Jakarta (ANTARA Aceh) - Mantan Penasihat KPK Abdullah Hehamahua menilai pelimpahan kasus Kepala Lembaga Pendidikan Polri (Lemdikpol) Komjen Pol Budi Gunawan (BG) dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait transaksi-transaksi mencurigakan dari Kejaksaan ke Mabes Polri janggal.

"Yang saya maksudkan, kasus yang ditangani kejaksaan tapi kemudian dilimpahkan ke kepolisian. Inilah kasus pertama yang saya tahu sebab, kejaksaan punya wewenang untuk menangani kasus korupsi. Lain halnya kalau kasus yang ditangani kepolisian, tahap akhirnya diserahkan ke kejaksaan, dalam posisi ini, kejaksaan boleh mengembalikan berkas perkara ke kepolisian untuk perbaikan yang dikenal dengan istilah P19," katanya melalui pesang singkat di Jakarta, Rabu.

Sebelumnya Kabareskrim Komjen Budi Waseso menyatakan berkas perkara Komjen Budi Gunawan telah dilimpahkan ke Bareskrim Polri sejak Kamis (2/4).

KPK sudah melimpahkan kasus Bugi Gunawan ke Kejaksaan Agung sejak 2 Maret 2015 menyusul putusan hakim tunggal Sarpin Rizaldi dalam praperadilan pada 16 Februari 2015 yang menyatakan bahwa surat perintah penyidikan No 03/01/01/2015 tanggal 12 Januari 2015 yang menetapkan Komjen Pol Budi Gunawan sebagai tersangka oleh KPK tidak sah dan tidak berdasar atas hukum karenanya penetapan perkara tak punya kekuatan hukum mengikat.

"Kalau menurut Kejaksaan Agung, kasus BG bukan tindak pidana korupsi atau alat bukti yang ada tidak memenuhi syarat sebagaimana  ketentuan KUHAP. Kejagung langsung menghentikan kasus tersebut seperti kepolisian menerbitkan SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan) sebab dalam kasus BG ini, tidak ada P19 atau P21 karena kasus bukan berasal dari kepolisian, tetapi dari KPK," ungkap Abdullah.

Menurut Abdullah, di dalam KUHAP disebutkan bila suatu perkara ditangani Kepolisian, setelah selesai proses penyidikan, berkas perkara diserahkan ke kejaksaan untuk proses selanjutnya ke pengadilan.

"Berkas perkara ini akan diperiksa Kejaksaan, apakah sudah memenuhi syarat untuk dilimpahkan ke pengadilan. Kalau sudah cukup lengkap, disebut dengan istilah P21. Kalau belum lengkap, berkas dikembalikan kejaksaan ke kepolisian untuk dilengkapi yang disebut dengan istilah P19," jelas Abdullah.

Sehingga sesuai dengan Nota Kesepahaman (MoU) antara KPK dan Kejagung, maka pihak Kejagung harus berkoordinasi dengan KPK setidaknya melakukan gelar perkara di depan KPK untuk mengetahui apakah alat bukti yang ada dinilai signifikan.

"Saya tidak tahu, apakah Kejagung ada gelar perkara di depan KPK atau tidak. Silahkan anda tanyakan pihak KPK," tambah Abdullah.  
   
Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Kombes Victor Edi Simanjuntak mengungkapkan bahwa berkas Budi Gunawan sedang diteliti.

Mabes selanjutnya akan melakukan gelar perkara bersama pihak-pihak terkait termasuk KPK, Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK), Kejaksaan Agung serta saksi ahli.

Bareskrim Polri sudah pernah mengani kasus Budi Gunawan, namun berdasarkan surat bernomor R/1016/DitTipideksus/X/2010/Bareskrim itu menyatakan Budi Gunawan bersih dari kasus transaksi keuangan mencurigakan alias rekening gendut.

Surat itu bertanggal 20 Oktober 2010 yang ditandatangani Direktur Khusus Bareskrim Polri saat itu Kombes Arief Sulistyanto yang kini menjadi Kapolda Kalbar.

Penyidikan tersebut merupakan hasil laporan hasil penyelidikan PPATK terhadap rekening Budi Gunawan yang menemukan ada anaknya, Hervianto yang pada 2005 saat berusia 19 tahun mendapat pinjaman dari PT Pasific Blue senilai 5,9 miliar dolar AS dan diberikan dalam bentuk tunai sejumlah Rp57 miliar, dari jumlah tersebut disetor ke rekening Budi Gunawan senilai Rp32 miliar.

Pewarta: Pewarta : Desca Lidya Natalia

Uploader : Salahuddin Wahid


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2015