Pengertian danau diketahui cukup beragam. Danau, menurut kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai genangan air yang amat luas dan dikelilingi daratan.
Ada pula yang memaknai danau adalah cekungan besar di permukaan bumi yang digenangi oleh air -- bisa tawar ataupun asin -- yang seluruh cekungan tersebut dikelilingi oleh daratan.
Kalau dirunut, tentu masih akan banyak lainnya. Hanya saja, umumnya, danau memang didefinisikan sebagai cekungan di daratan yang digenangi air.
Peneliti bidang limnologi di Pusat Limnologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Sulastri dalam buku "Fitoplankton Danau Danau di Pulau Jawa; Keanekaragaman dan Perannya sebagai Bioindikator Perairan" (LIPI Press:2018) menyatakan bahwa sebagai negara kepulauan, tak ayal jika laut dan pesisir menjadi kekuatan utama Indonesia, yang mengandung sumber daya berlimpah.
Namun, orang sering melupakan potensi perairan darat, yang sejatinya tidak kalah penting dibandingkan lautan, yakni danau.
Di Pulau Jawa, -- dan semestinya juga di hampir semua daerah yang memiliki danau -- kata dia, danau adalah salah satu sumber primer mata pencaharian masyarakat, selain juga sebagai penyedia sumber daya alam dan penghasil energi.
Karena itu, menurut Sulastri, kerusakan ekosistem danau dapat memberikan dampak negatif yang besar bagi masyarakat. Kerusakan tersebut, umumnya, terjadi karena asupan unsur hara yang terlalu besar sehingga dapat menyebabkan "blooming" fitoplankton.
Ia menyebut meledaknya populasi fitoplankton akan mengakibatkan danau mengalami penurunan kecerahan perairan, peningkatan konsumsi oksigen, dan penurunan kualitas air secara umum.
Sehubungan dengan masalah danau, pada Kamis (3/12) 2020, Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro membuka webinar nasional bertajuk "Database Danau Indonesia dan Peluncuran Buku Identifikasi Danau Indonesia: Peranan Strategis dari Ketersediaan Data Dasar Danau-danau di Indonesia".
Pada peluncuran Buku Identifikasi Danau Indonesia: Peranan Strategis dari Ketersediaan Data Dasar Danau-danau di Indonesia" yang diterbitkan oleh LIPI itu, salah satu dari tim penyusun Aan Dianto menyatakan bahwa pihaknya mengidentifikasi ada sebanyak 5.807 danau yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, yang mencakup danau alami, danau buatan dan danau jenis lainnya.
"Tim penyusun buku danau berhasil mengidentifikasi sebanyak 5.807 danau yang tersebar di seluruh pulau di Indonesia di mana total luasnya adalah 586.871,64 hektare," katanya.
Dari 5.807 danau tersebut terdiri atas 1.022 danau alami, 1.314 danau buatan, dan 3.471 danau tidak teridentifikasi apakah danau alami atau danau buatan.
Ia menyebutkan ada kenaikan yang cukup signifikan dari referensi yang sebelumnya. Sebelumnya, tercatat Indonesia mempunyai lebih dari 1.575 danau, yang terdiri atas 840 danau besar dan 735 danau kecil (situ).
Menurut Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) pada 2016 luas total danau di Indonesia sekitar 491.724 hektare (ha).
"Apabila kita ilustrasikan bahwa luasannya (danau) adalah sedikit lebih besar dibandingkan 'land area' luas dari negara Thailand yaitu 513.120 hektare," kata Aan.
Revitalisasi
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono dalam satu kesempatan menyatakan bahwa mencermati kondisi yang kian mengkhawatirkan pada ekosistem danau di Tanah Air pihaknya melakukan program revitalisasi.
Kementerian PUPR sejak Tahun 2016 secara bertahap melaksanakan kegiatan revitalisasi 15 danau kritis yang menjadi prioritas nasional untuk ditangani.
