Banyak orang berkomentar, penanganan COVID-19 ini hanya ganti-ganti kebijakan saja. Dari awalnya kita kenal istilah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), termasuk turunannya, yakni PSBB Transisi, kemudian Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dan kemudian akan berlaku PPKM Skala Mikro.
Kebijakan terakhir diambil Presiden Joko Widodo setelah mengevaluasi bahwa PPKM Jawa dan Bali berbasis kota/kabupaten berjalan tidak efektif.
Sebenarnya, tidak ada yang salah dengan kebijakan penanganan COVID-19 ini. Perubahan kebijakan dilakukan dengan memperhatikan situasi terkini dan beradaptasi dengan pola baru penyebaran serta penanganan virus di daerah tertentu.
Penerapan kebijakan PPKM dengan pendekatan berbasis mikro semata-mata karena pemerintah terus berupaya untuk melakukan penanganan pandemi COVID-19 secara lebih efektif.
Presiden Jokowi tegas memberikan arahan bahwa PPKM berbasis mikro atau komunitas ini merupakan pembatasan kegiatan masyarakat dimulai dari tingkat lokal, mulai dari tingkat desa, kampung, RT dan RW, dan melibatkan dari satuan tugas pusat sampai satgas terkecil.
Di luar satgas-satgas penanganan COVID-19, juga dilakukan pelibatan aktif berbagai unsur dari TNI/Polri hingga Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Selain untuk meningkatkan disiplin masyarakat sekaligus menegakkan hukum, juga untuk melakukan pelacakan kasus COVID-19.
Pelibatan aktif dari Babinsa, Babinkamtibmas, Satpol PP, operasi yustisi TNI/Polri, penting dilakukan bukan hanya untuk penegakan hukum, tetapi juga untuk melakukan "tracing" (pelacakan).
Satu hal yang pasti, pemerintah akan memperhatikan kebutuhan masyarakat melalui operasi yang bersifat mikro. Penerapan PPKM berbasis mikro ini pun nantinya akan dievaluasi secara dinamis, dengan tahap awal dikonsentrasikan pada 98 daerah yang sekarang melaksanakan pembatasan kegiatan masyarakat.
Perubahan demi perubahan kebijakan bukan semata pergantian atau penghalusan istilah, tapi dengan fokus dan kegiatan yang lebih terukur, maka efektivitas penanganan COVID-19 makin membuahkan hasil.
Data dari pelaksanaan PPKM sebelumnya menyebutkan sejumlah provinsi mengalami perbaikan, yaitu DKI Jakarta, Jawa Tengah, dan Yogyakarta. Dari 98 daerah yang menerapkan PPKM, zona merah turun dari 92 menjadi 63 daerah.
PPKM juga menunjukkan bahwa mobilitas penduduk mengalami penurunan di berbagai sektor. Kalau pun ada daerah memiliki mobilitas yang masih relatif tinggi, lebih karena lokasi itu merupakan tempat kerja maupun area pemukiman.
Awal bulan ini, secara khusus Presiden Jokowi mengadakan pertemuan dengan sejumlah gubernur dalam rangka menekan laju penularan COVID-19 melalui pembatasan kegiatan masyarakat.
Pada pertemuan dengan Gubernur DKI Jakarta, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Gubernur Jawa Barat, Gubernur Jawa Tengah, dan Gubernur Bali, Presiden Jokowi membahas bagaimana cara untuk mengefektifkan kebijakan pembatasan yang beberapa waktu belakangan berjalan.
Pembahasan bersama para gubernur tersebut menekankan pada penyempurnaan terhadap detail-detail pelaksanaan kebijakan yang saat awal diterapkan dinilai masih memerlukan perbaikan.
“Artinya kita ingin memperkuat kegiatan-kegiatan yang ada di lapangan sehingga saya sampaikan pembatasan kegiatan masyarakat di level mikro, di level kampung, desa, RW dan RT itu penting. Kuncinya di situ. Urusan lapangan seperti itu yang harus dikerjakan,” tegas Presiden Jokowi.
Sementara dari sisi pemerintah pusat, Presiden Joko Widodo menekankan bahwa pihaknya juga akan memperkuat dalam hal pengujian, pelacakan, hingga perawatan pasien COVID-19. Hal itu memang menjadi perhatian pemerintah yang tengah diupayakan lebih lanjut dalam beberapa waktu ke belakang.
“Kalau tes COVID-19 sudah dilakukan dan ketahuan (terdeteksi), segera dilacak (yang berkontak erat). Paling tidak 30 orang yang kontak dengan orang ini harus dilacak. Kalau sudah ketemu, segera dilakukan isolasi. Itu saya tekankan lagi,” paparnya.
