Hampir satu tahun virus corona (COVID-19) mewabah di Indonesia. Semua negara terkena dampaknya, meliput berbagai sektor. Bahkan, Indonesia mengalami resesi pada tahun ini akibat penurunan aktivitas ekonomi di Tanah Air.

Sejak terdeteksi kasus positif perdana pada awal Maret lalu, jumlah penderita di Indonesia semakin bertambah. Data hingga Kamis (26/11) kemarin, kasus positif COVID-19 di Indonesia telah mencapai 516.753 orang, di antaranya 16.352 orang meninggal dunia dan 433.649 orang dinyatakan sembuh.

Pemerintah telah mengeluarkan pelbagai kebijakan untuk menekan laju penambahan kasus. Mulai dari mengizinkan Pembatasan Sosial Berkala Besar (PSBB) di sejumlah provinsi, hingga penerapan protokol kesehatan yang masih terus didengungkan seperti memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan (3M).

Di Aceh, positif perdana muncul akhir Maret 2020. Mulai April, Pemerintah Aceh langsung memberlakukan jam malam, dengan tujuan untuk membatasi aktivitas warga saat malam hari guna mencegah lonjakan kasus terus bertambah.

Namun, jam malam hanya berlangsung selama sepekan. Pemerintah kemudian mencabutnya seiring dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang PSBB dan juga Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 9 Tahun 2020 tentag pedoman PSBB. Tetapi Aceh tidak lakukan PSBB karena belum memenuhi syarat dari Kemenkes RI.

Lonjakan kasus terus terjadi di Aceh. Bahkan daerah Serambi Mekkah itu sempat masuk dalam kategori zona merah atau resiko tinggi penyebaran COVID-19 dan menjadi 10 provinsi dengan prioritas penanganan virus corona di Indonesia.

Saat ini kasus positif COVID-19 di Aceh telah mencapai 8.223 orang, di antaranya 6.805 orang telah sembuh, 311 orang meninggal dunia dan 1.107 orang masih dirawat di rumah sakit rujukan atau isolasi mandiri.

Juru Bicara COVID-19 Aceh Saifullah Abdulgani mengatakan sejak awal November lalu, kasus konfirmasi baru di Tanah Rencong mulai menunjukkan penurunan. Aceh juga telah berhasil keluar dari status zona merah tepat pada peringatan Hari Pahlawan Nasional 2020.

Kendati demikian, kata dia, pandemi COVID-19 belum berakhir, sehingga warga diminta tetap menerapkan protokol kesehatan saat beraktivitas di luar rumah.

"Pada hari pahlawan, 10 November 2020, masyarakat Aceh berhasil membebaskan daerahnya dari zona merah COVID-19. Sebelumnya Bireuen dan Aceh Singkil zona merah, kini zona oranye," katanya di Banda Aceh, beberapa waktu lalu.

Ia melanjutkan, masyarakat Aceh telah menunjukkan semangat kepahlawanannya dalam pertempuran melawan COVID-19. Perubahan peta zonasi risiko COVID-19 mustahil terjadi tanpa peran serta masyarakat dan semua unsur pemerintahan daerah.

Menurut Jubir yang akrab disapa SAG itu Pemkab Bireuen dan warganya bekerja keras dalam tiga pekan terakhir untuk mengubah situasi pandemi daerah itu dari zona merah menjadi zona oranye.

"Peran serta masyarakat menjalankan protokol kesehatan yang difasilitasi pemerintah setempat sangat mempengaruhi hasil tersebut," kata SAG.

Ia menambahkan perjuangan untuk memperbaiki situasi pandemi juga dilakukan seluruh lapisan masyarakat dan Satgas COVID-19 kabupaten/kota. Masyarakat di Aceh Singkil juga berhasil mengubah status warna daerah itu dari zona merah menjadi oranye.

“Aceh bebas zona merah di hari pahlawan ini karena Aceh Singkil dan Bireuen sudah menjadi zona oranye, dengan potensi risiko peningkatan kasus COVID-19 tingkat sedang," katanya, menjelaskan.

