Virus corona yang muncul pada akhir Desember 2019 di Kota Wuhan, China tengah, sampai saat ini masih belum reda. Lebih dari 200 negara dan wilayah di seluruh dunia melaporkan kehadiran virus tersebut.
Para ilmuwan di negara-negara besar seperti Amerika Serikat, China, Rusia, Jerman dan Inggris berlomba-lomba mengembangkan vaksin COVID-19, yang dianggap bisa menjadi salah satu senjata untuk memerangi pandemi.
Dilansir dari situs Worldometer, per 19 Desember 2021 tercatat 80.420.257 kasus dan 1.484.587 kematian COVID-19 di Eropa sejak awal pandemi. Sementara itu, total pasien di Eropa yang sembuh dari penyakit itu mencapai 70.296.397 orang.
Selama hampir tiga bulan terakhir kasus baru COVID-19 di Eropa secara perlahan kembali meningkat. Hampir bisa dikatakan mengganas. Kondisi itu diperparah dengan kehadiran virus corona varian baru yang bernama Omicron, yang ditemukan di Afrika Selatan pada akhir November dan ditetapkan oleh WHO sebagai varian yang diwaspadai.
Berdasarkan situs tersebut, di benua Eropa yakni Britania Raya dan Prancis melaporkan 50.000 lebih kasus baru COVID-19 pada 19 Desember. Rusia, Jerman, Italia, Polandia dan Belanda juga mencatat lebih dari 10.000 kasus baru.
Otoritas kesehatan Ukraina, Ceko, Belgia, Portugal, Irlandia dan Denmark melaporkan 5.000 lebih kasus tambahan COVID-19. Sementara itu, 1.000 lebih kasus baru dilaporkan di Serbia, Austria, Yunani, Slovakia, Belarusia, Kroasia, Lithuania, Slovenia serta Norwegia.
Kematian COVID-19 paling banyak dilaporkan di Rusia, yakni 1.076 kematian harian dan disusul Polandia dengan 543 kematian.
Britania Raya menjadi negara dengan total kasus COVID-19 tertinggi di Eropa, yakni 11.279.428 kasus. Sedangkan Vatican City merupakan negara dengan kasus COVID-19 terendah di benua tersebut, yakni 27 kasus.
Vaksinasi COVID-19
Menurut data WHO, secara global sebanyak 4.364.023.441 orang telah mendapatkan dosis pertama vaksin COVID-19 dan 3.480.200.920 orang telah menerima dosis kedua.
Dilansir dari situs ourworldindata per 17 Desember, negara Eropa yang sudah memberikan vaksin COVID-19 di atas 80 persen populasinya yaitu Portugal, Malta, Islandia dan Spanyol.
Denmark, Irlandia, Belgia, Belanda, Finlandia, Italia, Swedia, Prancis dan Norwegia semuanya telah memvaksin 70 persen lebih populasi mereka.
Sementara itu, Jerman, Austria, Britania Raya, Luxemburg, Lithuania, Siprus, Liechtenstein, Latvia, Swiss, Yunani, Andorra, San Marino, Hongaria, Estonia, Ceko, Slovenia, Polandia dan Kroasia telah menyuntikkan vaksin COVID-19 untuk 50 persen lebih dari populasinya.
Otoritas Serbia, Slovakia, Kosovo, Rusia, Montenegro, Romania, Macedonia Utara, Albania dan Belarusia melaporkan bahwa kurang 50 persen dari populasi mereka sudah divaksin COVID-19. Kemudian pemerintah Ukraina, Bulgaria dan Moldova belum sampai memvaksinasi 30 persen dari populasinya.
Dalam rangka meningkatkan upaya perlawanan terhadap COVID-19 sejumlah negara di Eropa juga mempercepat vaksinasi anak berusia 5-11 tahun di tengah lonjakan kasus baru COVID-19.
