Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Aceh mencatat seluas 5.000 Hektare lahan hutan lindung yang tersebar di sejumlah kecamatan di Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh sejak kurun lima tahun terakhir rusak akibat maraknya aktivitas tambang emas ilegal.

“Menurut perkiraan kami, ada sekitar 5.000 hektare lahan hutan di Aceh Barat yang rusak akibat aktivitas tambang emas secara ilegal,” kata Direktur Wahana Lingkungan Hidup Aceh (Walhi) Muhammad Nur kepada ANTARA, Sabtu.

Berdasarkan hitungan (estimasi) yang dilakukan lembaga penyelamat lingkungan hidup tersebut, satu unit alat berat jenis Exaavator mampu melakukan penggalian lahan antara empat hingga lima hektare lahan.

Sementara jumlah alat berat yang saat ini diduga masih beroperasi di sejumlah lokasi tambang ilegal seperti di Kecamatan Sungai Mas, Panton Reue, Pante Ceureumen, Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh diperkirakan mencapai 100 unit setiap harinya.

“Kami menduga ada sekitar 100 unit alat berat yang aktif melakukan tambang ilegal di pedalaman Aceh Barat,” kata Muhammad Nur menambahkan.

Untuk itu, pihaknya berharap agar pemerintah daerah bersama aparat penegak hukum di Kabupaten Aceh Barat, agar segera menghentikan aktivitas penambangan ilegal tersebut untuk menyelamatkan lingkungan dan hutan lindung dari ancaman kerusakan.
Foto udara area bekas lubang galian tambang emas ilegal di kawasan Kecamatan Sungai Mas, Kabupaten Aceh Barat, Aceh, Jumat (15/1/2021). Berdasarkan data Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh menyebutkan terdapat tujuh lokasi pertambangan emas ilegal yang tersebar di tujuh Kabupaten di Provinsi Aceh seperti Kabupaten Aceh Besar, Aceh Jaya, Pidie, Aceh Barat, Nagan Raya, Aceh Tengah dan Kabupaten Aceh Selatan yang merupakan salah satu penyebab rusaknya lingkungan dan memicu bencana ekologi. (Antara Aceh/Syifa Yulinnas/aww)

Bentuk penertiban yang diinginkan Walhi Aceh, kata dia, artinya adanya penghentian secara total aktivitas tambang ilegal emas di kawasan hutan termasuk hutan lindung di Kabupaten Aceh Barat, sehingga aktivitas tersebut tidak lagi beroperasi sama sekali.

Disisi lain, pihaknya juga mendesak kepada pemerintah daerah di Aceh yang memiliki potensi lahan pertambangan, agar segera menjalankan Intruksi Gubernur Aceh Nomor: 12/INSTR/2020 tentang Kewenangan Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batu Bara di Aceh, Tanggal 23 Desember 2020 lalu.

Ada pun salah satu poin penting dalam Intruksi Gubernur Aceh tersebut, kata Muhammad Nur, para bupati atau walikota se-Aceh agar memberikan rekomendasi perizinan berusaha yang berkaitan dengan pengelolaan mineral dan batu bara, di wilayah kabupaten/kota sesuai dengan pemanfaatan tata ruang wilayah kabupaten/kota, dan wilayah hukum pertambangan.

Di dalam instrukksi tersebut, para bupati/walikota mempersiapkan wilayah pertambangan rakyat (WPR) yang berada di luar kawasan hutan, untuk diusulkan penetapan dalam wilayah pertambangan sesuai peraturan perundang-undangan.

Serta Gubernur Aceh dalam intruksi dimaksud juga meminta kepada bupati/walikota se-Aceh agar melakukan tindakan tegas sesuai ketentuan perundang-undangan, terhadap kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara yang tidak memiliki izin/ilegal di wilayah yang menjadi kewenangannya, demikian Muhammad Nur.
 

Pewarta: Teuku Dedi Iskandar

Editor : Azhari


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2021