Saat ini, peta zonasi resiko COVID-19 Aceh yakni zona risiko rendah atau zona kuning meliputi Aceh Barat Daya dan Aceh Tenggara. Sedangkan 21 kabupaten/kota lainnya merupakan zona risiko sedang atau zona oranye peningkatan kasus COVID-19.

“Kita bersyukur dan memberikan apresiasi yang tinggi kepada masyarakat dan Satgas COVID-19 di kabupaten/kota,” katanya.

Waspada gelombang kasus kedua

Meski Aceh telah keluar dari zona merah, namun warga tetap diimbau waspada. Bahkan, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Aceh juga mengingatkan warga provinsi setempat terkait potensi gelombang kedua lonjakan kasus COVID-19, meskipun kondisi terkini penambahan kasus positif harian telah menurun.

"Fase pertama ini kita sudah mulai turun, tetapi hati-hati gelombang kedua," kata Ketua IDI Aceh dr Safrizal Rahman.

Ia mengatakan penambahan kasus positif baru di Aceh memang telah menurun. Begitu juga dengan angka kematian sekaligus jumlah pasien yang dirawat di rumah sakit rujukan COVID-19.

Selama beberapa pekan terakhir, warga yang dilaporkan meninggal dunia karena COVID-19 juga jarang terdengar. Jikapun ada, kata Safrizal, hanya satu hingga dua orang dalam jangka waktu sepekan.

Saat ini, dia melanjutkan, Indonesia menggunakan Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) tentang pedoman dan pengendalian COVID-19 revisi ke lima. Dalam PMK itu, jumlah pemeriksaan COVID-19 telah dikurangi. Artinya warga yang dites COVID-19 tidak banyak lagi, hanya khusus bagi yang memiliki gejala.

Menurut Safizal, meskipun kasus positif di Aceh sudah menurun, namun warga tetap diminta tidak merenggangkan penerapan protokol kesehatan, sebagai upaya untuk mengantisipasi lonjakan kasus gelombang kedua.

"Ya kalau kita lihat Jakarta dulu pernah sudah turun, tiba-tiba naik lagi kasusnya. Banyak di kota-kota besar yang mengalami seperti itu," katanya, yang juga mengingatkan 3M, memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan.

Antisipasi saat libur panjang

Selain itu, IDI Aceh juga meminta warga untuk mengantisipasi potensi lonjakan kasus COVID-19 saat libur panjang Natal dan Tahun Baru pada 24-31 Desember mendatang. Kata dia, Aceh dapat mengulang kembali keberhasilan menekan lonjakan kasus saat libur panjang.

Menurut dia, tentu salah satu caranya ialah semua pihak baik warga Aceh yang keluar daerah, pelaku wisata dan wisatawan yang melancong ke daerah Serambi Mekkah itu dituntut disiplin protokol kesehatan (Prokes).

"Kalau prokes ketat diberlakukan, kita tetap cuci tangan dan pakai masker, mudah-mudahan keberhasilan kita kemarin dengan libur panjang dan tidak meningkatkan kasus yang signifikan, ini bisa kita ulangi lagi, dan itu pertanda baik," kata Safrizal.

Aceh berhasil menekan kasus pada libur panjang saat perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW pada Oktober lalu. Saat libur akan banyak wisatawan yang datang ke Aceh. Di satu sisi, hal ini sangat bermanfaat bagi sektor ekonomi di Aceh.

"Itu sesuatu yang baik. Mudah-mudahan itu karena peningkatan kesadaran akan protokol kesehatan. Jadi pelaku wisata juga mengontrol protokol kesehatannya," katanya.

"Memang kepatuhan dan kemudian kontrol dari pelaku wisata terhadap protokol kesehatan ini menjadi sangat mutlak. Memang di beberapa tempat ada kenaikan kasus, karena dengan stimulus dari pemerintah, dengan tiket murah pada saat itu menjadi penyebab mungkin orang banyak yang melakukan perjalanan," katanya.

Pewarta: Khalis Surry

Uploader : Salahuddin Wahid


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2020