Sebanyak 15 danau yang tergolong kritis dan menjadi prioritas nasional tersebut, yaitu: Danau Rawapening di Jawa Tengah, Rawa Danau di Banten, Danau Batur di Bali, Danau Toba di Sumatera Utara, Danau Kerinci di Jambi, Danau Maninjau, Danau Singkarak di Sumatera Barat, Danau Poso di Sulawesi Tengah, Danau Cascade Mahakam-Semayang, Danau Melintang dan Danau Tondano di Sulawesi Utara, Danau Tempe dan Danau Matano di Sulawesi Selatan, Danau Limboto di Gorontalo, Danau Sentarum di Kalimantan Barat, Danau Jempang di Kalimantan Timur, dan Danau Sentani di Papua.
Namun, dari 15 danau yang ekosistemnya dalam kondisi kritis itu, baru 10 yang ditangani.
Ke-10 danau yang sedang ditangani oleh Kementerian PUPR itu adalah Danau Toba di Sumatera Utara, Danau Maninjau di Sumatera Barat, dan Danau Kerinci di Jambi, Danau Rawa Pening di Jawa Tengah, Danau Kaskade Mahakam di Kalimantan Timur.
Kemudian, Danau Tondano di Sulawesi Utara, Danau Limboto di Gorontalo, Danau Tempe di Sulawesi Selatan, Danau Poso di Sulawesi Tengah, dan Danau Sentani di Papua.
"Dalam penyelamatan danau kritis di Indonesia ditempuh melalui kegiatan struktural dan nonstruktural," katanya.
Pihaknya juga memperkuat sinergi dengan penandatanganan Nota Kesepahaman tentang Penyelamatan Danau Prioritas Nasional yang dilakukan di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 26 Maret 2019.
Revitalisasi danau bertujuan untuk mengembalikan fungsi alami danau sebagai tampungan air melalui pengerukan, pembersihan gulma air/eceng gondok, pembuatan tanggul, termasuk penataan di kawasan daerah aliran sungai.
Kesepakatan Bali
Mengenai komitmen untuk menjaga kelestarian danau sebenarnya sudah dilakukan pada 11 tahun lalu, tepatnya pada Kamis (13/8) 2009, di mana sejumlah menteri terkait telah menandatagangani apa yang kemudian dikenal dengan "Kesepakatan Bali".
Menteri yang menandatangani "Kesepakatan Bali" tersebut adalah Menteri Negara Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar, Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto, Menteri Kehutanan M.S Kaban, dan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik.
Sementara kehadiran menteri lainnya diwakili untuk ditandandatangani kemudian, karena berhalangan hadir adalah Menteri Dalam Negeri Mardiyanto, Menteri Pertanian Anton Apriyantono, Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro, dan Menteri Negara Riset dan Teknologi Kusmayanto Kadiman.
"Kesepakatan Bali" itu berisi tentang "Pengelolaan Danau Berkelanjutan", yang merupakan komitmen dari sembilan departemen/kementerian terkait untuk mempertahankan, melestarikan dan memulihkan fungsi danau berdasarkan prinsip keseimbangan ekosistem dan daya dukung lingkungannya melalui tujuh butir program strategis danau, yang ditandatangani oleh empat menteri pada acara Konferensi Nasional Danau Indonesia I dengan tema "Pengelolaan Danau & Antisipasi Perubahan Iklim" di Denpasar, Bali.
Rincian tujuh butir program strategis danau dalam kesepakatan tersebut adalah (1) pengelolaan ekosistem danau, (2) pemanfaatan sumber daya air danau, (3) pengembangan sistem monitoring, (4) evaluasi dan informasi danau, (5) penyiapan langkah-langkah adaptasi dan mitigasi perubahan iklim terhadap danau, (6) pengembangan kapasitas, kelembagaan dan koordinasi, (7) peningkatan peran masyarakat, dan pendanaan berkelanjutan.