Selain itu, Presiden Jokowi juga kembali mengingatkan terkait kedisiplinan terhadap protokol kesehatan, yakni mengenakan masker, rajin mencuci tangan, serta menjaga jarak dan menghindari kerumunan.
Jelas sudah, berbagai kebijakan penanganan COVID-19 sama sekali bukan merupakan bentuk inkonsistensi pemerintah. Semua keputusan itu dilakukan memastikan langkah terbaik bagi masyarakat, khususnya untuk memutus mata rantai penyebaran COVID-19 seiring dengan pemulihan ekonomi nasional.
Menggarisbawahi perubahan kebijakan ini, Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito, menyatakan bahwa pandemi ini bersifat dinamis. Karena itu, sudah seharusnya penanganannya pun adaptif dengan keadaan yang ada untuk mencapai hasil efektif.
Daerah-daerah di Jawa dan Bali tetap diinstruksikan meneruskan pelaksanaan PPKM, dengan catatan bahwa para kepala daerah diperbolehkan menyesuaikan penanganan tambahan di luar poin pokok aturan dengan menimbang situasi dan kondisi yang ada.
Penanganan COVID-19 dengan penekanan desentralisasi pemerintah ini patut diapresiasi. Pendekatannya bukan lagi ‘top-down’, melainkan ‘bottom-up’, semua dilakukan sesuai kondisi daerah tertentu.
Satu hal lagi, kebijakan penanganan COVID-19 PPKM berbasis mikro komunitas ini juga kian menunjukkan tekad pemerintah bahwa aspek kesehatan dan ekonomi harus berjalan seiring. Fakta bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2020 tercatat minus 2,07 persen membuat kita semakin sadar, bahwa sektor ekonomi juga harus mendapat perhatian penting.
Tujuan kebijakan PPKM berbasis mikro komunitas ini sangat jelas: membatasi kegiatan namun tetap menjamin kegiatan sosial-ekonomi terkendali. Sektor kesehatan yang saat ini tengah mengalami krisis sangat bergantung pada jalannya roda ekonomi. Begitu pula sebaliknya.
Mari kita sukseskan PPKM berbasis mikro komunitas. Laksanakan 5M dan 3T, semua dimulai dari bawah. Kalau bukan kita siapa lagi, kalau bukan sekarang kapan lagi? Kesehatan pulih, ekonomi bangkit!
Oleh: Prof. Dr. Widodo Muktiyo, Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2021
Kebijakan terakhir diambil Presiden Joko Widodo setelah mengevaluasi bahwa PPKM Jawa dan Bali berbasis kota/kabupaten berjalan tidak efektif.
Sebenarnya, tidak ada yang salah dengan kebijakan penanganan COVID-19 ini. Perubahan kebijakan dilakukan dengan memperhatikan situasi terkini dan beradaptasi dengan pola baru penyebaran serta penanganan virus di daerah tertentu.
Penerapan kebijakan PPKM dengan pendekatan berbasis mikro semata-mata karena pemerintah terus berupaya untuk melakukan penanganan pandemi COVID-19 secara lebih efektif.
Presiden Jokowi tegas memberikan arahan bahwa PPKM berbasis mikro atau komunitas ini merupakan pembatasan kegiatan masyarakat dimulai dari tingkat lokal, mulai dari tingkat desa, kampung, RT dan RW, dan melibatkan dari satuan tugas pusat sampai satgas terkecil.
Di luar satgas-satgas penanganan COVID-19, juga dilakukan pelibatan aktif berbagai unsur dari TNI/Polri hingga Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Selain untuk meningkatkan disiplin masyarakat sekaligus menegakkan hukum, juga untuk melakukan pelacakan kasus COVID-19.
Pelibatan aktif dari Babinsa, Babinkamtibmas, Satpol PP, operasi yustisi TNI/Polri, penting dilakukan bukan hanya untuk penegakan hukum, tetapi juga untuk melakukan "tracing" (pelacakan).
Satu hal yang pasti, pemerintah akan memperhatikan kebutuhan masyarakat melalui operasi yang bersifat mikro. Penerapan PPKM berbasis mikro ini pun nantinya akan dievaluasi secara dinamis, dengan tahap awal dikonsentrasikan pada 98 daerah yang sekarang melaksanakan pembatasan kegiatan masyarakat.
Perubahan demi perubahan kebijakan bukan semata pergantian atau penghalusan istilah, tapi dengan fokus dan kegiatan yang lebih terukur, maka efektivitas penanganan COVID-19 makin membuahkan hasil.
