Pemerhati Sejarah Aceh Dr Adli Abdullah menilai penetapan jalan di ibukota Jakarta dengan nama pahlawan nasional perempuan asal Aceh Laksamana Malahayati sebagai bentuk penghormatan dari negara.

“Penetapan jalan Laksamana Malahayati bentuk penghormatan negara pada laksamana wanita tangguh nusantara, ini perlu kita apresiasi," kata Dr Adli Abdullah, di Banda Aceh, Rabu.

Seperti diketahui, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan telah meresmikan  jalan Laksamana Malahayati pada jalan Kalimalang sisi Utara, Jakarta Timur. 

Pemerintah Aceh berterima kasih kepada Pemerintah DKI Jakarta karena telah menjadikan nama Laksamana Malahayati, pahlawan asal Aceh sebagai nama salah satu jalan di Ibukota Jakarta tersebut.

Adli mengatakan, dengan diberikan nama Laksamana perempuan  pertama di dunia yang berasal dari Aceh tersebut juga sebagai bentuk penghargaan terhadap kaum perempuan Indonesia.  

Dosen Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh ini menyampaikan, penetapan nama jalan Laksamana Malahayati ini diharapkan dapat menyemangati generasi Indonesia, dan menjadikannya sebagai suri tauladan dan cinta tanah air.

"Tanpa alasan apapun, kita perlu memberi apresiasi atas inisiatif Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk penamaan ini," ujarnya. 

Adli menerangkan, Laksamana Malahayati dulunya sangat disegani baik oleh lawan maupun kawan, ia adalah aset bangsa dan negara yang perlu digelorakan. Sehingga generasi Indonesia dapat mewarisi keberanian dan kecerdikan pahlawan nasional tersebut. 

Kata Adli, ayah Laksamana Malahayati bernama Laksamana Mahmud Syah, dan kakek dari garis ayahnya adalah Laksamana Muhammad Said Syah, putra dari Sultan Salahuddin Syah yang memerintah Aceh pada tahun 1530–1539 Masehi. 

Adapun Sultan Salahuddin Syah adalah putra dari Sultan Ali Mughayat Syah (1513–1530 Masehi), pendiri Kerajaan Aceh Darussalam pasca kejatuhan malaka ke tangan Portugis yang dipimpin Laksamana Alfonso de Alberque .

Sedangkan Laksamana Malahayati, lanjut Adli, pada 1585–1604 Masehi, diangkat sebagai kepala barisan pengawal istana panglima rahasia dan panglima protokol pemerintah, ia memimpin 2.000 pasukan inong balee (Janda-janda pahlawan yang suaminya  syahid melawan Portugis di kawasan kepulauan Riau dan Selat Malaka) oleh Sultan Saiful Mulammil (1584-1604). 

Laksamana Malahayati pernah menggagalkan usaha Belanda menapak kakinya di Aceh pada tahun 1559, bahkan pada tanggal 11 September 1599, laksamana Cornelis de Houtman terbunuh ditangannya, dan adiknya Frederick dipenjarakan di Aceh. 

Selama di penjara Aceh selama dua tahun, Frederick memanfaatkan waktu dengan belajar bahasa melayu dan ilmu astronomis. 

Tahun 1601 Frederick dibebaskan oleh Laksamana Malahayati melanjutkan perjalanan ke Jakarta.

"Pada 1603 setelah kepulangannya ke Belanda, Frederick menerbitkan pengamatan bintangnya pada lampiran kamus bahasa melayu dan madagaskar (spreack ende woordboeck inde Maleysche ende Madagaskarsche talen)," demikian Adli Abdullah.
 

Pewarta: Rahmat Fajri

Editor : Azhari


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2021