Selanjutnya, dalam mewujudkan kesepakatan bersama tersebut, sembilan departemen/kementerian tersebut menyatakan kesediannya untuk bekerja sama dengan semua pihak melalui sinkronisasi dan sinergi Program/Kegiatan Pengelolaan Danau Berkelanjutan pada sembilan danau prioritas yang tersebar di tujuh provinsi sebagai percontohan pengelolaan yaitu Danau Toba, Danau Singkarak, Danau Maninjau, Danau Rawa Pening, Danau Batur, Danau tempe, Danau Poso, Danau Limboto, dan Danau Tondano.
Di samping itu, juga menerapkannya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Usai penandatanganan kesepakatan kala itu, Menteri PU Djoko Kirmanto menyambut gembira konferensi itu karena penanganan dan pengelolaan danau tidak mungkin bisa ditangani oleh satu sektor saja, melainkan sangat membutuhkan keterpaduan dan keintegrasian penanganan secara multisektor dan dengan pendekatan dan komitmen pada satu kesatuan pola penanganan menyeluruh.
Tak hanya itu, penanganan juga harus terpadu antara aspek fisik teknik struktural dan penanganan secara nonfisik, termasuk di dalamnya penanganan aspek sosial, ekonomi wilayah, lingkungan serta pemberdayaan dan partisipasi masyarakat.
Disadari bahwa Menteri Lingkungan Hidup dan Menteri Kehutanan merupakan benteng-benteng lingkungan, dan adanya rasa curiga bahwa PU sebagai satu departemen yang membangun infrastruktur memiliki dampak terhadap lingkungan membutuhkan pemahaman bersama.
Karenanya, sektor-sektor terkait perlu merapatkan diri, mengintegrasikan program masing-masing ke dalam satu kesatuan penanganan dengan tujuan yang sama yaitu mewujudkan pengelolaan danau berkelanjutan.
Setelah 11 tahun silam kesepakatan itu terbangun di antara para pihak terkait, agaknya seruan komitmen bagi penyelamatan danau di Indonesia kini bisa terus dilanjutkan.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2020
Ada pula yang memaknai danau adalah cekungan besar di permukaan bumi yang digenangi oleh air -- bisa tawar ataupun asin -- yang seluruh cekungan tersebut dikelilingi oleh daratan.
Kalau dirunut, tentu masih akan banyak lainnya. Hanya saja, umumnya, danau memang didefinisikan sebagai cekungan di daratan yang digenangi air.
Peneliti bidang limnologi di Pusat Limnologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Sulastri dalam buku "Fitoplankton Danau Danau di Pulau Jawa; Keanekaragaman dan Perannya sebagai Bioindikator Perairan" (LIPI Press:2018) menyatakan bahwa sebagai negara kepulauan, tak ayal jika laut dan pesisir menjadi kekuatan utama Indonesia, yang mengandung sumber daya berlimpah.
Namun, orang sering melupakan potensi perairan darat, yang sejatinya tidak kalah penting dibandingkan lautan, yakni danau.
Di Pulau Jawa, -- dan semestinya juga di hampir semua daerah yang memiliki danau -- kata dia, danau adalah salah satu sumber primer mata pencaharian masyarakat, selain juga sebagai penyedia sumber daya alam dan penghasil energi.
Karena itu, menurut Sulastri, kerusakan ekosistem danau dapat memberikan dampak negatif yang besar bagi masyarakat. Kerusakan tersebut, umumnya, terjadi karena asupan unsur hara yang terlalu besar sehingga dapat menyebabkan "blooming" fitoplankton.
Ia menyebut meledaknya populasi fitoplankton akan mengakibatkan danau mengalami penurunan kecerahan perairan, peningkatan konsumsi oksigen, dan penurunan kualitas air secara umum.
Sehubungan dengan masalah danau, pada Kamis (3/12) 2020, Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro membuka webinar nasional bertajuk "Database Danau Indonesia dan Peluncuran Buku Identifikasi Danau Indonesia: Peranan Strategis dari Ketersediaan Data Dasar Danau-danau di Indonesia".
