yang tidak mau makan riba pun pasti terkena debunya." Masa itu adalah hari ini, dan itu artinya kita semua tengah terlibat dengan riba. Sebab, di masa ini, seluruh tata kehidupan kita telah bercampur dengan riba.
Untuk memiliki sebuah rumah, kendaraan, bahkan peralatan rumah tangga (TV, perabot elektronik, mebel, dsb), pada umumnya, membayarnya dengan kredit berbunga. Sebab harga-harga kebutuhan hidup ini kalau harus dibeli secara tunai sudah semakin tidak terjangkau.
Disebutkannya, tumbuh suburnya riba sekarang ini disebabkan umat Islam yang lebih mementingkan ibadah semata, tapi kerap melupakan cara muamalah yang benar dalam hidup ini sesuai tuntunan ajaran Islam.
"Jangan berharap ibadah kita benar dan diterima oleh Allah SWT, jika ekonomi dan muamalah kita masih bergelimang dengan riba. Karena itu, sering-seringlah kita mengkaji aturan bermuamalah yang benar, tidak hanya cukup dengan beribadah kepada Allah saja. Sehingga kita terhindar dari riba," katanya.
Ditambahkannya, penerapan muamalah ini juga sangat erat berkaitan dengan aspek ibadahnya, karena kedua hal ini saling mendukung dan merupakan dua sisi dari koin uang yang sama. Muamalah Islam merupakan salah satu bentuk penyembahn kepada Allah SWT dan ritual ibadah yang bebas dan leluasa mendukung dan memerlukan penerapan muamalah Islam.
Belum terwujudnya muamalah Islam dalam realita disebabkan kurangnya keyakinan umat Islam atas ajaran agamanya sendiri, sehingga lebih memilih untuk menjalankan muamalah non-Islam.
Diperlukan pengkajian yang lebih intensif untuk memupuk kesadaran untuk mewujudkan dan keyakinan bahwa bentuk muamalah Islam lah yang tebaik bagi manusia karena sebagai doktrin teologis, tuntunan muamalah Islam datang dari pencipta alam semesta ini sendiri yang sudah barang tentu sebagai satu-satunya entitas yang memiliki solusi atas segala permasalahan umat manusia yaitu Allah SWT.
"Kita paling banyak bermasalah dalam bidang muamalah dan transaksi ekonomi sesama manusia untuk mendapatkan harta benda seperti tanah, uang, mobil, rumah dan barang lainnya yang ingin dimiliki manusia. Yang penting, ketika ingin mendapatkannya, kita jangan menganiaya orang lain dan tidak boleh juga kita dianiaya oleh orang lain," tegas Tgk Muslim Ibrahim.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2014