Pada 25 November 2021, Badan Pengawas Obat Eropa (EMA) menyetujui vaksin Pfizer-BioNTech untuk kelompok usia yang sama. Namun, anak-anak ini akan diberikan dosis yang lebih rendah daripada teman sebayanya yang berusia di atas 12 tahun. Di Uni Eropa terdapat sekitar 27 juta anak dari kelompok usia 5-11 tahun.
Sejumlah provinsi di Austria termasuk ibu kota Wina mulai memvaksinasi anak-anak dari kelompok usia yang sama, bahkan sebelum adanya persetujuan EMA. Pada 15 November sebanyak 200 anak di Wina diberikan satu dosis vaksin.
Kemudian, otoritas Hongaria mulai menggelar vaksinasi anak berusia 5-11 tahun pada 14 Desember. Sejauh ini 38.000 anak telah disuntik vaksin, sementara 77 rumah sakit di seluruh negeri masih melanjutkan program tersebut.
Di Yunani, vaksinasi anak berusia 11-15 tahun dimulai pada 15 Desember dan hingga kini ada lebih dari 30.000 janji untuk vaksinasi.
Otoritas Spanyol mulai memvaksinasi anak berusia 5-11 tahun pada 15 Desember. Kementerian Kesehatan setempat mengumumkan bahwa 1,3 juta dosis vaksin COVID-19 Pfizer-BioNTech sejauh ini telah diterima untuk anak-anak. Menurut kementerian, pemberian dosis pertama vaksin COVID-19 untuk semua anak di kelompok usia tersebut akan dilakukan pada akhir Januari.
Pada 15 Desember Prancis mulai memvaksinasi anak dari kelompok usia yang sama, yang dianggap "berisiko". Tercatat ada sekitar 360.000 anak di negara tersebut. Vaksinasi semua anak dalam kelompok usia 5-11 tahun direncanakan akan dimulai setelah 20 Desember.
Sementara itu, Komite Tetap Vaksinasi Jerman (STIKO) menyarankan vaksin buatan Pfizer-BioNTech untuk kelompok usia yang sama pada 9 Desember. Setelah meninjau data, STIKO memutuskan untuk merekomendasikan vaksin COVID-19 bagi anak usia 5-11 tahun dengan berbagai penyakit.
Pada 10 Desember otoritas kesehatan Swiss, Swissmedic, menyetujui vaksin Pfizer-BioNTech untuk anak-anak berusia 5-11 tahun. Namun, vaksinasi diperkirakan akan dimulai pada pekan pertama Januari 2022.
Pemerintah Belgia sedang menunggu rekomendasi dari dewan kesehatan negara sebelum secara resmi meluncurkan kampanye vaksinasi anak. Otoritas diperkirakan akan mengumumkan keputusan tersebut pada 20 Desember.
Upaya lainnya dalam melawan COVID-19 yakni, pemberian vaksin booster. Sejumlah negara di Eropa telah menyuntikkan vaksin booster. Petugas kesehatan yang berada di lini terdepan melawan COVID-19 dan kelompok rentan menjadi prioritas dalam program vaksin booster.
Di Spanyol, otoritas telah memberikan dosis ketiga vaksin COVID-19 bagi warga berusia 60 tahun ke atas dan memperluas jangkauannya saat kasus melonjak. Sekitar 10 juta orang di Spanyol sudah menerima vaksin booster. Otoritas setempat pada 16 Desember menyetujui vaksin booster untuk warga berusia 40 tahun ke atas. Sebelumnya, batasan usia untuk vaksinasi dosis ketiga adalah 70 tahun ke atas.
Kemudian, Pemerintah Swiss pada 26 Oktober juga menyarankan vaksin booster COVID-19 bagi lansia berusia 65 tahun ke atas namun bukan untuk masyarakat umum. Pemberian vaksin ketiga mulai diberikan pada pertengahan November. Swiss memiliki cukup vaksin untuk diberikan kepada semua pasien yang memenuhi syarat vaksinasi booster dan untuk semua orang yang belum menerima vaksin selama 2021-2022.