Pada peluncuran Buku Identifikasi Danau Indonesia: Peranan Strategis dari Ketersediaan Data Dasar Danau-danau di Indonesia" yang diterbitkan oleh LIPI itu, salah satu dari tim penyusun Aan Dianto menyatakan bahwa pihaknya mengidentifikasi ada sebanyak 5.807 danau yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, yang mencakup danau alami, danau buatan dan danau jenis lainnya.
"Tim penyusun buku danau berhasil mengidentifikasi sebanyak 5.807 danau yang tersebar di seluruh pulau di Indonesia di mana total luasnya adalah 586.871,64 hektare," katanya.
Dari 5.807 danau tersebut terdiri atas 1.022 danau alami, 1.314 danau buatan, dan 3.471 danau tidak teridentifikasi apakah danau alami atau danau buatan.
Ia menyebutkan ada kenaikan yang cukup signifikan dari referensi yang sebelumnya. Sebelumnya, tercatat Indonesia mempunyai lebih dari 1.575 danau, yang terdiri atas 840 danau besar dan 735 danau kecil (situ).
Menurut Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) pada 2016 luas total danau di Indonesia sekitar 491.724 hektare (ha).
"Apabila kita ilustrasikan bahwa luasannya (danau) adalah sedikit lebih besar dibandingkan 'land area' luas dari negara Thailand yaitu 513.120 hektare," kata Aan.
Revitalisasi
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono dalam satu kesempatan menyatakan bahwa mencermati kondisi yang kian mengkhawatirkan pada ekosistem danau di Tanah Air pihaknya melakukan program revitalisasi.
Kementerian PUPR sejak Tahun 2016 secara bertahap melaksanakan kegiatan revitalisasi 15 danau kritis yang menjadi prioritas nasional untuk ditangani.
Sebanyak 15 danau yang tergolong kritis dan menjadi prioritas nasional tersebut, yaitu: Danau Rawapening di Jawa Tengah, Rawa Danau di Banten, Danau Batur di Bali, Danau Toba di Sumatera Utara, Danau Kerinci di Jambi, Danau Maninjau, Danau Singkarak di Sumatera Barat, Danau Poso di Sulawesi Tengah, Danau Cascade Mahakam-Semayang, Danau Melintang dan Danau Tondano di Sulawesi Utara, Danau Tempe dan Danau Matano di Sulawesi Selatan, Danau Limboto di Gorontalo, Danau Sentarum di Kalimantan Barat, Danau Jempang di Kalimantan Timur, dan Danau Sentani di Papua.
Namun, dari 15 danau yang ekosistemnya dalam kondisi kritis itu, baru 10 yang ditangani.
Ke-10 danau yang sedang ditangani oleh Kementerian PUPR itu adalah Danau Toba di Sumatera Utara, Danau Maninjau di Sumatera Barat, dan Danau Kerinci di Jambi, Danau Rawa Pening di Jawa Tengah, Danau Kaskade Mahakam di Kalimantan Timur.
Kemudian, Danau Tondano di Sulawesi Utara, Danau Limboto di Gorontalo, Danau Tempe di Sulawesi Selatan, Danau Poso di Sulawesi Tengah, dan Danau Sentani di Papua.
"Dalam penyelamatan danau kritis di Indonesia ditempuh melalui kegiatan struktural dan nonstruktural," katanya.
Pihaknya juga memperkuat sinergi dengan penandatanganan Nota Kesepahaman tentang Penyelamatan Danau Prioritas Nasional yang dilakukan di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 26 Maret 2019.
Revitalisasi danau bertujuan untuk mengembalikan fungsi alami danau sebagai tampungan air melalui pengerukan, pembersihan gulma air/eceng gondok, pembuatan tanggul, termasuk penataan di kawasan daerah aliran sungai.
