Blangpidie (ANTARA) - Akses jalan darat Terangun–Babahrot yang menghubungkan Kabupaten Gayo Lues dengan Aceh Barat Daya (Abdya) sudah bisa ditembus semua jenis kendaraan, dan kini menjadi satu-satunya akses vital pascabencana banjir dan longsor yang melanda Aceh.
“Kalau bukan lewat sini, kami benar-benar terputus. Jalur ini jadi penyambung hidup,” kata warga Kecamatan Terangun, Muhammad Yusuf, saat ditemui di Abdya, Jumat.
Jalur alternatif sepanjang lebih dari 80 kilometer itu menjadi tumpuan utama mobilitas warga, distribusi logistik, serta akses keluar-masuk warga ke wilayah Gayo Lues, menyusul terputusnya jalur nasional lintas timur dan tengah pascabencana.
Baca juga: Update Banjir Aceh, Emak-emak hadang mobil pengangkut elpiji
Meski jalan tersebut masih dipenuhi lumpur, tetapi masyarakat sudah bisa melewatinya baik dengan kendaraan roda dua maupun roda empat.
Bencana banjir dan longsor yang terjadi beberapa waktu lalu telah merusak sejumlah ruas jalan strategis di Aceh, termasuk lintas Blangkejeren–Kutacane, Blangkejeren–Takengon, serta jalur Gayo Lues–Bener Meriah. Kondisi ini menyebabkan Gayo Lues terisolasi dari akses darat.
Pemerintah bersama TNI, Polri, dan relawan terus berupaya mempercepat perbaikan infrastruktur dan pendistribusian bantuan. Tetapi, medan berat dan cuaca ekstrem masih menjadi tantangan di lapangan.
Warga Gayo Lues lainnya, Sopian menyebutkan, jalur tersebut sempat mengalami kerusakan di kawasan Gunung Tipis, lewat perbatasan Abdya. Tetapi, masyarakat kemudian secara swadaya melakukan gotong royong agar jalur tetap bisa dilalui kendaraan.
Bagi masyarakat Gayo Lues, jalur Terangun–Babahrot bukan sekadar jalan alternatif, melainkan simbol ketahanan dan semangat gotong royong di tengah keterbatasan.
“Sejak bencana, warga kami setiap hari turun ke Blangpidie untuk membeli kebutuhan pokok. Jalur ini sekarang padat, kendaraan dari Gayo Lues dan Abdya hilir mudik tanpa henti,” kata Sopian.
Sementara itu, warga Abdya yang membawa dagangan ikan ke Gayo Lues, Kasim mengatakan, jalur Terangun–Babahrot ini sebenarnya bukan jalan utama, tapi kini menjadi alternatif.
"Ini momentum untuk menata ulang prioritas infrastruktur di wilayah rawan bencana,” demikian Kasim.
Baca juga: Menwa UIN Ar-Raniry bersihkan rumah ibadah di Aceh Tamiang