Data dari pelaksanaan PPKM sebelumnya menyebutkan sejumlah provinsi mengalami perbaikan, yaitu DKI Jakarta, Jawa Tengah, dan Yogyakarta. Dari 98 daerah yang menerapkan PPKM, zona merah turun dari 92 menjadi 63 daerah.
PPKM juga menunjukkan bahwa mobilitas penduduk mengalami penurunan di berbagai sektor. Kalau pun ada daerah memiliki mobilitas yang masih relatif tinggi, lebih karena lokasi itu merupakan tempat kerja maupun area pemukiman.
Awal bulan ini, secara khusus Presiden Jokowi mengadakan pertemuan dengan sejumlah gubernur dalam rangka menekan laju penularan COVID-19 melalui pembatasan kegiatan masyarakat.
Pada pertemuan dengan Gubernur DKI Jakarta, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Gubernur Jawa Barat, Gubernur Jawa Tengah, dan Gubernur Bali, Presiden Jokowi membahas bagaimana cara untuk mengefektifkan kebijakan pembatasan yang beberapa waktu belakangan berjalan.
Pembahasan bersama para gubernur tersebut menekankan pada penyempurnaan terhadap detail-detail pelaksanaan kebijakan yang saat awal diterapkan dinilai masih memerlukan perbaikan.
“Artinya kita ingin memperkuat kegiatan-kegiatan yang ada di lapangan sehingga saya sampaikan pembatasan kegiatan masyarakat di level mikro, di level kampung, desa, RW dan RT itu penting. Kuncinya di situ. Urusan lapangan seperti itu yang harus dikerjakan,” tegas Presiden Jokowi.
Sementara dari sisi pemerintah pusat, Presiden Joko Widodo menekankan bahwa pihaknya juga akan memperkuat dalam hal pengujian, pelacakan, hingga perawatan pasien COVID-19. Hal itu memang menjadi perhatian pemerintah yang tengah diupayakan lebih lanjut dalam beberapa waktu ke belakang.
“Kalau tes COVID-19 sudah dilakukan dan ketahuan (terdeteksi), segera dilacak (yang berkontak erat). Paling tidak 30 orang yang kontak dengan orang ini harus dilacak. Kalau sudah ketemu, segera dilakukan isolasi. Itu saya tekankan lagi,” paparnya.
Selain itu, Presiden Jokowi juga kembali mengingatkan terkait kedisiplinan terhadap protokol kesehatan, yakni mengenakan masker, rajin mencuci tangan, serta menjaga jarak dan menghindari kerumunan.
Jelas sudah, berbagai kebijakan penanganan COVID-19 sama sekali bukan merupakan bentuk inkonsistensi pemerintah. Semua keputusan itu dilakukan memastikan langkah terbaik bagi masyarakat, khususnya untuk memutus mata rantai penyebaran COVID-19 seiring dengan pemulihan ekonomi nasional.
Menggarisbawahi perubahan kebijakan ini, Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito, menyatakan bahwa pandemi ini bersifat dinamis. Karena itu, sudah seharusnya penanganannya pun adaptif dengan keadaan yang ada untuk mencapai hasil efektif.
Daerah-daerah di Jawa dan Bali tetap diinstruksikan meneruskan pelaksanaan PPKM, dengan catatan bahwa para kepala daerah diperbolehkan menyesuaikan penanganan tambahan di luar poin pokok aturan dengan menimbang situasi dan kondisi yang ada.
Penanganan COVID-19 dengan penekanan desentralisasi pemerintah ini patut diapresiasi. Pendekatannya bukan lagi ‘top-down’, melainkan ‘bottom-up’, semua dilakukan sesuai kondisi daerah tertentu.
Satu hal lagi, kebijakan penanganan COVID-19 PPKM berbasis mikro komunitas ini juga kian menunjukkan tekad pemerintah bahwa aspek kesehatan dan ekonomi harus berjalan seiring. Fakta bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2020 tercatat minus 2,07 persen membuat kita semakin sadar, bahwa sektor ekonomi juga harus mendapat perhatian penting.
Tujuan kebijakan PPKM berbasis mikro komunitas ini sangat jelas: membatasi kegiatan namun tetap menjamin kegiatan sosial-ekonomi terkendali. Sektor kesehatan yang saat ini tengah mengalami krisis sangat bergantung pada jalannya roda ekonomi. Begitu pula sebaliknya.
Mari kita sukseskan PPKM berbasis mikro komunitas. Laksanakan 5M dan 3T, semua dimulai dari bawah. Kalau bukan kita siapa lagi, kalau bukan sekarang kapan lagi? Kesehatan pulih, ekonomi bangkit!
Oleh: Prof. Dr. Widodo Muktiyo, Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2021