Lhokseumawe (ANTARA Aceh) - Pengamat politik dan keamanan Aceh, Aryos Nivada mengapresiasi langkah yang ditempuh Danrem 011/Lilawangsa, Kolonel Inf Achmad Daniel Chardin, terkait pendekatan komunikatif dengan kelompok bersenjata di Aceh, Din Minimi.
"Penelitian telah membuktikan bahwa 80 persen persoalan konflik sosial terjadi karena tidak berjalannya komunikasi," ujar Aryos, dosen Fisip Universitas Teuku Umar itu, kepada wartawan, di Lhokseumawe, Kamis.
Dari berbagai penelitian tentang konflik sosial, diketahui 80 persen diakibatkan tidak adanya komunikasi, sehingga saat dilakukan upaya komunikatif oleh Danrem 011 LW, dengan kelompok bersenjata Aceh Din Minimi, dapat diketahui apa akar permasalahannya.
Ia menambahkan, kesempatan tersebut telah dimanfaatkan oleh Danrem 011/Lilawangsa, yaitu dengan melakukan komunikasi langsung dengan Din Minim dan bersilaturahmi ke rumah orang tua Din Minimi.
"Hal ini menjadi tamparan serius bagi pemerintahan Zaini Abdullah dan Muzakir Manaf, bahwa mereka berdua tidak memiliki niat untuk membangun komunikasi dengan Din Minimi," ungkap Aryos.
Apabila pendekatan atau komunikasi tersebut dijalin dari awal, katanya, bisa dipastikan persoalan Din Minimi tidak meluas dan tidak memiliki dampak bagi masyarakat Aceh.
"Cara yang dilakukan Danrem 011/Lilawangsa patut kita apresiasi, karena pendekatannya tidak mengedepankan cara-cara militeristik, tetapi lebih mengedepankan komunikasi yang bersifat humanis," kata Aryos yang juga Peneliti Jaringan Survey Insiatif (JSI).
Pendekatan persuasif tersebut, katanya, membuktikan bahwa TNI telah reformis secara institusional vertikal dan sebagai alat negara dalam merespons gejolak keamanan dalam negeri.
Seharusnya permasalahan kelompok Din Minimi menjadi tanggung jawab pemerintah dalam menyelesaikan urusan kebutuhan eks kombatan yang belum direalisasikan.
"Konflik ini terjadi disebabkan terputusnya jalinan silaturahmi antara eks kombatan dengan unsur pimpinan elit GAM dalam pemenuhan hak bagi mereka setelah tidak memegang senjata lagi," katanya.
Pendekatan persuasif berbasiskan aspek kearifan lokal melalui komunikasi menjadi langkah positif di mata publik dan tidak menimbulkan trauma bagi masyarakat.
Apa lagi perdamaian Aceh sudah berjalan sepuluh tahun dan harus dijaga agar tidak terjadi benih-benih konflik baru, demikian Aryos.
"Penelitian telah membuktikan bahwa 80 persen persoalan konflik sosial terjadi karena tidak berjalannya komunikasi," ujar Aryos, dosen Fisip Universitas Teuku Umar itu, kepada wartawan, di Lhokseumawe, Kamis.
Dari berbagai penelitian tentang konflik sosial, diketahui 80 persen diakibatkan tidak adanya komunikasi, sehingga saat dilakukan upaya komunikatif oleh Danrem 011 LW, dengan kelompok bersenjata Aceh Din Minimi, dapat diketahui apa akar permasalahannya.
Ia menambahkan, kesempatan tersebut telah dimanfaatkan oleh Danrem 011/Lilawangsa, yaitu dengan melakukan komunikasi langsung dengan Din Minim dan bersilaturahmi ke rumah orang tua Din Minimi.
"Hal ini menjadi tamparan serius bagi pemerintahan Zaini Abdullah dan Muzakir Manaf, bahwa mereka berdua tidak memiliki niat untuk membangun komunikasi dengan Din Minimi," ungkap Aryos.
Apabila pendekatan atau komunikasi tersebut dijalin dari awal, katanya, bisa dipastikan persoalan Din Minimi tidak meluas dan tidak memiliki dampak bagi masyarakat Aceh.
"Cara yang dilakukan Danrem 011/Lilawangsa patut kita apresiasi, karena pendekatannya tidak mengedepankan cara-cara militeristik, tetapi lebih mengedepankan komunikasi yang bersifat humanis," kata Aryos yang juga Peneliti Jaringan Survey Insiatif (JSI).
Pendekatan persuasif tersebut, katanya, membuktikan bahwa TNI telah reformis secara institusional vertikal dan sebagai alat negara dalam merespons gejolak keamanan dalam negeri.
Seharusnya permasalahan kelompok Din Minimi menjadi tanggung jawab pemerintah dalam menyelesaikan urusan kebutuhan eks kombatan yang belum direalisasikan.
"Konflik ini terjadi disebabkan terputusnya jalinan silaturahmi antara eks kombatan dengan unsur pimpinan elit GAM dalam pemenuhan hak bagi mereka setelah tidak memegang senjata lagi," katanya.
Pendekatan persuasif berbasiskan aspek kearifan lokal melalui komunikasi menjadi langkah positif di mata publik dan tidak menimbulkan trauma bagi masyarakat.
Apa lagi perdamaian Aceh sudah berjalan sepuluh tahun dan harus dijaga agar tidak terjadi benih-benih konflik baru, demikian Aryos.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2015