Kesepakatan Bali
Mengenai komitmen untuk menjaga kelestarian danau sebenarnya sudah dilakukan pada 11 tahun lalu, tepatnya pada Kamis (13/8) 2009, di mana sejumlah menteri terkait telah menandatagangani apa yang kemudian dikenal dengan "Kesepakatan Bali".
Menteri yang menandatangani "Kesepakatan Bali" tersebut adalah Menteri Negara Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar, Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto, Menteri Kehutanan M.S Kaban, dan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik.
Sementara kehadiran menteri lainnya diwakili untuk ditandandatangani kemudian, karena berhalangan hadir adalah Menteri Dalam Negeri Mardiyanto, Menteri Pertanian Anton Apriyantono, Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro, dan Menteri Negara Riset dan Teknologi Kusmayanto Kadiman.
"Kesepakatan Bali" itu berisi tentang "Pengelolaan Danau Berkelanjutan", yang merupakan komitmen dari sembilan departemen/kementerian terkait untuk mempertahankan, melestarikan dan memulihkan fungsi danau berdasarkan prinsip keseimbangan ekosistem dan daya dukung lingkungannya melalui tujuh butir program strategis danau, yang ditandatangani oleh empat menteri pada acara Konferensi Nasional Danau Indonesia I dengan tema "Pengelolaan Danau & Antisipasi Perubahan Iklim" di Denpasar, Bali.
Rincian tujuh butir program strategis danau dalam kesepakatan tersebut adalah (1) pengelolaan ekosistem danau, (2) pemanfaatan sumber daya air danau, (3) pengembangan sistem monitoring, (4) evaluasi dan informasi danau, (5) penyiapan langkah-langkah adaptasi dan mitigasi perubahan iklim terhadap danau, (6) pengembangan kapasitas, kelembagaan dan koordinasi, (7) peningkatan peran masyarakat, dan pendanaan berkelanjutan.
Selanjutnya, dalam mewujudkan kesepakatan bersama tersebut, sembilan departemen/kementerian tersebut menyatakan kesediannya untuk bekerja sama dengan semua pihak melalui sinkronisasi dan sinergi Program/Kegiatan Pengelolaan Danau Berkelanjutan pada sembilan danau prioritas yang tersebar di tujuh provinsi sebagai percontohan pengelolaan yaitu Danau Toba, Danau Singkarak, Danau Maninjau, Danau Rawa Pening, Danau Batur, Danau tempe, Danau Poso, Danau Limboto, dan Danau Tondano.
Di samping itu, juga menerapkannya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Usai penandatanganan kesepakatan kala itu, Menteri PU Djoko Kirmanto menyambut gembira konferensi itu karena penanganan dan pengelolaan danau tidak mungkin bisa ditangani oleh satu sektor saja, melainkan sangat membutuhkan keterpaduan dan keintegrasian penanganan secara multisektor dan dengan pendekatan dan komitmen pada satu kesatuan pola penanganan menyeluruh.
Tak hanya itu, penanganan juga harus terpadu antara aspek fisik teknik struktural dan penanganan secara nonfisik, termasuk di dalamnya penanganan aspek sosial, ekonomi wilayah, lingkungan serta pemberdayaan dan partisipasi masyarakat.
Disadari bahwa Menteri Lingkungan Hidup dan Menteri Kehutanan merupakan benteng-benteng lingkungan, dan adanya rasa curiga bahwa PU sebagai satu departemen yang membangun infrastruktur memiliki dampak terhadap lingkungan membutuhkan pemahaman bersama.
Karenanya, sektor-sektor terkait perlu merapatkan diri, mengintegrasikan program masing-masing ke dalam satu kesatuan penanganan dengan tujuan yang sama yaitu mewujudkan pengelolaan danau berkelanjutan.
Setelah 11 tahun silam kesepakatan itu terbangun di antara para pihak terkait, agaknya seruan komitmen bagi penyelamatan danau di Indonesia kini bisa terus dilanjutkan.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2020