Sementara itu, Presiden Prancis Emmanuel Macron pada 9 November menyatakan bahwa warga berusia 65 tahun ke atas mulai pertengahan Desember akan diwajibkan untuk menunjukkan bukti sudah mendapatkan vaksin penguat COVID-19. Menurutnya, vaksin booster yang selama ini hanya tersedia bagi penduduk usia 65 tahun ke atas dan kalangan yang rentan, mulai awal Desember bisa didapatkan oleh kelompok usia 50-64 tahun.
Penolakan vaksinasi COVID
Massa dari 4.000 lebih tenaga kesehatan di Brussels, Belgia, pada 7 Desember 2021 menggelar aksi protes yang menentang keputusan pemerintah federal bahwa seluruh staf medis wajib menjalani vaksinasi. Tenaga kesehatan yang menolak disuntik vaksin akan dikenai denda dan kemungkinan diskors. Massa mengecam vaksinasi wajib sebagai "diskriminasi" dan langkah yang "tidak produktif". Sejumlah plakat demonstrasi tertulis "kita harus lebih mengedepankan akal sehat " dan "mari selamatkan sistem kesehatan kita ketimbang memecat staf". Pada 19 November pemerintah federal mengesahkan undang-undang tentang kewajiban vaksinasi bagi petugas kesehatan. Per 1 Januari 2022, staf perawatan akan diberi waktu tiga bulan untuk disuntik vaksin. Per 1 April, apabila keputusan tersebut tidak dilaksanakan, visa atau nomor registrasi staf akan dicabut dan oleh karenanya mereka dapat diberhentikan.
Kisah Pilu
Pandemi virus corona telah menorehkan banyak kisah pilu.
Reuters menuliskan bahwa pria bernama Marcel Meys yang berusia 112 tahun dan diyakini sebagai orang tertua di Prancis meninggal karena COVID-19. Meys mengembuskan napas terakhirnya pada 15 Desember di sebuah rumah sakit di Vienne di kawasan Rhone Alpes Auvergne, Prancis. Ia dibawa ke rumah sakit dan dipasangkan alat bantu oksigen setelah kondisi kesehatannya selama di rumah menurun. Meys dikabarkan tidak disuntik vaksin dan tinggal sendirian di rumahnya di Saint-Romain-en-Gal, yang ditempati sejak 1957. Penduduk asli lembah Rhone itu lahir pada Juli 1909.
Kemudian, pada 8 September sedikitnya 10 orang tewas ketika kebakaran terjadi di sebuah rumah sakit darurat untuk pasien COVID-19 di kota Tetovo, Macedonia Utara. Media lokal menunjukkan gambar kobaran api besar di rumah sakit di barat kota saat petugas pemadam kebakaran bergegas ke tempat kejadian. Tidak jelas berapa banyak pasien yang berada di rumah sakit ketika kebakaran terjadi sekitar pukul 9 malam waktu setempat.
Sebulan kemudian, pada 1 Oktober api melalap ruang ICU di sebuah rumah sakit rujukan COVID-19 di Rumania hingga menewaskan sembilan orang. Petugas pemadam kebakaran berhasil memadamkan kobaran api di rumah sakit tersebut di Kota Constanta sekitar pukul 07.55 GMT, setelah melibatkan petugas tambahan dari daerah terdekat. Tayangan video memperlihatkan pasien-pasien melompat dari jendela lantai bawah rumah sakit. Menteri Kesehatan Cseke Attila mengatakan 113 pasien berada di rumah sakit itu ketika kebakaran terjadi, termasuk 10 pasien di ruang ICU. Sebelumnya pada Februari, empat pasien tewas dalam kebakaran di sebuah rumah sakit perawatan COVID di ibu kota negara, Bucharest.
Insiden kebakaran kembali terjadi. Pada 11 September rumah sakit rujukan COVID-19 di Kota Ploiesti di Rumania terbakar dan menewaskan dua pasien serta melukai seorang perawat. Kebakaran, yang langsung dipadamkan itu, terjadi sekitar pukul 0200GMT dan menghanguskan satu ruangan. Sebanyak 15 pasien yang berada di lokasi dipindahkan ke rumah sakit lain.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2021